SAHABAT YANG SEBENARNYA

363 18 14
                                    

"Sahabat bukan dia yang Sudah lama kamu kenal, tetapi dia yang menghampiri dan singgah di hidupmu lalu tak pernah meninggalkanmu"

                       >>•JENTERA•<<

Sejak kejadian di pantai itu, perlahan Aku mulai membuka diri menerima semua kenyataan pahit yang menimpaku. Aku meminta maaf pada Ayah atas ucapan kasarku, dan mencoba membiasakan diri dengan keluarga Hartadi-mantan pembantuku.

Mila ternyata seumuran denganku, hanya saja kami tak memiliki nasib yang sama. Mila berhenti sekolah sejak kelas dua SMP. Orangtuanya tak sanggup menyekolahkannya karena biaya. Dan akhirnya, Mila harus membantu menjadi tulang punggung keluarga untuk membantu Ibu dan kakaknya, juga adiknya Arif yang kini duduk dibangku SD kelas tiga.

Kini Aku duduk disamping Ayahku memandangi Mila, Mang Hartadi, Arif dan Ibunya yang sibuk membuat kerangka ketupat. Sungguh! keluarga yang harmonis menurutku. Hanya saja Aku merasa ada yang kurang dari keluarga Mang Tadi. Yah, benar! Ayah. Di mana Ayah mereka? Sudah tiga hari Aku disini, dan sama sekali belum pernah melihat Ayah mereka.

Aku juga tak berani menanyakan kepada Mila karena Aku belum bisa membuka diriku sepenuhnya dengan dia. Untuk itu, wajar saja kalau Aku terkadang masih berlaku dingin kepada gadis Malang itu. Aku memang sulit untuk berbaur dengan orang-orqng baru. Yah, contohnya seperti mereka ini.

Aku tahu Mang Tadi sudah baik mau membantuku. Tapi, tak semudah itu bagiku untuk dekat dengan orang lain. Untuk itu, Aku terkadang ketus kepada Mila dan juga Arif.

"Bu Arif lapar bu,"rengek Arif yang masih duduk dibangku kelas tiga SD.

"Kita sudah habis beras Jang, apa kita hutang saja dulu diwarung bu rahmi?"desah Ibu Mila kepada Mang Tadi.

"Iya, ehm, Ujang juga tidak punya uang sepeser pun sekarang Mak. Laut sedang kencang"sahut Hartadi yang kini beralih profesi menjadi seorang Nelayan.

"Ya sudah, Mila kamu sekarang pergi ke warung bu Rahmi terus minta beras seliter saja. Bilang ibu akan secepatnya bayar"titah wanita yang kini sibuk melihat daun kelapa itu.

"Iya bu"Mila segera bangkit dan bergegas menuju warung.

"Arif yang sabar ya Nak?"hibur Ibunya.

Entah kenapa, Aku jadi merasa kasihan melihat kondisi keluarga Mang Tadi. Arif yang merengek-rengek sambil memegang perut. Ditambah lagi, Mang Tadi. Gajinya bahkan belum sempat diberikan. Tapi ia sama sekali tak menuntutnya dan malah mau membantuku.

"Tunggu Mil, gue ikut"ujarku segera bangkit dan seketika membuat Mila bahkan keluarganya mendingan ke arahku.

Kami pun segera beranjak beriringan. Tentu saja, Mila terkejut karena tiba-tiba Aku mau pergi dengannya. Sejauh ini Aku kan tak pernah akrab dengannya. Hanya saja, karena Mila orang yang baik hati dan sabar, ia selalu tak ambil pusing dengan semua lontaran kasar dan dinginku.

"Eh, Mil siapa itu atuh? cantik pisan"ujar seorang lelaki dengan topi petani.

"Ini teman Mila bang dari kota"sahut Mila merekah.

"Sejak kapan kamu punya teman dari kota atuh?"heran pria yang menenteng jangkul dipundaknya.

"Ehm,"Mila terdiam.

"Ya udah, aku pergi dulu ya Mil"pamit pria itu segera berlalu.

Kini tatapanku teralih ke arah Mila.

"Lo bilang apa tadi? teman? sejak kapan lo jadi teman gue?"cetusku tak terima.

"Ehm, maaf"ucapnya lirih.

Sultan Sekolah [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang