BERPISAH

385 20 39
                                    

"Mungkin kita dipisahkan sekarang agar dapat bertemu sekali lagi nanti"

                      >>•JENTERA•<<

Sudah  beberapa hari Zena tak menampakkan diri di sekolah. Ia menghabiskan waktunya menjaga Ayahnya yang kini bersarang dikursi roda akibat stroke. Dan itu sungguh menyayat hatinya. Dadanya seperti ditusuk tombak melihat keadaan keluarganya yang berantakan sekarang. Ibunya mendekam di penjara saat ini sampai sidang akan diadakan nanti, akibat dituduh merusakkan rumah tangga orang, dan lagi kini dirinya menjadi buah bibir bagi para penghuni sekolah.

Cobaan sungguh berat. Ia terpaksa tidak bisa ke sekolah sekarang karena para wartawan pasti akan segera menyerbunya. Dan tentunya, tak bertemu Arga lagi. Zena sangat sedih.

"Pi, Papi baik-baik aja kan?"tanya Zena mendorong kursi roda Ayahnya hendak ke teras.

Irwan nampak diam saja karena ia memang tak bisa bicara. Lidahnya kendur, kepalanya teleng ke sebelah sisi dan lagi tak bisa bergerak bebas seperti dulu lagi.

"Mau saya bantu Non?"tawar Hartadi yang kemudian di tepis Zena.

"Nggak usah Mang Tadi. Zena bisa kok. Zena pengen jagain Papi"desah Zena berusaha menyunggingkan seulas senyum.

"Baiklah kalau begitu Non"cengir Hartadi.

Baru saja tiba di teras rumah. Dua pria berbadan besar serba hitam dengan topinya, menghampiri Zena dan Ayahnya.

"Selamat pagi Nona"sapa Pria memakai topi itu sontak mengundang aura seram.

"Kalian siapa?"sahut Zena heran.

"Kita berdua ke sini mau nagih hutang dari bank yang dipinjam oleh Pak Irwan"tutur pria itu lagi.

"Hutang? hutang apa?"Zena tak mengerti.

"Papa kamu itu, punya hutang dibank dan belum juga dibayar. Ngerti?"jelas Pria yang memakai kacamata hitam.

"Berapa?"

Kedua pria itu saling memandang lalu terkekeh.

"Lima ratus miliar"jawab mereka.

"WHAT?!"

"Li-lima ratus miliar?"kejut Zena tak percaya.

"Iya. Jadi sekarang bayar atau kita sita semua barang-barang kalian"ancam kolektor itu.

"Gue gak punya uang sebanyak itu"gumam Zena gusar.

"Pi, gimana dong?"desah Zena cemas.

"Gak punya uang? Ok. Sekarang cepat bereskan barang-barang kalian, dan minggat dari rumah ini"titah pria-pria suruhan itu.

"Nggak. Ini rumah gue. Kalian nggak ada hak buat ngusir gue dan Papi gue"protes Zena ketika para kolektor itu menerobos masuk lalu mencampakkan semua barang-barang mereka keluar.

"Hentikan! lo mo ngapain ngeluarin semua barang-barang gue?"cegat Zena tak takut.

"Heh, bocah! Minggir lo"mereka tak segan mendorong Zena hingga gadis jatuh membentur lantai.

"Aduh, jangan kasar-kasar sama perempuan, euy"ujar Hartadi segera menghambur ke arah majikannya.

"Diam lo! atau gie rontokin gigi lo semuanya"ancam pria yang kini melepas topinya hingga menampakkan kepala gundulnya. Hartadi segera menciut seraya membekap mulutnya.

"Om, Zena mohon jangan ambil rumah Zena. Please om"rengek Zena menahan kaki salah satu kolektor itu.

"Om, om, sejak kapan lo jadi keponakkan gue?"decaknya menepis lengan Zena.

Sultan Sekolah [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang