Bahkan saat demam, Ayyash masih bisa bercerita dan ngobrol lama. Maklum, batere nya alkalin hehehe.. Saya mengecek suhu tubuhnya, 39,5 derajat, dan kami sudah ngobrol tentang film kartun, perubahan cita-citanya dari pilot menjadi pemanah, kenapa tiap manusia itu unik, dan akhirnya sampai di topik penyakit.
"Sakit itu penggugur dosa, nak. Yang sabar, ya," saya mengganti kompres di dahinya. Ayyash tahu itu. Dulu kami juga pernah berbicara tentang ini. Dia juga tahu bahwa dia belum baligh dan belum dihitung amalnya."Mungkin ini untuk bunda," ujarnya. Saya mengangguk. Ayyash menatap dada dan perutnya yang berbercak merah, lalu kembali menangkap manik mata saya.
"Mungkin Allah menciptakan Ayyash begini supaya bunda bertaubat," ujarnya serius. Saya coba menangkap maksudnya.
"Maksudnya Allah menjadikan Ayyash sakit kali ini supaya bunda bertaubat, ya? Karena dosa bunda?"
"Iya. Terus, kenapa bunda belum bertaubat juga?" Untuk kesekian kalinya di usia lima tahun, Ayyash membungkam saya.Bukan berarti saya mengajarkan padanya bahwa sakit itu hukuman. Karena sebenarnya sakit bisa jadi sarana introspeksi diri. Sarana kasih sayang Allah juga. Waktu sakit kita jadi bisa istirahat, kan. Jadi lebih memaknai syukur nikmat, jadi lebih banyak istighfar, dan melalui sakit juga Allah menghapus dosa-dosa kecil juga.
Yang saya tangkap dari kalimat Ayyash, kira-kira begini; bunda, aku kan lagi sakit, nih. Ini kesempatan emas buat bunda supaya makin dekat sama Allah. Melalui do'a dan taubat. Siapa coba yang paling kuat bondingnya sama aku? Kan bunda. Siapa juga yang doa nya untukku paling cepat diijabah Allah? Bunda juga. Omongan bunda aja buatku bisa jadi do'a, lho. Jadi, do'akan aku, ya bun.
Terus kan bunda, supaya permintaan kita makin cepat menembus langit, kan kita harus bersih ya bun. Kayak yang kata pak ustadz waktu itu, do'a juga harus diiringi taubat, ikhlas dan ketulusan. Percaya sama ketetapan Allah, apapun jawabannya. Nah, pas aku lagi sakit gini, tepat banget waktunya bun. Coba dilihat lagi ke dalam hati bunda. Siapa tahu selama ini bunda kurang sabar, kurang ikhlas, kurang tulus. Menghadapi aku atau menghadapi penyakitku. Atau mungkin ada maksiat bunda yang berefek padaku.
Bunda ingat, kan waktu dulu aku masuk UGD karena bencana kabut asap di Riau tahun 2013, trus penyakitku berlanjut sampai sebulan kemudian? Selain ngasih obat, dokterku juga minta bunda dan abi sholat taubat, terus mohon kesembuhan sama Allah. Kan bunda pernah bilang sama aku, kualitas hidup kita berbanding lurus dengan kualitas iman kita. Hayoo.. bunda lupa, ya?
Nah, bun. Jangan terlalu sedih sama keadaanku saat ini. Biasa aja lah bun, jangan dibawa yellow. Ini penyakit kan dari Allah, jadi biarkan Allah yang bertindak sesuai kehendak Nya. Banyak anak lain yang kondisinya lebih parah dari aku. Berdo'a yuk, bun. Perbaiki diri. Supaya getaran postif nya ngaruh juga ke aku..
Makasih banyak, Ayyash. Kembali jadi pengingat bagi bunda. Barakallah, nak. Syafakallah
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Cinta
Non-Fiction#40-parenting on 26/6/2019 #18-parenthood on 29/7/2019 (Patut disyukuri untuk newbie seperti aku. Alhamdulillah..) Karena menjadi orang tua berarti petualangan, pembelajaran, pengalaman tanpa henti. Proses panjang, seumur hidup. Apa yang kutulis dis...