Minghao - Living in Memories [3]

3K 516 36
                                    

Aku terpaku—bukan karena cewek ini tiba-tiba minta difoto. Aku terpaku karena dia punya vibe yang mirip dengan Selinku. Model rambutnya, gaya berpakaiannya, dan caranya berbicara—yeah, kecuali sikap serampangannya.

Oi, Selin nggak mungkin minta fotoin orang asing di tempat asing semudah ini. Dia cewek yang super hati-hati. Kak Seungcheol nggak pernah lupa ngingetin dia buat waspada sama orang asing.

"Mas, bisa nggak? Kok malah bengong? Aku cantik sih, tapi kan fotonya nanti cuma siluet. Nggak bakal kelihatan wajahku. Atau mas mau fotoin aku yang kelihatan wajahnya? Buat kenang-kenangan?"

Cewek itu melambaikan tangannya tepat di depanku—menatapku dengan matanya yang super bening dan cukup indah.

"Fotonya bisa dikirim tanpa connect ke komputer kan? Pakai bluetooth. Aku lihat dari tipe kameranya sih bis—mas?"

"Ya udah, berdiri di sana." Aku menunjuk salah satu pohon kecil di belakangnya. Dia ikut menoleh dan setengah berlari menempatkan diri. "Agak ke kiri."

Dia mengikuti arahanku dengan bergeser ke kiri kemudian mengibaskan rambutnya. Eh, bukan, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena terlalu bersemangat.

"Di sini? Udah bagus belum? Atau aku harus pasang pose yang gimana?"

"Terserah kamu."

Aku mengangkat kameraku, mengatur ISO, dan lain-lain.

"Aku udah siap, Mas."

"Iya," kataku sambil mengangkat kamera tepat di depan mata." Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Dalam mode siluet ... cewek ini makin mirip dengan Choi Selin.

Ckrek.

"Udah, Mas! Satu aja," serunya sambil berlari kembali ke arahku. Tiba di samping kananku, dia ikut melongok menatap layar kamera. "Wah, bagus! Mas emang fotografer ya?"

Aku menoleh, sedikit menunduk karena dia nggak begitu tinggi. Dia balas menatapku, terlalu dekat.

"Uhm." Aku berdeham. "Bukan fotografer, cuma suka ambil gambar. Sini, mana ponselmu?"

"Buat apa? Mas mau minta nomorku?"

Holy shit.

"Kamu nggak mau minta fotonya?"

"Oh, iya." Cewek itu menepuk jidatnya sendiri sebelum merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah ponsel Android. "Bisa kan?"

"Bisa," jawabku sambil mengalungkan kamera, supaya lebih mudah. "Pegang dulu ponselmu."

"Oke," katanya bersemangat. "Mas, kamu nggak mau kenalan sama aku? Kok aku punya perasaan aneh kayaknya kita bakal ketemu lagi deh."

"Di mana? Nggak usah ngaco—nyalain bluetoothnya."

"Oke."

Aku meliriknya sekilas. Dia terus mengulas senyum sembari mengutak-atik ponselnya—huft, lumayan menggemaskan.

"Udah, Mas."

Aku buru-buru mengalihkan pandangan waktu dia mendongak. Tengsin kalau kepergok lagi memerhatikan orang asing—iya nggak sih?

Satu file foto tadi sukses terkirim. Dia masih terus mengulas senyum sambil memperbesar gambarnya. "Wah, keren."

"Makasih," sahutku asal.

"Hehehe, sama-sama," jawabnya sambil mengunci ponselnya, dan kemudian menatapku. "Tendaku yang warna putih di sana. Kalau butuh apa-apa, bilang aja."

"Thanks, tapi kayaknya nggak. Temanku bawa peralatan lengkap."

"Yaa, just in case. Kita nggak tahu apa yang bakal terjadi ke depannya." Cewek itu mengulurkan tangan, mengulas senyum, dan menyebutkan namanya. "Salam kenal."

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang