"Letakkanlah segala lara di pundakku ini..."
_____"
Jadi fix, ya, masih Kita-Jalani-Dulu-Aja," ujar mama tiba-tiba, sedetik setelah mobilnya berhenti di pinggir jalan raya dekat lapangan kota yang tengah diisi pasar malam. "Ya kalau mama, sih, mau yang terbaik aja buat kamu."
"Duh, iya." Aku mengangguk. "Nanti kalau udah waktunya dan memang takdirnya juga kita bakal nikah kok."
"Ya udah, mama harus pulang nih. Papa udah nyampah di chatroom. Kalian yakin main ke pasar malam berdua?"
"Iya, Tante. Nanti aku anterin pulang sampai depan kamar sebelum jam sembilan," jawab Seungkwan santai. "Nanti aku kirim foto ke Whatsapp tante."
"Deal. Mama tunggu pokoknya."
Seungkwan mengangguk sebelum membuka pintu belakang dan melangkah keluar sementara aku masih di dalam, di bangku depan, dengan tangan dalam genggaman mama.
"Hei, mama senang akhirnya hari ini datang juga. Let's meet again, soon, with Jaehyun."
"Ya, sama kakak."
"Take care." Mama memelukku lagi sebelum menepuk kepalaku. "Oh, kalau mau minta uang—"
"Ma."
"Uh, oke. You sure have a lot of money." Mama terkekeh. "But, still, telepon mama kalau ada apa-apa ya?"
"Aku keluar dulu, kasihan Seungkwan nanti kedinginan kalau kelamaan nunggu. Mau aku peluk."
"Hei, don't."
Aku tertawa. "Chill, ma. Aku masih tahu batas. Peluk aja, nggak ke mana-mana. Mama hati-hati."
"See you."
Seungkwan menyambut tanganku begitu pintu mobil mama terbuka. Dia membungkukkan tubuhnya—memberi salam sebelum aku menutup pintu dan mama berlalu dari hadapan kami.
"See?" Seungkwan meremas tangan kananku sebelum melingkarkannya di lengan kiri miliknya. "Mama bakal kena serangan jantung kalau tahu kamu memang ngelakuin itu."
"Thanks for your help." Aku menyandarkan kepala di pundak Seungkwan dan berjalan dengan posisi seperti itu. Masa bodoh dengan tatapan orang, di dekat Seungkwan adalah tempat paling nyaman. "Aku bener-bener nggak menduga mama akan tahu. Tapi alasanmu tuh ... ngeselin?!"
"Kan kamu sendiri yang bilang mama nggak paham soal musik. Mama nggak akan tahu kalau aku bohong."
"Yea, dan kamu bakal dipecat jadi calon menantu kalau sampai mama tahu udah dibohongin."
"Hm?" Seungkwan baru saja mengambil satu langkah lebih cepat dan berhenti tepat di depanku. Nyaris membuatku jatuh ke samping. "Apa? Calon apa?"
"Bodo ah—haus." Aku melepaskan genggaman tanganku dan berusaha melihat objek lain. "Minum, yuk. Nggak haus ngomong terus?"
"Calon menan—"
"Naik bianglala mau nggak?"
"Ckckck." Seungkwan menggeleng gemas. "Kemarin sok-sokan nantangin giliran diiyain kok malu-malu?"
"Namanya juga iseng—ih." Aku berdecak. "Ayo, beli minum terus naik bianglala. Atau viking."
"Oh, cuma iseng? Jadi, nggak serius nih? Bercanda do—"
Aku sedikit berjingkat dan mendongak untuk bisa mengecup bibir Seungkwan, membuatnya berhenti bicara. "Dah, diem dong."
"Ish," gerutu Seungkwan sebelum mengacak rambutku brutal. "Public place."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine 2.0
FanfictionBook 2 of SEVENTEEN IMAGINE contains: 1. Hoshi's story - Workaholic [✅] Kwon Soonyoung, head of choreography department, love to dance and spending almost 24/7 in the office. Problem is coming when he started to cheat on his wife with his co-worker...