Berani Melepas Tangan

33 3 0
                                    

Dulu, duluu waktu Ayyash usia empat setengah saya melakukan kesalahan ; mencemplungkan dia ke lautan sosialisasi secara paksa.
What??
Yes, I did.

Saya khawatir dengan perkembangan sosialisasinya, saat anak sebayanya sudah mulai mencari teman, bermain bareng (bukan memainkan suatu permainan bersama-sama tapi bermain  di waktu dan tempat yang sama), dia masih nempel ke saya. Benar-benar tergantung pada saya. Bahkan menangis kalau saya nggak kelihatan, misalnya saat saya sedang ke kamar mandi. Lha gimana inih?

Jadi waktu suatu hari dia bilang, "Bosen, bunda," lalu dia tertarik bermain di sebuah sekolahan, saya putuskan menyekolahkan dia. Awalnya dia senengnya pake banget, excited luar biasa, bersemangat. Lalu setelah beberapa bulan semangatnya hilang. Mulai nangis, mogok sekolah. Padahal TK nya waktu itu keren banget lho. Guru-guru disana baik, sayang anak, berdedikasi tinggi. Sekolah dan orang tua bekerja sama untuk mendidik dan membahagiakan anak. Bahkan mereka mau menyesuaikan beberapa program dengan personal curriculum yang saya susun untuk Ayyash.

Lha apa jadi masalahnya? Uh-oh, ternyata saya terlalu terburu-buru mengenalkan ayyash dengan sosialisasi. Rupanyaa.. Ada langkah-langkahnya, bukan sekedar bawa anak ke tempat ramai, dia akan bermain dengan teman sebaya. Jadi yang harusnya saya lakukan adalah :

1. Kenalkan dengan orang sekitar. Anak tahu wajah dan info umum orang di sekitar kita.
2. Small peer group. Anak terlibat dengan kelompok bermain kecil, 1-2 orang saja dulu. Di bawah pengawasan ortu
3. Ajak bermain bersama-sama bukan sekedar bermain bersama dengan kelompok tadi
4. Ortu terlibat di kegiatan sosial dan anak diajak serta, supaya bisa melihat dan mempelajari perilaku sosial.
5. Jika ia terlihat menikmati bermain bersama temannya, bolehkan ia bermain bersama kelompok yang lebih besar dan memainkan permainan yang memakai aturan.

Menyekolahkan anak ternyata bukan cara tepat mengajarkan anak bersosialisasi. Bersosialisasi justru dimulai dari rumah. Apalagi anak memiliki kelekatan kuat dengan ibu hingga usia 5 tahun. Karena itu para ahli psikologi dan pendidikan  menyarankan -TK A usia 5, B usia 6, SD usia 7. Matangkan dulu jiwa dan mentalnya, pastikan dulu rasa aman dan puaskan kelekatan pada ortunya, baru lepas ia bersosialisasi. Di lingkungan sekitar maupun sekolah.

Sekarang Ayyash menjalani pendidikan  di rumah (homeschooling). Ayyash sendiri yang memilih, setelah saya dan Abyas memberi gambaran dan perbandingan antara belajar di sekolah dengan belajar di rumah. Masalah sosialisasi tetap menjadi hal yang saya perhatikan apalagi usianya sudah cukup matang untuk 'keluar rumah'. Tapi kali ini saya lebih hati-hati, saya selesaikan dulu beberapa hal sebelum melepas tangannya :

1. Akidah
2. Kemandirian
3. Emosi
4. Kognisi
5. Sosial

Saya letakkan sosial di urutan bawah karena Ayyash harus punya pondasi agama yang kuat dulu sebelum dia keluar. Lingkungan kami sangat heterogen dan Ayyash harus yakin dengan agama yang dipegangnya. Lalu kemandirian dan emosi agar dia bisa mengelola perasaannya dan bisa mengurus dirinya saat di luar rumah. Beberapa kali terbukti hal ini sangat berpengaruh. Saat bermain di rumah temannya Ayyash membereskan mainan setelah bermain, berbagi dan bersikap sopan, atau meletakkan  piring bekas makannya ke wastafel. Lalu kenapa kognisi di atas sosial? Agar dia punya izzah. Kebanggaan. Harga diri. Dengan itu ia punya modal untuk berbaur dan mewarnai lingkungan sekitarnya.

Jika ia sudah sampai disini, maka tahapannya sudah sempurna. Saya sudah berani melepas tangannya sepenuhnya, yakin dia bisa menjaga dirinya.

Jejak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang