Hansol - Offbeat [9]

4.4K 696 141
                                    

Gue sengaja meninggalkan Hansol yang masih berjongkok di tangga darurat dan berjalan cepat menuju kamar asrama tempat gue tinggal. Kayla sudah pulang dan dia sedikit terkesiap menemukan gue muncul dengan mengenakan sandal Doraemon-nya.

Atau seenggaknya itu yang gue pikirkan sebelum sadar kalau dia lebih terkejut dengan gue yang pulang dengan pipi basah, mata merah, dan cukup berantakan. 

"L-lo dari mana kok begini?"

"Gue capek. Kalau Hansol ke sini, bilang aja gue udah tidur," jawab gue sambil mengembalikan barang pinjaman ke rak nomor dua. "Gue kelar."

"PUTUS?"

"Iya," gue mengangguk, melewati Kayla yang masih melongo—menatap gue nggak percaya. "Hari ini jadwal gue cuci piring, La, tapi belum gue selesaiin. Lo kalau udah kelar makan taroh aja, biar besok pagi-pagi gue kerjain—kalau nggak lupa hehehe."

"Oke."

Gue lega karena dia mengerti. Gue lega karena Kayla memutuskan untuk membiarkan gue sendiri daripada menghujani gue dengan berbagai macam pertanyaan yang bisa jadi membuat gue semakin pusing.

Yang gue butuhkan sekarang cuma satu—mengistirahatkan hati dan pikiran dari sosok Hansol.
_____

"Lo ke kampus?" tanya Kayla begitu gue muncul di ruang tengah sambil menenteng tas, hoodie, dan kanvas. "Gue kira lo mau rehat seharian soalnya sampai jam enam juga belum bangun."

"Ada kelas Profesor Brown hari ini, gue mau menumpahkan kekesalan gue dalam bentuk lukisan yang bisa dipajang di sini. Buat pengingat."

Kayla tertawa. "Sarapan dulu."

"Masak apa lo pagi buta begini?"

"Mantan pacar lo, sih, yang semalem ke sini bawa makanan—katanya lo belum makan. Tapi gue kan semalem udah makan dan lo langsung tidur nggak mau diganggu, jadi gue panasin aja pagi ini. Sama oleh-oleh dari Korea tuh katanya lo tinggal juga di mobilnya," Kayla menunjuk tumpukan barang yang kini tertimbun di atas sofa dengan menggunakan dagu.

"Hansol ke sini?"

"Menurut lo aja deh," Kayla tertawa lagi. "Dia sama kelihatan nggak bagusnya kayak lo. Berantakan parah, baru sekali ini gue lihat beliau nggak tampan."

"Beliau?" gue tertawa sambil melongok sedikit untuk melihat ke atas meja. "Habis gue tampar semalam udah saking keselnya. Gue juga turun di lampu merah itu."

"Berani banget lo, gila." Kayla bertepuk tangan dan gue meresponsnya dengan memutar bola mata jengah. "Tumben separah itu. Ngomong apa lagi dia? Kayaknya mulut Hansol emang harus dikasih kelas privat supaya nggak sembarangan dan bikin lo sakit hati."

"Oh, nggak, kali ini bukan karena mulutnya." Gue meletakkan tas, hoodie, dan kanvas untuk memakai sepatu. "Karena hatinya, gue rasa."

"What the fuck?"

"Punya cewek lain," jawab gue sambil mengangkat bahu. "Gue nggak tahu udah jadian atau belum tapi dia kenal dari blind date dan dia bilang suka."

"COWOK MANA YANG MASIH AJA IKUTAN BLIND DATE PADAHAL UDAH PUNYA PACAR?"

"Ya lo tahu kan sekarang kenapa gue minta udahan aja." Sepatu gue terpasang sempurna, giliran tangan gue menarik hoodie, meloloskannya dengan cepat, memasang tudungnya dan menyimpulkan talinya—gue nggak mau menarik perhatian hari ini dan memutuskan untuk menyembunyikan diri. "Selama ini gue kira bisa tahan sama sikapnya yang kadang di luar nalar. Tapi yang ini gue anggap sebagai pelecehan. Gila aja dia mikir gue nggak apa-apa ditinggal blind date—fuck?"

"Lo tahu dari mana?"

"Lihat sendiri kemarin sore. Dia keluar dari Exchange Fine Dining sama cewek itu. Gue dari McDonalds."

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang