35. Mommy

3.1K 389 25
                                    

Sampai di kediamanku, Veranda tak kunjung turun. Dia hanya tertunduk, tak bergerak sedikit pun. Sangat berbeda dengan perilaku ketika ia memutuskan sendiri untuk ikut denganku pulang ke kampung halaman.

"Nggak mau turun? Yang minta duluan buat ikut kesini itu kamu sendiri loh?"

Wajahnya ragu-ragu, dan anggukannya yang pasrah menunjukkan bahwa dirinya tidak mudah untuk mengumpulkan keberaniannya.

"Udah gak usah takut. Kamu cantik, semua orang bakal suka sama kamu disini." ujarku, kemudian menggenggam tangannya masuk ke pekarangan rumahku.

Tiba di depan teras, Ibuku keluar dari dalam rumah. Dia tersenyum lebar melihat kedatanganku.

"Mami!" panggilku riang.

Ya, aku memanggil sosok ibu dengan julukan 'Mami' semenjak ia bercerai dari ayah.

Pelukan hangatnya mendarat, senang sekali dengan kehangatan ini. Aku selalu menyukainya.

"Kenapa baru pulang? Betah ya kamu disana?" lirih Mami.

Jujur aku ingin menangis mendengar perkataannya yang menyedihkan. Dia merindukanku, yang hidup di tanah rantau.

"Heheh..." aku hanya mampu memamerkan cengiranku untuk menyamarkan rasa sedih.

Veranda mungkin sedang memandangi kami dengan haru. Tapi ekspresi penuh tanya dari Mami yang melepas pelukannya dariku, membuat Veranda terkesiap.

"Eh, ini siapa? Geulis pisan. Mirip sama Kinal yah..." ujar Mami, tersenyum menerima saliman dari Veranda.

"Saya Veranda, tante. Temen Kinal di Jakarta..." dengan senyuman manisnya, Veranda memperkenalkan diri.

Sepertinya ia mulai rileks karena melihat sikap Mami yang ramah padanya.

"Hoo, Kinal nggak pernah cerita soal kamu loh. Tante sampe nggak ngenalin kamu, nak Veranda?"

"Ve aja nggak papa tante, heheh.."

Veranda melirikku, seperti meminta pertolongan untuk melanjutkan alur pembicaraan kami.

Tanpa kukira sebelumnya, tiba-tiba saja Mami menarik Veranda masuk ke dalam rumah.

"Ayo masuk!" ajaknya.

Aku tertegun melihat Mami yang mengajak Veranda masuk begitu saja tanpa ada rasa ragu.

Sebelumnya tidak pernah dia langsung menyeret temanku masuk ke dalam rumah, apalagi ini di perkenalan pertama yang biasanya kaku.

"Kamu belum makan pasti? Kinal tuh suka sembrono kalau ngajak temennya main. Makan dulu yah?"

Samar-samar kudengar Mami mengobrol dengan Veranda di ruang makan.

Aku yang sibuk menata barang bawaan, diam-diam menguping semua percakapan mereka berdua.

"Kinal punya banyak teman di Bandung, tapi sejak di Jakarta, dia gak pernah pamerin temannya sama tante. Pas tau kamu teman yang dia bawa dari Jakarta ke kampung halamannya ini, tante jadi seneng..."

"Oh ya? Ve juga seneng tante, Kinal orang yang baik. Suatu keberuntungan saya bisa kenal dia. Hehehe..."

Senyumku tak bisa kusembunyikan. Sanjungan Veranda mengangkatku tinggi ke langit ke tujuh.

"Tante khawatir, dia katanya tinggal di kantornya. Kalau ada apa-apa, Kinal nggak pernah bilang tante. Dia keras kepala, selalu aja nyimpen semua masalahnya sendirian..."

"Mmm, gitu ya tante..."

"Iya. Karena itu, tolong temani dia yah Ve? Biar dia nggak sendirian terus disana..."

Jantungku berdegup kencang, entah apakah Veranda juga merasakan hal yang sama disana, tapi kurasa ia sedang tercekat karena mendengar permohonan Mami barusan.

"Iya, tante. Ve pasti temani Kinal, dan nggak akan biarin dia sendirian. Dimana pun, gimana pun, dan kapan pun. Heheh...."

Begitulah Veranda berjanji langsung di depan Mami untuk terus ada di sisiku...

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang