Minghao - Living in Memories [12]

3K 512 27
                                    

Suasana hatiku sudah lebih baik daripada hari kemarin. Setengah karena istirahat yang cukup dan berganti hari, setengah karena setumpuk makanan cepat saji di hadapanku. Wow, thank you very much dear McDonalds, Pizza Hut, Subway, and other fast food restaurant's founder karena sukses membuat perutku bahagia setiap hari.

Iya, sekarang. Nggak tahu nanti kalau udah tua.

Seperti yang kalian tahu, aku punya janji untuk ketemu Kak Minghao di sini setelah insiden kemarin. Dia mau menjelaskan sesuatu dan aku butuh memantapkan keraguanku—apa aku beneran suka, atau sebatas kagum, atau justru cuma kesal karena dianggap sebagai orang lain?

Pintu Subway terbuka tepat sebelum aku meraih gelas berisi cola. Aku menurunkannya lagi dan menunda kegiatan menyedot cola begitu melihat siapa yang datang.

Kami bertatapan—tapi dia berujar tanpa suara, memintaku untuk melanjutkan makan sementara dia memesan makanan.

Oke, aku kembali mengangkat gelas cola dan menyesapnya pelan-pelan sebelum mencomot satu buah ketimun dari oven roasted chicken sandwich.

Nggak lama kemudian, Kak Minghao datang ke mejaku. Meletakkan nampan berisi air mineral dalam botol berukuran 600 ml, sweet onion chicken teriyaki sandwich, dan satu bungkus Lays.

"Udah lama?" tanya Kak Minghao sambil membuka bungkus Lays dan meletakkannya di tengah-tengah—mempersilakan aku untuk menikmatinya juga.

Aku menggeleng.

Bukan apa-apa, aku baru saja menggigit sandwich dan mulutku penuh. Daripada menggumam nggak jelas, lebih baik aku menggunakan bahasa tubuh—what? Ngomong apa sih aku. Bahasa tubuh? Menggelikan.

"Sori terlambat, aku ambil kamera dulu buat hunting besok pagi dan—eh, kamu makan semuanya?"

Kenapa juga dia baru menyadari kalau ada tiga bungkus wrap di atas nampanku? Lihat apa sih, daritadi?

"Iya, laper. Tadi nggak sarapan karena kesiangan dan nggak makan siang karena pindah kelasnya cuma break sepuluh menit."

"Oh, oke." Dia mengangguk. "Makan aja dulu kalau gitu. Tapi lain kali jangan gini, kalau tahu kamu belum makan ya mending ke tempat yang jual nasi. Enggak sehat."

Aku diam dan melanjutkan acara makanku. Canggung tapi bodo amat, lah. Aku lapar dan makanan monster ini benar-benar nikmat. Menggoda luar biasa.

Hening selama beberapa menit.

"Tadi pagi berangkat sendiri?" Kak Minghao bertanya setelah berhasil menelan potongan terakhir sandwich-nya. "Atau sama kakakmu?"

"Sama Josh," jawabku singkat. "Kalau mau ngomong sekarang aja juga nggak apa-apa, Kak. Aku makan pakai mulut kok bukan pakai telinga."

Kak Minghao terkekeh sebelum mengulurkan tisu tepat di depan wajahku. "Iya iya, tapi itu saosnya ada di pipi. Bersihin dulu."

Oh, kalau keadaan normal dan nggak canggung, mungkin aku udah blushing dan deg-degan parah. Tapi yang terjadi sekarang adalah, aku ambil tisunya dan ngelap pipi kiriku sebelum balik natap Kak Minghao lagi. Tanpa deg-degan, tanpa blushing.

Dia baru saja mengulurkan sebuah foto dan sebuah kertas lusuh dari dalam saku kemejanya.

"Ini foto Selin, ini tulisan tangan Selin," katanya pelan.

Aku memajukan tubuh, mengamati foto cewek yang mengenakan kemeja biru cerah dan kacamata bulat bertengger di atas kepalanya.

Wow, cantik.

Masa ini yang dibilang mirip aku? Orang-orang pada halu apa ya? Ini sih cantik beneran, dan putih bersih. Aku? Ya ampun, ini udah belang-belang dari kapan tahun gara-gara kepanasan di pantai terus kedinginan di gunung.

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang