Tidak ada yang lebih indah, selain bunyi bel tanda istirahat yang mengurungkan niat sang guru killer yang ingin memeriksa soal membosankan yang dikerjakan para muridnya.
Zena. Sang 'Ratu Sekolah' terlihat dengan gegas merapikan bukunya, lalu merosot keluar tanpa tunggu aba-aba. Jangankan Arga, Poppy saja teman sebangkunya tak sempat mengeluarkan suara karena sosok Zena sudah menghilang dibalik pintu bagai roket yang meluncur ke angkasa.
Zena mempercepat langkahnya menyusuri lorong area kelas XI IPA, tempat di mana daerahnya dan berharap segera tiba dilantai satu. Kedua penyangganya berjungkat menuruni tiap anak tangga hingga akhirnya tiba di bawah.
Nampak, gumpalan asap mengepul-ngepul di atas ubun-ubunnya. Rautnya pun kencang menyiratkan amarah yang masih dipendam. Gadis berambut panjang di atas pinggang itu segera menyeberangi lapangan upacara, kemudian menuju area kelas XII IPA. Lebih tepatnya daerah kakak kelas.
Pandangan heran bercampur bingung seakan tersorot ke arahnya. Semua yang tadinya bagai semut yang bersimpang-siuh dijalan, mendadak membuka lebar bagai tongkat musa yang membela lautan. Semua memberi jalan untuk dirinya. Yah, itulah enaknya menjadi icon penting di sekolah. Dihormati dan disegani. Tak terkecuali Senior. Mereka tetap harus tunduk kepada Zena.
Papan kelas XII IPA 4 terpampang nyata di hadapannya. Tanpa permisi, gadis pirang itu menerobos ke dalam. Nampak, sebagian orang yang masih betah di dalam sana terkejut memandangi sosoknya seraya berbisik-bisik.
Mata bulat Zena, kini mengarah ke bagian sudut kelas. Dua makhluk yang diincarnya nampak sedang merias wajah mereka semenarik mungkin.
BRAAKK
Satu hantaman keras dimeja tempat di mana kedua gadis itu duduk, sontak membuat semua pasang mata tersorot kepadanya. Kedua gadis itu nampak sangat terkejut dan sedikit ketakutan melihat sorotan mata Zena yang mengganas seperti hewan buas.
"Mo ngapain lo kesini?"tanya Priska turun dari tumpuannya seraya memberanikan diri membalas tatapan Zena.
"LO CARI MATI YA?"bentak Zena langsung mencengkeram kerah Priska erat hingga membuat gadis itu serasa tercekik.
"Apaan sih lo? lepasin gue gak?"Priska berusaha meloloskan diri dari sengatan Zena.
"Eh, lo anak kelas dua ngapain lo dateng-dateng main narik baju teman gue? mo sok jagoan lo disini, hah?"hardik Jeny mendorong pundak Zena tak takut.
Mata Zena tersorot tajam ke arah gadis yang bibirnya sudah merah seperti gincu itu.
"LO DIEM,"sentak Zena kini fokus ke arah Priska.
"Dan lo, apa maksud lo ngedorong gue kemarin?"cetus Zena masih mencengkeram kerah gadis berpita ungu itu.
Priska menyeringai remeh,"Oh em ji, helow...! Lo datang ngelabrak gue cuman karena dendam dipestanya Rian kemarin? pengecut lo!"
Priska mendorong tubuh Zena hingga gadis itu terundur ke belakang. Cengkeramannya lepas. Priska bebas.
"LO ITU GAK PANTAS JADI RATU SEKOLAH TAU GAK? ANAK MANJA YANG KERJANYA CUMAN POROTIN DUIT ORTU KAYAK LO HARUSNYA NYADAR,"hardik Priska tak segan menunjuk-nunjuk Zena remeh.
"Bener tuh kata lo Pris. Dia itu gak pantas jadi Ratu yang dibanggakan semua orang,"timpal Jeny mengolok-olok.
Zena terdiam sejenak membiarkan dua makhluk centil itu berkicau semaunya. Magma dalam perut buminya sudah meletup-letup dan sebentar lagi siap ia semburkan kepada dua gadis sok-kecantikan di hadapannya ini.
"Gue curiga. Jangan-jangan dia kepilih jadi Queen sekolah bukan karena bakatnya dia, tapi karena uang sogokkan kali."Jeny terkekeh remeh.
"Bener tuh Jen. Gue juga curiga kok bisa uangnya banyak gitu. Jangan-jangan ortunya pesugihan lagi,"tambah Priske tergelak tawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sultan Sekolah [COMPLETED]√
Teen Fiction[Proses Revisi] Info! Cerita ini mengandung unsur pembangkit emosi seperti marah-marah, sedih, terharu, takut dan Baper-baperan pastinya. Diharapkan yang punya ketahanan hati saja yang membacanya. Karena Novel ini memiliki campuran genre antara Roma...