PARFUM

431 27 18
                                    

Zena  segera mengusap air matanya begitu gadis berambut sebahu dengan napas terengah-engah itu berjalan menghampirinya.

"Lo gak apa-apa?"tanya Poppy kini sudah bertumpu di depan sahabatnya itu.

Zena diam tak bergeming. Suaranya seolah tercekat hingga tak mampu membalas kata-kata sahabat karibnya.

Poppy segera mengambil posisi duduk disebelah Zena.

"Brengsek banget sih tuh cowok. Pengen gue labrak deh,"kesal Poppy dengan nada ketus.

"Harusnya kalo dia gak mau nih ya, bilang dong! bukan main kasar gitu. Apa sih, jadi cowok kurang ajar banget,"gerutu Poppy berkobar-kobar.

Zena meremas jemarinya erat. Entah kenapa, dadanya kembali perih seperti ditusuk-tusuk.

"Dan ini, coba lihat. Ya, ampun tangan lo sampai luka kek gini pasti cuman karena buatin bekal sama si Arga kan?"ujar Poppy menarik pergelangan Zena.

"Gue gak apa-apa kok Pop,"tepis Zena menarik lengannya.

Poppy menatap Zena intens."Na, lo itu jangan mau kalah sama si cupu Lavi."

"Gue sebenarnya gak suka liat lo dibentak-bentakin Arga. Tapi, gue juga ngedukung lo untuk dapetin dia,"tutur Poppy nampak bingung.

Tangan Zena mengepal erat. Matanya kini melorot tajam. Rasanya,Poppy baru mengingatkan dia pada sesuatu yang maha penting. Sesuatu yang menjadi biang keladi dari semua kekacauan ini.

"Lo benar. Gue gak boleh kalah sama Lavi."Zena memalingkan wajahnya tajam.

"Eh, Na. Lo mo kemana lagi?"heran Poppy melihat teman sebangkunya itu melangkah pergi begitu saja. Tak ingin ditinggal, ia pun segera bangkit dan menyusuli Zena yang kini sudah merosot lebih dulu ke bawah.

Tak berapa lama kakinya sudah menapaki lantai dua. Dengan emosi yang meluap-luap Zena melangkah secepat mungkin menuju kelasnya yang berada di belokan, tengah.

Sepatu putihnya menyentuh lantai kelas. Matanya segera mengincar sosok-sosok yang ingin diseruduknya. Raffa. Sasaran pertama yang ingin dihampirinya.

Ketiga lelaki yang tengah asyik bersenandung sambil berjoget-joget itu, kini terhenti tiba-tiba. Bagai aliran air yang disumbat.

Tatapan memangsa kini tersorot kepada Raffa. Pria itu menelan ludahnya pelan. Ia nampak sedikit takut menerima sorotan sang 'Ratu Api', julukkan untuk Zena.

"A-ada apa?"tanya Raffa setengah gugup.

Zena tak segan mencengkeram kerah pria  berambut agak gondrong itu marah. Matanya melotot Raffa.

"Lo sengaja ya ngasih gue info salah kemarin?"ketus Zena.

"I-info apa?"tanya Raffa mencoba mengingat-ingat.

Rahang Zena mengeras."INFO KALAU ARGA SUKA UDANG. LO SENGAJA KAN?"

"Tunggu, tunggu dulu."Raffa mengangkat tangannya ingin menjelaskan.

"APA?"emosi Zena mulai melunjak.

"Sumpah! itu bukan gue yang salah ngasih info. Tapi si Lavi. Kan kemarin elo yang nyuruh gue nanya ke dia,"jelas Raffa tak ingin disalahkan.

"LAVI?"

Jemari Zena kini mengumpul erat. Rasanya, ia bisa meremukkan tulang-belulang jari-jarinya sekarang.

"Salahin ke dia dong. Kan gue gak salah,"protes Raffa membenarkan kerahnya yang berkerut akibat dicengkram Zena.

Tak butuh waktu lama Zena langsung menghambur keluar mencari sasaran keduanya. Emosinya naik dua level. Sudah bisa dibayangkan, betapa panasnya sang Ratu sekarang, hingga gumpalan asap nampak dimana-mana. Kepala, hidung, bahkan telinga.

Sultan Sekolah [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang