Keep Calm Cause I Am A Gifted Child

31 4 0
                                    

Ada kalanya, sebagai emak zaman now yang pernah jadi anak zaman old, saya pengen Ayyash belajar dengan cara 'biasa'. Duduk rapi, menyimak, menyalin, baca buku tenang-tenang. Tapi apa daya pengen sebatas pengen, nggak jadi kenyataan hahahahaha...

Ada kalanya, waktu saya sedang lelah body yang berujung pada lelah hati, saya maunya Ayyash bermain dengan cara 'biasa'. Ya main mobil-mobilan, nonton vcd edukasi, panjat-lari-lompat yang biasa aja lah, kayak anak lainnya. Apa daya kemauan sebatas mau. Kenyataan beda jauh wkwkwkwk..

Tapi memang begitulah anak saya, unik. Seperti halnya anak-anak lain yang mungkin punya keunikan sendiri-sendiri. Sekilas Ayyash seperti nggak acuh, selalu bergerak, walaupun saat belajar. Satu lembar worksheet bisa berjam-jam kelarnya. Bertanya nggak henti-henti, giliran dijawab malah dia cuek bebek. Semua dilihat, semua dipegang, semua dicoba. Yang nggak biasa bertemu Ayyash bakal heran, ni anak hyperactive yak? Hahaha.

Gaya belajar audio kinesthetic memang begitulah adanya. Belajarnya melalui gerakan, sentuhan, dan pendengaran. Sangat minim menggunakan penglihatan. Anak audio kinesthetic lah yang di kelas sering dikeluhkan guru karena terkesan cuek, nggak menyimak saat guru menerangkan, lasak dan nggak mau diam, lamaaaaaaaa saat disuruh mengerjakan tugas. Padahal mereka justru biasanya cerdas lho. Karena mereka belajar dari pengalaman langsung dan kurang suka mengamati dalam waktu lama, maka memang model kelas konvensional yang mengharuskan  duduk diam menyimak dan mencatat membuat mereka nggak nyaman.

Terlepas dari kenyataan bahwa Ayyash gifted child--dengan kecerdasan di atas rata-rata namun bermasalah dalam komunikasi dan sensory, gaya belajarnya memang mengharuskan saya punya stok kreativitas dan tenaga yang mumpuni. Jika anak lain belajar membaca dengan benar-benar membaca buku, maka Ayyash akan belajar membaca sambil kami berjalan-jalan. Melihat spanduk, merk toko, atau saat berbelanja. Saya akan memberi daftar belanjaan dengan huruf yang besar supaya dia bisa membacanya. Bukan cuma saat berlatih membaca, tapi juga belajar hal lainnya. Ada kalanya dia tekun sekali membaca bukunya dan membuka-buka ensiklopedia jika sedang tertarik pada hal baru, tapi sebagian besar cara belajarnya memang berdiskusi.

Belajar juga dilakukan sambil bermain. Menyembunyikan mainannya dalam game harta karun, dengan peta dan petunjuk misalnya. Atau balapan mengumpulkan flash card, sambil memasak, sambil berkebun, blusukan ke semak-semak, sambil membuat prakarya, merakit lego, endesbre endesbre.

Terkadang saya harus ekstra sabar saat dia mulai kehilangan fokus dan menolak kontak mata, atau mogok saat melihat benda yang merangsang kesensitifan sensorinya--kancing atau liur misalnya. Berulang kali mengatakan instruksi untuk satu tugas, saat dia kelihatan bingung dan 'nge-blank', biasanya ini tanda dia lelah dan butuh break. Saya juga harus ekstra jeli melihat perubahan sikap yang berhubungan dengan kondisi fisiologisnya. Karena Ayyash masih belum sensitif terhadap rasa lapar, lelah dan mengantuk. Kalau nggak diingetin atau dipancing untuk merasakan perubahan itu di tubuhnya, dia bakal lanjut terus beraktivitas. Padahal badannya udah melambai ke kamera hehehe..

But overall, saya juga merasakan berbagai keajaiban dan hal-hal mengezutkan dari pembelajaran bersama Ayyash selama ini. Betapa dia sangat pengertian di waktu-waktu tertentu. Sangat ringan tangan membantu pekerjaan rumah--yang juga bagian dari latihannya (life skills). Antusiasme yang ditunjukkannya ketika bertemu hal baru, kesediaannya belajar dari siapa saja, dimana saja, kapan saja. Saya terperangah menyadari kecerdasan logis strategi Ayyash yang melompat jauh dari usianya. Gaya berpikir dan kemampuan analisanya yang setara anak usia 10-11 tahun, padahal usianya saat ini belum genap 6 tahun. Kemampuannya mengkonversi pertanyaan dan informasi membuat saya kelabakan dan terus menambah pengetahuan. Kreativitasnya dalam membuat sesuatu menjadikan kami jarang membeli mainan atau pajangan baru. Ayyash lebih suka membuat sendiri mainan dan pajangan untuk menghias kamarnya. Karena itulah dia lebih nyaman bergaul dengan remaja dan orang dewasa, karena saat bermain dengan teman sebaya, cenderung nggak nyambung. Temannya masih mikir simple, Ayyash sudah mendetail. Hahaha.

Pastinya saya masih harus berjuang membantunya mengatasi hambatan komunikasi sosial dan sensori integrasi. Bagaimanapun dia harus keluar dan bergaul, membaur dengan lingkungan agar kecerdasannya bisa bermanfaat. Tapi saya terus ingatkan ke diri sendiri untuk banyak-banyak bersyukur atas kelebihan yang dititipkan Allah pada Ayyash. Dengan bersyukur lah saya bisa membuka mata melihat potensi dan bakatnya.

Hingga suatu hari nanti dia bisa dengan santai berkata, "keep calm, cause I am a special gifted child."

Jejak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang