Selama Makyas menyetrika, Ayyash menggeret selimut, helm, cangkir, dan menumpuknya di antara gunungan pakaian yang masih kusut.
"Ini bahannya."
"Bahan apaan, Yash?"
"Dulu kan Ayyash buatkan rumah untuk Puput," Puput itu kucingnya yang tewas bulan April lalu. "Sekarang Ayyash buatkan rumah untuk Pucil."
Makyas ber 'ooh' ria dan lanjut menyetrika. Tapi hanya sebentar, secara anaknya numpukin baju-baju yang akan disetrika menjadi bagian 'rumah Pucil'. Makyas mendesah melihat ruang tamu yang berantakan dan mematikan setrika.
" Ini rumahnya bagus lho Nda. Luar nya luas, tapi dalamnya sempit. Anget ini."
"Ooh, kayak igloo gitu, ya."
"Ini ada kawah di atasnya." Dia meletakkan cangkir di atasnya.
"Hah?"
"Itu, kawah yang mengeluarkan asap. Kayak rumah di buku-buku itu."
"Ooh, itu," Makyas terkekeh. Kayaknya Ayyash ingat sama model rumah di buku Rumah Beratap Merah karya Enid Blyton yang pernah mereka baca bersama.
"Itu bukan kawah namanya. Itu cerobong asap. Rumah yang kita lihat di buku itu ceritanya ada di Inggris. Di sana dingin, kalau musim dingin banyak salju. Penghuni rumah menyalakan api di perapian supaya hangat. Asap perapian keluar dari cerobong asap itu."
"Di dapur ada juga."
"Oh? Really?"
"Yes. I know."
"Nanti kita lihat lagi lah ya."
"Ini rumah Pucil istimewa. Cuma dia yang punya rumah pake kawah di atasnya."
Okay, Ayyash. As you said 😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Cinta
Non-Fiction#40-parenting on 26/6/2019 #18-parenthood on 29/7/2019 (Patut disyukuri untuk newbie seperti aku. Alhamdulillah..) Karena menjadi orang tua berarti petualangan, pembelajaran, pengalaman tanpa henti. Proses panjang, seumur hidup. Apa yang kutulis dis...