37. Teasing

3.6K 383 13
                                    

Kembali ke Jakarta, ke kehidupan kami bermula. Ke dunia dimana aku bertemu dengan sosok paling berharga dalam hidup ini. Veranda yang sedang menemui kebiasaannya, yakni tidur di dalam mobil.

Sedangkan aku tengah santai memainkan ponselku sambil melihat-lihat beberapa aplikasi. Instagram adalah favoritku. Jarang memang mengunggah foto, tapi aku senang menjelajahi beragam jenis dari aplikasi ini untuk menghilangkan jenuh.

Melihat-lihat foto-foto Veranda misalnya. Dia sering sekali mengunggah fotonya sendiri yang sangat jarang jeleknya. Entah kapan dia melakukan photoshoot sehingga punya banyak foto menarik di halaman akunnya.

Tak lama kemudian, kulihat ada sebuah foto unggahan dari salah satu teman kerjaku. Mbak Dinda, yang baru saja tadi sore memberikan komentar menggelikan di foto yang kuunggah bersama Veranda.

dindaassegaf : ngopi

Melihat foto dan wajahnya yang terlanjur mengeselkan karena tampak cuek itu, membuatku sengaja meninggalkan komentar untuk juga membalas perbuatan isengnya tadi.

dvknlp96 : katanya jomblo, ini yang ngefotoin siapa? :p

Beberapa detik kemudian, Mbak Dinda membalas komentarku dengan kalimat sederhana yang buat aku terkikik geli.

dindaassegaf : @dvknlp96 asbak starbucks lumayan gantiin tripod.

Mungkin tawaku agak sedikit mengusik seseorang di samping. Erangan kecil khas seseorang yang sedang lelap, terdengar di telingaku.

"Mmh.."

Kutolehkan kepalaku pada Veranda yang sedang merapatkan kepalanya di bahuku. Sepertinya dia sudah bangun dan sekarang memperhatikan apa yang terpampang di layar ponselku.

"Kamu senyum-senyum mulu, udah hampir sampe kenapa gak bangunin aku?" lirihnya dengan suara seraknya.

Aku tak menjawab pertanyaan, melainkan tertawa kecil dan menyembunyikan ponselku ke dalam saku. Kami berdua sampai di depan lobby apartemen.

Usai membenahi seluruh barang bawaan, kami berdua masuk dan kembali ke hunian tercinta.

Memandangi ruang apartemen yang ditinggal selama tiga hari. Kondisi kamar yang gelap dan sunyi membuatku buru-buru mencari tombol saklar lampu.

Sambil meraba-raba dinding, aku merasakan sesuatu yang lembut dan hangat berada tepat di hadapanku.

Klik!

Lampu menyala,

Senyumannya terpancar...

"Ve?"

Veranda lah yang sejak tadi berada di hadapanku tepat. Dalam jarak yang begitu dekat, terhimpit olehku dan dinding apartemen yang dingin.

"Kamu ngapain?"

Ia menggeleng pelan, kemudian dengan perlahan melingkarkan kedua lengannya di leherku.

Tidak, aku tidak pernah suka dengan tindakan Veranda yang seperti ini. Dia tau bagaimana kami berdua akan berakhir jika dia terus melakukannya.

"Masih ngantuk kan?" tanyaku.

Veranda menggeleng lagi, namun kali ini senyumannya jauh lebih lebar.

"Astaga..." aku mulai meneguk ludahku sendiri tanpa sadar.

Tangannya yang tadinya hanya bertengger di leher, kini beralih menuju bagian rahang dan kedua belah samping wajahku.

Dua hal yang aku dapat dari tatapan Veranda mengarah. Bola hitam matanya bergerak mengarahkan penglihatan antara mata dan bibirku.

Demi Tuhan, jantungku nyaris copot. Aku tidak suka, perasaan gugup yang menggila. Tapi juga menyenangkan.

"Kinal..." bisiknya pelan.

Aku tau aku telah tenggelam oleh pesonanya kini. Lelah yang tadi menggebu meminta jatah waktu istirahat, tiba-tiba saja lenyap. Berganti oleh perasaan menggebu yang lain.

"Aku ingin..."

Ya, aku tau.

Aku tau Veranda mau apa!

Hidungnya sudah menempel di ujung hidungku, membuat nafas kami bertempur. Dan kesalnya, Veranda tersenyum dan memundurkan kepalanya saat aku telah nyaris menemui pagutan bibirnya.

"Ah, shit!"

"Hahahah..."

Tawanya terdengar renyah, sementara aku mengumpat dalam hati.

"Aku ingin makan. Laper banget. Bener kata Mami, kamu pasti sembrono kalau ngajak temen main. Aku dibiarin kelaperan begini."

Aku mengatupkan bibirku, kemudian mengusap daguku untuk berpikir sejenak.

"Mmm, nggak ada option lain?" tanyaku dengan satu alis terangkat.

Kutunjukkan senyuman tengil padanya, dan mengedipkan sebelah mata hingga ia terkekeh pelan.

"No way, nggak kali ini." ujarnya pelan sambil mendorong pelan bahuku.

Dia menangkap godaanku dengan cara yang seperti dugaanku sebelumnya. Mengira aku akan memberikan saran yang tidak-tidak untuk malam ini.

Padahal, aku punya maksud lain dibalik godaanku yang tepat ke sasaran target dugaanku.

"Dari pada pesan atau masak, kenapa nggak kitanya aja yang keluar lagi cari makan? How?"

Kedua alis Veranda terangkat, "Seriously?"

Aku mengangguk mantap, tanpa ada rasa ragu sedikit pun. Bahkan sudah kupungut kunci mobil yang tersimpan di saku jeans ku.

"Memang nggak capek? Kita baru aja berjam-jam di perjalanan naik kereta loh?"

Aku tau kalimat ini tidak seharusnya aku keluarkan, tapi dengan hal ini Veranda langsung diam seribu bahasa dan tiba-tiba saja menarik tanganku keluar dari apartemen.

"Daripada capek berjam-jam cuma di atas tempat tidur kan?"

Aku melihatnya, semburat merah di pipinya yang bulat. Dan rasa kemenangan menghampiriku karena ia hanya mampu bergumam kesal sendiri.

"Awas aja yah. Lain kali aku pasti bales kamu deh. Lihat aja nanti!"

"Hahahahahah!"




*****

Dinda Assegaf alias Mbak Dinda is Arab-Indonesian girl. Supaya nggak penasaran lagi, sudah saya sertakan visualisasinya di atas. Yes, dia cantik banget tanpa kacamata (but i still prefer she wear her eyeglass). Dan terlihat muda di usianya yang sudah 28 tahun. See ya!

DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang