"Selama ini aku diem aja dan nggak nuntut macem-macem karena aku tahu kamu sayang aku, Kwon Soonyoung."
"Aku sayang kamu."
"Nggak. Ternyata kamu nggak sayang aku." Aku menelan ludah dengan susah payah. Menjaga jarak se-aman mungkin dari jangkauan Soonyoung. "Dari malem hari kamu ngatain aku bangsat, aku tau ada yang salah sama kamu."
"Kelepasan. Aku udah bilang."
"Nggak." Aku senyum—susah payah. "Dari awal kita kenal, pacaran, dan nikah, kamu nggak pernah kasar sama aku. Kamu temperamen, kamu nggak bisa kendaliin emosi, tapi bukan sama aku—bukan buat aku."
Soonyoung diam.
"Kamu sama Eunjin ... pasti ada apa-apa. Kamu nggak akan sekalut ini kalau memang nggak ada apa-apa." Aku mengamati Soonyoung, mencoba membaca raut wajahnya—susah. "Buat pertama kalinya, aku mau bilang terima kasih sama kamu karena udah bikin keputusan buat nggak punya anak dulu. Kasihan dia kalau lahir cuma buat ngelihat kita pisah dan—"
"Nggak ada yang mau pisah. Nggak ada," kata Soonyoung—dia jalan mendekat dan matanya udah basah. "Aku nggak mau pisah."
"Aku mau, Soonyoung."
"Nggak. Jangan. Please. Maafin aku. Kita bisa ngomongin ini—please. Aku nggak mau. Please. Please—jangan."
Soonyoung nangis.
Aku juga.
Hatiku sakit. Tapi aku nggak mau lebih sakit lagi. Kalau harus pilih, Soonyoung memang harus pilih Green—Hwang Eunjin. Katanya, nggak akan ada orang kedua kalau kamu benar-benar cinta sama orang pertama. Soonyoung sampai jatuh sama Eunjin—artinya dia nggak benar-benar cinta aku kan?
Soonyoung juga mulai kasar sama aku—secara verbal. Soonyoung juga bohong sama aku. Hubungan kami ... mulai nggak sehat. Aku nggak bisa.
"Sayang—please," kata Soonyoung. Suaranya pecah, parau, dan bikin dadaku makin sakit, nyeri. "Please, please, aku janji nggak lagi. Aku nggak akan dekat-dekat sama dia—bahkan kalau perlu aku resign sekarang, aku resign. Please."
Aku menyeka air mataku sedikit kasar dan berbalik menuju kamar—mengunci pintu sebelum menurunkan koper dari atas lemari dan memasukkan beberapa potong pakaian sambil menangis.
Kenapa sih Soonyoung tega sekali padaku? Aku di sini, di rumah, setiap hari menunggunya pulang sampai ketiduran—hampir mati karena bosan dan kesepian, sementara dia di sana asyik dengan Hwang Eunjin. Aku nggak tahu sudah sejauh mana dia bermain-main dengan idol rookie yang satu itu sebelum ketahuan Dispatch.
Aku mengambil handphone di saku celana, mencari nomor telepon Minkyung—meneleponnya. Sambil menunggu dia mengangkat panggilan, aku menutup ritsleting koper dan menyeka air mata—lagi. Soonyoung mengetuk pintu berulang kali, aku nggak peduli.
"Kenapa? Ada yang keting—"
"Aku tidur di apartemenmu ya? Please."
"Eh—kenapa? Kamu nangis?"
"Nanti aja ceritanya. Boleh ya?"
"Oh—ya, ya udah iya. Sini aja. Aku jemput?"
"Nggak, nggak usah. Aku naik taksi aja nanti."
"Oh—oke. Umm—take care."
"Thanks, Minkyung."
Aku menyeka air mata untuk kesekian kali, melesakkan handphone ke dalam saku celana dan menuju pintu kamar sambil menyeret koper.
"Jangan pergiiii," kata Soonyoung—berdiri ngalangin pintu. "Please."
Aku mendesah, kemudian mengulurkan tangan untuk memeluk Soonyoung. Dia balas memelukku, jauh lebih erat. Sekarang, gantian bajuku yang basah karena dia menangis di pundakku.
Aku menepuk punggungnya, mengusap kepalanya, dan mencium pipinya sebelum mendorongnya mundur. "Aku pergi dulu. Nanti aku pulang ... kalau semuanya udah diurus."
"Apa? Apa yang mau diurus? Kamu ke mana? Jangan pergi."
"Soonyoung, kalau kamu cinta sama Eunjin—"
"Aku nggak cinta sama dia," bantah Soonyoung sembari meletakkan tangannya di kedua bahuku. "Aku cuma cinta sama kamu—please, percaya sama aku."
"Kamu seharusnya jangan bohong kalau mau aku tetep percaya sama ka—"
Soonyoung menunduk. Tangannya yang semula berada di bahuku, kini berpindah menangkup pipiku, dan menciumku.
Dia menangis. Air matanya membasahi pipiku, dan dia tersengal—antara kehabisan napas dan nggak bisa mengendalikan tangisannya. Dia menurunkan tangannya, memelukku super erat.
Dasar bodoh.
Aku balas memeluknya, masih nggak membalas ciumannya sampai dia mengerang frustrasi dan melepaskan pelukannya, menyeka air matanya.
"Kamu boleh pergi. Aku yang anter, biar besok pagi bisa aku jemput," kata Soonyoung sambil melirik koperku. "Kamu nggak perlu bawa baju sebanyak ini. Bawa aja dua pasang buat mandi sore ini dan besok pagi. Kamu pikir aku mau lepasin kamu gitu aja? Nggak. Aku lebih suka kamu cursing atau tampar aja aku sepuasmu daripada lihat kamu pergi selamanya."
Aku diam. Menatap Soonyoung yang matanya memerah.
"Kamu bebas dari aku sampai besok. Habis itu pulang. Aku janji, kalau kamu udah bisa dengerin aku ngomong, aku akan jelasin semuanya dari awal—please, kasih aku kesempatan."
"Kim Minkyung. Apartemen Kim Minkyung, anter aku ke sana ya?"
_____Soonyoung memelukku lagi. Cukup lama sebelum membiarkanku keluar dari mobil dan masuk ke gedung apartemen Minkyung.
"Kasih aku kesempatan—ya?"
Aku nggak jawab, cukup mengulas senyum, mengambil koper dan melenggang masuk—menuju lift.
Kalau mau jujur, aku sayang banget sama Soonyoung. Aku nggak mau dia pergi apalagi sama perempuan lain. Tapi ... sebenarnya ... aku juga bingung karena moodku gampang sekali dihancurkan belakangan ini. Dan bagiku, perselingkuhan itu benar-benar keterlaluan—nggak bisa dimaafkan. Apalagi Eunjin ini ... dia memang punya waktu yang lebih banyak sama Soonyoung—aku kalah.
Lift berhenti di lantai dua dan seorang laki-laki yang menggunakan parfum sangat menyengat masuk.
Tiba-tiba aku merasa mual.
_____Wkwkwkwk. Adakah yang sudah menebak kenapa si 'aku' ini sensi banget dan jadi gampang nangis? :))
Tbh, aku lagi bosen berputar-putar di romansa anak kuliahan jadi aku ngangkat topik rada tuaan dikit di booknya Soonyoung ini. Tapiii, kalau mau yang sweet sweet santai ala anak kuliahan gitu, ada Jaehyun di book NCT Imagine. Mampir aja—HAHAHAHA UJUNG-UJUNGNYA SHAMELESS PROMOTION 😂
Dah ah, dobel apdet aja. Gakuat kalo mau triple.
QotD: Kalau kalian dan mantan putus karena perselingkuhan, kira-kira bisa nggak tetep berhubungan baik?
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine 2.0
FanfictionBook 2 of SEVENTEEN IMAGINE contains: 1. Hoshi's story - Workaholic [✅] Kwon Soonyoung, head of choreography department, love to dance and spending almost 24/7 in the office. Problem is coming when he started to cheat on his wife with his co-worker...