HARUSKAH KITA BERPISAH?

420 22 25
                                    

"Pisahkan saja ragaku, tapi jangan hatiku. karena dia takkan berfungsi jika ada bagian yang hilang"_ Arga

                      >>•JENTERA•<<

Arga mondar-mandir didepan kamar ibunya tak tenang. Cemas. Gelisah. Kini bergelut didalam hatinya. Ia menunggu dokter pribadi keluarganya itu keluar dari kamar ibunya. Zena mencoba menenangkan kekasihnya dengan menghampiri lalu menggenggam tangannya.

"Tenanglah. Gue yakin Tante akan baik-baik saja"desah Zena menatap Arga meyakinkan pria itu.

Arga menghembus berat. Menganggukkan kepalanya pelan lalu mendekap Zena. Dahinya kini menyender dipundak pacarnya.

"Gue harap begitu"ucap Arga lirih. Matanya terpejam dan mengeratkan rengkuhannya.

Tiba-tiba seorang pria serba putih dengan sebuah alat stetoskop menggantung dilehernya, keluar menghampiri kedua pasangan itu.

"Gimana keadaan mama saya Dok?"tanya Arga sembari melepaskan rengkuhannya lalu mendekati dokter itu.

"Ibu kamu sudah tidak apa-apa. Hanya saja, ia perlu banyak istirahat dan meminum obatnya"tutur Dokter Hendra.

"Syukurlah"dengus Arga lega.

"Dok, boleh saya tahu, mama Arga sakit apa?"tanya Zena ingin tahu.

Dokter pribadi itu menatap Zena sejenak lalu berpaling pada Arga. Pria itu mengangguk pasrah.

"Kanker paru-paru stadium dua"sahut Dokter Hendra.

Mulut Zena langsung membuka lebar. Tangannya kini membekap alat ucapnya tak percaya. Tentu saja, ia kaget. Kanker paru-paru stadium lanjut?

"Arga lo tahu ini?"tanya Zena menatap wajah pacarnya serius. Arga mengangguk berat.

Zena membekap mulutnya terguncang"kenapa lo gak ngasih tahu gue? kalo mama lo sakit Ga?"

"Gue gak mau liat mama sedih. Gue pengen mama bahagia tanpa ingat kalo dia lagi sakit"desah Arga sendu.

Zena mendesah lesuh. Ia sangat tak menyangka kalau ibu Arga mengidap penyakit mematikan seperti itu. Zena sangat terpukul. Namun, ia berusaha tenang. Ia tahu Arga pasti lebih terguncang dari padanya.

Tiba-tiba Gilang melangkah masuk dari arah pintu dengan menenteng gitar dibelakang pundaknya. Nampak, pria penggemar serangga itu baru pulang dari latihan band dikampusnya. 

"Dokter Hendra? ada apa ini Ga? mama sakit lagi ya?"kejut Gilang sudah tiba di depan mereka.

Pandangan ketiga orang itu segera teralih kepada pria berjaket jeans dengan kaos putih itu.

Arga hanya mengangguk lesuh sebagai jawaban dari pertanyaan Kakaknya. Entah kenapa, mulutnya seperti diberi perekat hingga tak sanggup mengatakan apapun.

"Dok gimana mama saya?"cemas Gilang.

"Tenanglah, Gilang. Mama kalian butuh istirahat. Untuk itu biarkan ia tidur dulu"titah pria tinggi itu tenang.

"Syukurlah. Ga, di mana papa? lo udah telpon  papa?"tatap Gilang.

Arga tak sanggup menjawab. Pandangannya kusut. Sekusut hatinya sekarang. Kakaknya tidak tahu kalau ia baru saja bertengkar dengan pria tegas itu. Arga menghembus berat.

"Ga, gue tanya papa di mana? jawab"sentak Gilang sontak membuat Zena menahan lengannya sembari memberi tanda untuk menurunkan nada bicaranya. Zena mengerti kalau Arga sekarang sedang tidak baik-baik saja.

                      >>•JENTERA•<<

Anthoni mengendarai mobil sport hitamnya melaju menuju sebuah hotel mewah. Hari ini suasana hatinya sedang dilanda gelombang tinggi. Untuk itu, ia lebih memilih menginap di sana dari pada harus berada dirumah.

Sultan Sekolah [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang