Jangan Kalah Dong!

39 5 0
                                    

Nulis ini di kamar Ayyash, ada cermin gedenya. Karena ini esai seyogyanya buat 'penampar' diri sendiri huehehe..

#*#*#*#*#*

Si little baby honey menangis tiada henti, meminta perhatian kita. Ihik ihik dikit, dicuekin. Tambah volume, masih dianggurin. Hokeh, fine! Kasih super power HOAAAAHOAAAA!! Emaknya dateng tergopoh-gopoh. Sip, baby belajar hal baru; bahwa dia harus selalu berinovasi. Kalo gaya nangisnya biasa aja, kurang menarik perhatian. Kalo bayi mungil saja bisa inovasi, apa kaabar kita yang sudah dewasa? Harusnya lebih kreatif lagi, lebih banyak belajar lagi. Masak puas sama  yang begitu-begitu ajah? Jangan kalah dong, malu ah sama bayi 😁

Si lima tahunku yang ceriwis mulai bertanya "Kenapa? Kenapa harus begini? Kok nggak begitu? Kok bisa? Kenapa? Bunda tahu dari mana? Ada contohnya?" satu jawaban berlanjut ke pertanyaan lain. Kadang nggak percaya pula sama jawaban yang saya beri. Bikin keki, kadang capek hati. Huhu plis.. Honey. Percaya aja sama jawaban Bunda kenapa? Sebenarnya dia mah sedang praktek 'berpikir kritis dan skeptis'. Nggak langsung percaya sama informasi yang didapat. Cara berpikirnya yang logis membuatnya ingin sesuatu yang 'pasti' dan nyata, sekaligus ingin memastikan apa yang dia terima itu benar adanya. Kita yang dewasa sering lupa bertanya "Kenapa? Benarkah? Tahu dari mana?" ketika mendapatkan suatu informasi. Main glek telen ajah, nggak dikunyah dulu. Langsung komen dan sebar ajah, nggak lihat dulu ini sumbernya dari mana. Ah, jangan kalah dong sama si lima tahun 😘

Si balita lasak baru saja kita pelototi. Ya gimana, kita bukan ibu peri baik hati yang selalu senyum nggak pernah emosi. Kadang lemah iman sama capek bodi bikin tingkah dan kata-kata lupa dikasih filter. Saat duduk sambil istighfar, si kecil mendekat. Elus elus kepala dan pipi kita, sambil menatap dengan mata beningnya, lalu mencium tangan kita, "maaf Bunda.. Nggak lagi-lagi. Bunda capek ya? Maaf Bunda." Dia langsung meminta maaf dan detik itu juga memaafkan kita. Mudah sekali baginya melupakan kesalahan kita tadi. Lima menit kemudian dia sudah gelayutan manja di pelukan kita, tertawa lepas membawa penat kita ke awang-awang. Betapa kita yang dewasa sering berlaku sebaliknya, sulit melupakan. Kayak gajah yang tak pernah lupa, kita ingat-ingat kesalahan orang lain pada kita. Diungkit setelah jauuuhh hari, bahkan si pelaku pun sudah lupa dia pernah melakukan  itu. Padahal waktu itu udah selesai perkara, deh. Udah maaf lahir batin pake salam-salaman. Bukankah mengungkit kesalahan lama juga berarti membuka luka yang hampir kering? Ah, jangan kalah dong sama anak-anak. Kalau sudah memaafkan sebaiknya tidak diungkit lagi 😊

Anak-anak memang bertubuh lebih kecil dari kita, tapi ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari perilaku mereka. Selalu ingin tahu, tak mudah menyerah, percaya sepenuh hati, belajar dari mana saja dan dimana saja, serta mudah memaafkan. Kita yang dewasa terkadang lupa bahwa kemurnian jiwa mereka justru adalah hal terindah yang hilang dari kita.

9917

Jejak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang