Bunda, Kenapa? (2)

26 4 0
                                    

Setelah pertanyaan pengguncang jiwa yang ditanyakan Ayyash hari sebelumnya, saya nyari-nyari waktu yang tepat untuk bertanya dan diskusi. Penasaran juga, kenapa ya dia nanya begitu?

Saat lowong baru didapat esoknya, waktu akan ke rumah Eyang, membantu Eyang ngerjain NHW (Nice Homework) dari Komunitas Ibu Profesional. Sambil jalan kaki dan menunggu ojol, saya membuka diskusi.

"Yash, eum, kenapa Ayyash kemarin siang nanya gitu? Yang 'Bunda kok dulu nggak ngajak Ayyash main?' yang itu.."

"Yang mana? Ayyash nggak ingat."

"Yang kemarin siang.." saya mengulangi kalimat anak saya lagi. Ayyash memandang jauh dan memiringkan kepala, khas dia kalau lagi mikir.

"Ooh, itu. Waktu di rumah dulu itu, yang rumah besar. Sebelum kita ke rumah mungil."

Saya manggut-manggut. Oh, jadi kejadiannya memang saat dia usia 2,5-2,9 tahun. Rumah besar itu maksudnya rumah yang kami sewa dulu, sebelum pindah ke rumah kami sekarang.

"Itu kan, Bunda kan kerja aja. Ayyash main sendiri. Terus bingung, kalau gini siapa yang megang Dusty."

"Ooh, gitu ya. Jadi gimana perasaan Ayyash?"

"Sedih. Mm.. Bingung. Sepi."

Sampai disini saya ngerjab-ngerjab nahan air mata. Nyesel udah nanya, boo.. Tapi kepo.

"Terus? Kalau di penitipan?" dia ingat nggak, ya?

"Mm.. Itu rame. Tapi nggak ada Bunda."

"Ooh. Jadi bagusnya waktu itu gimana menurut Ayyash?"

"Harusnyaaa.. Bunda itu waktu Ayyash main, Bunda temani Ayyash main. Waktu Ayyash makan, bunda baru kerja."

Jiahahahaha.. Kantor mana yang jam kerjanya singkat gitu, Nakkuu..

"Maaf ya, dulu Bunda nggak sering nemenin Ayyash. Kan dulu Bunda belum dapet banget ilmunya."

"Iya, nggak apa-apa. Sekarang Bunda udah belajar?"

"Udah. Kan sekarang lagi belajar. Kan? Kan?"

Dia manggut-manggut lalu kembali fokus pada Om Ojol yang nggak nyampe-nyampe di tempat kami.

Duh, maafkeun ya Nakku.. Saat itu Bunda nggak bisa maksimal nemenin kamu. Walau Bunda usahakan bersamamu di sela pekerjaan kantor dan kegiatan outdoor Bunda, ternyata masih lost juga. Maaf ya Nak. Karena tiga tahun itu tak bisa Bunda tebus dengan tiga, enam, sepuluh tahun ke depan, karena waktu tak bisa berputar ke belakang. Tapi Bunda akan memperbaiki waktu yang masih tersedia untuk kita. Hari ini, esok, dan esoknya lagi. Sampai ajal menggamit tangan salah satu dari kita.

Terima kasih sudah memberi kesempatan pada Bunda untuk menikmati masa 'bekerja di luar rumah'. Walau Bunda tahu kamu rela karena tak ada pilihan lagi. Maka kini Bunda tak lagi menatap cemburu pada Ibu-ibu yang modis dan berblazer karena Bunda sudah pernah mengalaminya. Bunda takkan  kepo pada sibuknya dunia kantor dan korporasi karena pengalaman Bunda sudah cukup disana.

Sekarang giliran Bunda menemani kamu seutuhnya, sebanyak mungkin. Kalau pun kamu sebentar lagi akan berbaur dengan teman-teman di sekolah atau komunitas HS, bunda akan ada di belakangmu. Dengan support dan pengawasan, Insya Allah.

Selebihnya Bunda serahkan pada Allah, Nak. Dia sebaik-baik penjaga. Dia yang akan menggandeng tanganmu saat jarak kita tak bisa Bunda retas. Terima kasih, Nak. Untuk semuanya. Termasuk untuk pertanyaan kamu kemarin.

Jejak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang