Junhui - Fate [2]

4.3K 729 53
                                    

Yoon Jeonghan langsung memasang senyum lebar begitu melihat dengan siapa aku datang ke pernikahannya. Dia menyikut Kim Bona, menyuruh istrinya itu melirik ke arahku dan keduanya tertawa bersama.

"Ya, sudah kuduga," katanya begitu aku selesai menyalami orang tua Bona dan berjalan ke arahnya. "Jun, aku benar kan? Meskipun sedikit galak, dia tipikal orang yang enggak tegaan."

Aku melengos, Jun tertawa—memeluk Jeonghan seolah mereka adalah sahabat lama. "Aku suka idemu, terima kasih, Yoon Jeonghan—dan selamat menempuh hidup baru."

"Aku berdoa semoga kalian cepat menyusul," jawab Jeonghan—menjulurkan lidahnya ke arahku. Kuhadiahi satu tepukan super keras di lengan kirinya dan dia tertawa. "Nggak ada yang mau diomongin?"

"Apa? Selamat menempuh hidup baru? Wen Junhui udah bilang barusan," jawabku sambil melirik ke arah Jun yang kini tengah mengobrol singkat dengan Bona.

"Oh, jadi karena kalian udah sepaket sekarang, ucapan selamat juga cukup diwakilkan?"

"Ya, terserah kamu, Han." Aku memutar bola mata kesal dan segera beralih ke depan Bona, Wen Junhui bergeser sedikit. "Hai, selamat."

"Thank you," jawabnya sembari mencondongkan tubuh untuk memberiku sebuah pelukan.

Kami nggak sedekat itu. Jadi, aku sedikit bingung sebelum balas melingkarkan tangan dan menepuk punggungnya pelan.

"Aku nggak tahu apa yang terjadi belakangan ini," bisiknya pelan, aku yakin bahkan Wen Junhui atau Jeonghan enggak bisa mendengarnya. "Tapi Jeonghan bilang, aku harus berterima kasih sama kamu untuk pernikahan ini. Jadi, terima kasih."

Aku mengulas senyum sebelum menarik diri dan menepuk pipinya pelan. Cantik sekali, mengenakan gaun berwarna biru sangat muda sampai nyaris pu—wow, ini gaun yang sama dengan yang kukenakan dalam pernikahan itu.

"Sama-sama," kataku sebelum menengok ke kiri dan melihat antrean lumayan panjang. "Wow, sepertinya aku menciptakan kemacetan. Nanti balik lagi deh buat foto."

Bona mengangguk dan Wen Junhui, secara mengejutkan, menarik pergelangan tanganku menjauh untuk menyalami om dan tante Yoon. Cukup singkat, karena seperti yang kukatakan tadi, aku menimbulkan kemacetan di panggung pelaminan.

"Lapar?" tanya Jun begitu kami mendarat dengan aman di bawah. "Ayo makan dulu."

"Jun, sebentar," kataku sambil melepas genggaman tangannya di pergelangan tanganku—dia menatapku keberatan sebelum akhirnya mengulas senyum tipis. "Orangtuaku ada di sini. Aku rasa, baiknya kita enggak begini karena mereka bisa salah paham."

"Ya, sorry," katanya lembut. "Jadi, di mana orangtuamu? Mau ketemu dulu?"

"Belum datang," jawabku. "Kamu kalau mau makan dulu enggak apa-apa. Aku tunggu di ujung sana."

"Kamu nggak makan?"

"Sejujurnya," bisikku pelan mengingat masih ada banyak orang di sekitar kami. "Aku belum bisa makan makanan berat apapun sejak kamu bikin aku makan tomyum super pedas kemarin siang. Aku nggak toleran sama makanan pedas, Jun."

Raut wajah Wen Junhui berubah begitu cepat dari kecewa menjadi khawatir. Dia mencondongkan tubuhnya dan aku mendadak gugup karena jarak yang terlampau dekat.

"Aku kira kamu suka makanan pedas karena selalu pergi ke Exchange," katanya.

Aku mengulas senyum. "Selalu ada satu menu non-spicy yang papa pesan. Iya kan? Atau mungkin stalkingmu kurang totalitas, Jun."

Dia tersenyum sebelum tertawa pelan. "Okay, maaf, lain kali aku lebih hati-hati. Duduk aja biar aku yang ambil. Mau salad atau lainnya?"

"Nggak usah repot-repot. Nanti aku ambil sendiri, Jun. Makasih."

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang