38. Lipstick

3.7K 417 23
                                    

Liburan tiba-tiba saja lenyap. Singkat dan tak terasa hari-hari kerja keras kembali menghantuiku bersama Veranda.

Saat libur, biasanya kami hanya akan bermalas-malasan seharian. Tidur larut karena nonton film dan main game sampai malam. Bangun kesiangan dan sarapan ala kadarnya.

Lalu siangnya kami hanya akan bersantai di bawah. Duduk di depan kolam renang apartemen sambil membaca koran, kemudian membahas berbagai hal dari yang tidak penting, sampai yang serius.

Sekarang, kembali ke hari awal. Menuju titik nol, memulai aktivitas biasanya lagi. Selamat tinggal leyeh-leyeh kesukaan Veranda dan Kinal...

"Menurut kamu cocokan yang mana?"

Kutolehkan kepalaku pada Veranda yang sibuk mengutak-atik alat make up nya di depan cermin besar kamar kami.

"Kalau kamu pake baju yang itu, harusnya yang warna ini sih bagusnya." ucapku, mengambil salah satu lipstick yang Veranda pegang.

Dia terlihat sedang menimbang-nimbang pilihanku. Dan berpikir apa benda yang kupilih akan cocok di bibirnya.

"Emang harus banget yah kamu dandan trus pake baju semi kebaya gitu? Udah kayak mau kondangan aja tau."

Veranda tampak membalikkan badannya, menatapku bergantian dengan cermin kecil yang kini di genggamannya-sambil melukis lipstick di bibirnya.

"Iya. Hari ini kan ulang tahun kantor. Jadi tiap karyawan cewek diwajibkan pakai baju sesuai dresscode yang udah disampein kemarin. Benernya aku males masuk kalau gini. Tapi ya udah, masa mau bolos juga?"

Aku mengangguk acuh. Hanya mencoba memperhatikan Veranda yang masih sibuk memoles wajahnya.

Sangat jarang ia berdandan menor. Saat ini pun dandanannya sangat natural. Rambutnya digelung, membuat dirinya pamer leher dan sekitar tengkuk indahnya.

"Udah selesai belum?" tanyaku setelah memasang sling bag kerjaku.

"Iya bentar. Kamu jadi nganterin aku naik mobil kan?"

"Ya iyalah. Masa ngebiarin kamu jalan sendirian. Udah dandan cantik gitu." ungkapku, sembari memuji hasil polesannya.

"Udah nih. Berangkat yuk? Selfie dulu tapi! Sini sini siniii..."

Ditariknya lenganku hingga menempel erat di dekatnya. Kamera ponselnya sudah stand bye. Beberapa pose tercipta. Dan aku tersenyum karena foto-foto ini tampak bagus.

"Itu dicetak yah nanti. Bisa dimasukin ke scrapbook kita sekalian ntar."

Veranda yang masih sibuk selfie, hanya mengangguk disela-sela posenya.

Kulirik jam tanganku, sudah mulai memasuki jam-jam vital. Segera kuajak Veranda pergi meninggalkan kamar.

"Kamu gak takut telat? Ayo buruan?" ujarku, menarik tangannya yang kugenggam rapat.

"Duh, iya iyaaa..."

Karena Veranda harus berdandan demikian, maka hari ini kami berangkat ke kantor dengan mengendarai mobil.

Selama di perjalanan, Veranda tampak asyik sedang pamer hasil karya wajahnya di Instagram. Nge-live beberapa menit, tanpa memberiku celah untuk ikut-ikut muncul di layar.

"Hampir nyampe loh ini Ve?" tegurku, lima ratus meter ke depan kami akan sampai di kantor Veranda.

"Iya bentar."

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang