AWAN HITAM

337 22 19
                                    

"Akankah aku bisa bertahan ketika tembok hatiku terus digoyahkan?"_ Zena

                      >>•JENTERA•<<

Acara perjodohan Arga dan Viola berjalan begitu saja. Dan Zena segera menghambur keluar ketika mereka akan saling menyematkan cincin dijari masing-masing. Dan itu sangat tak ingin dilihat olehnya. Zena terus membawa kedua tumpuannya menuju lift ingin segera pulang. Sedangkan Arga yang melihat Zena berlari keluar diantara tamu yang duduk manis, langsung ikut menghambur keluar menyisakan Viola yang mematung di depan sendirian bingung.

Mata Anthoni merah padam. Tangannya terkumpul erat. Emosinya benar-benar melunjak. Ayah Viola nampak tak terima dengan kejadian barusan. Mereka tak senang dan kecewa. Dan Anthoni harus meminta maaf karena hal itu. Sedangkan Ibu Arga nampak resah dan gelisah.

Zena keluar lift dan tiba dilantai bawah. Dengan cepat ia menghambur keluar tanpa perduli pandangan orang-orang padanya. Air matanya terus saja menetes. Hatinya tidak kuat jika harus menyaksikan semua itu.

Kaki Zena kini sudah menapaki teras hotel. Arga segera menahan lengan gadis itu mencegahnya agar tidak pergi. Zena berusaha menepis tangan Arga. Harusnya ia sudah siap jika hal ini terjadi. Ia juga sudah tahu bukan? bahkan ia jadi merasa bersalah pada Arga karena tak mengatakannya. Ayah Arga sendiri yang sudah memberitahukannya. Dan harusnya Zena sudah bisa mengerti bukan? namun, semuanya seakan hancur lebur terendam air. Zena tak bisa menahan semuanya.

"Gue bisa jelasin semuanya. Please, dengerin gue dulu"cetus Arga menahan Zena.

"Hiks, apa lagi yang harus dijelasin?"isak Zena membelakangi Arga.

"Aku sama sekali gak tahu tentang perjodohan ini. Sumpah! Papa gak ngasih tahu aku"jelas Arga mencoba menjelaskan.

Zena sesegukan"tapi, kamu kan selalu dengerin Papamu kan?"

Arga memejamkan matanya serba salah. Memang apa yang dikatakan Zena ada benarnya juga. Selama ini, ia selalu menuruti semua perintah Ayahnya. Bahkan ia selalu tekun dan giat belajar hanya karena ingin Papanya bangga dengan semua piagam dan piala yang ia raih selama ini.

"Iya, tapi, Aku sama sekali gak setuju dengan perjodohan itu. Aku diam karena Mama selalu mencengkeramku. Dan aku tahu itu. Mama ingin aku mendengarkan Ayah"jabar Arga tertunduk lemas.

Zena mengusap air matanya lalu mencoba tersenyum.

"Aku tahu kalau kamu gak akan tega ngelakuin itu sama aku. Tapi, tetap aja hati aku sakit ngeliat kamu sama cewek itu"Zena kembali meneteskan air matanya.

Lengan Arga segera terjulur mendekap tubuh Zena erat. Sungguh, ia tak ingin melihat gadisnya menangis. Apalagi dimalam ini. Arga jadi serba salah sekarang. Entah ia harus bahagia atau sedih. Karena Ayahnya berhasil membuat suasana hatinya benar-benar buruk saat ini.

"Maafin aku,"ucap Arga lirih.

"Aku mau pulang"ketus Zena melepas rengkuhan Arga.

Arga pun menurut. Segera ditanggalkan dekapannya dan mencoba mencegah langkah Zena.

"Biar aku antarin"tawar Arga.

"Gak usah"

Arga menatap wajah Zena sekilas.

"Kamu gak boleh pulang sendirian"ngotot Arga.

"GUE BILANG GAK USAH, YAH GAK USAH"hardik Zena.

"Biarin gue sendiri"

Zena segera menarik langkah meninggalkan Arga yang masih mematung dengan tatapan sendu. Ia hanya butuh waktu sendirian saat ini tanpa siapapun. Zena segera naik taksi. Tampak Arga mencoba mencegah tapi percuma saja, karena mobil biru itu sudah melaju meninggalkannya.

Sultan Sekolah [COMPLETED]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang