Hoshi - Workaholic [5]

9.8K 1.1K 146
                                    

Minkyung mengulurkan satu pak tisu dan membawaku ke ruang tengah begitu aku keluar dari kamar mandi apartemennya. "Tadi kamu makan sama aku ... kamu nggak alergi seafood seingatku dan—bentar, kamu bilang apa tadi soal parfum-parfum?"

Aku menghapus keringat di bawah mataku karena sedikit mengganggu pandanganku sebelum menatap Minkyung—lemas. Makan siangku keluar semua, astaga. "Parfum—iya. Tadi ada orang masuk lift di lantai dua, baunya nyengat banget sampai aku mual."

"Kamu nggak hamil kan?"

Aku terpaku. Mataku otomatis menengok kalender meja di sebelah kanan, menyisir tanggal di bulan Mei dan ... tubuhku menegang—rasanya keringat bercucuran lagi di jidatku.

"Aku ... nggak." Aku menggeleng. "Aku ... iya, aku belum kedatangan tamu bulanan tapi Soonyoung ... Minkyung, dia nggak pernah—maksudku, aduh gimana cara ngomongnya. Maksudku, we have a plan. Aku memang masih terlalu lemah buat bawa-bawa anak manusia di dalam perutku sampai sembilan bulan lamanya. Jadi—"

"Kamu bisanya bawa anak setan?"

"Wha—WHAT?" Aku tertawa saat Minkyung mengulurkan tangannya untuk mengelus perutku. "Minkyung, aku sama Soonyoung, kita ... harusnya aman. Dia ... selalu pakai atau yea ... kamu tahu—di luar."

Parah. Meskipun aku dan Minkyung berteman sejak SMA, membicarakan hal-hal privat seperti ini membuatku malu setengah mati—duh.

"Yakin?"

"Yakin, soalnya—"

Aku baru saja yakin 1000% sampai sebuah ingatan menghantam kepalaku. Beberapa waktu lalu ... "Minkyung, kayaknya dia memang pernah lupa dan ... kelepasan."
_____

Oke, fix.

Menurut sebuah benda bernama testpack yang dengan baik hati dibeli oleh Kim Minkyung—aku hamil. Sedikit banyak menjelaskan kenapa akhir-akhir ini aku sensitif parah apalagi menyangkut seorang Kwon Soonyoung.

Aku jadi gampang menangis dan sakit hati. Emosiku jauh lebih sulit dikendalikan. Tapi, meski begitu, aku masih tetap nyaman berada di pelukan Soonyoung—karena dia nyaman berada di dekat ayahnya.

"Kamu harus bilang Soonyoung."

"Aku nggak tahu gimana caranya ngomongin hal ini dengan situasi kayak gini. Kamu kan udah tau aku baru aja minta pisah."

"Ck, itu emosi bawaan bayi," kata Minkyung. "Lagipula, nggak boleh pisah kalau kamu lagi hamil, Sayangku."

"Masa?"

"Iya."

"Masa sih?"

"Ah, terserah. Memangnya kamu mau repot-repot nurutin ngidam sendirian? Mau mual-mual kayak barusan dan nggak ada yang nemenin buat mijitin leher kamu?"

Aku mendesah. "Soonyoung juga nggak bakal ngelakuin apa yang kamu omongin barusan. Dia kan sibuk kerja. Tetep aja aku bakal do it all alone."

"Nggak bakal." Minkyung menggeleng. "Kamu pikir dia tega biarin kamu sendirian?"

"Oh, come on, dia bahkan tega selingkuhin aku sama artisnya."

"Nggak ikutan kalau soal itu." Minkyung beranjak dari sofa, berjalan ke dapur. "Aku bikin makan malam. Kamu jauh-jauh dari dapur ya, nanti bau bawang atau apa mual lagi kan parah."
_____

Minkyung sudah tidur. Aku baru saja mau menyusul saat handphoneku berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Soonyoung—Hoshi, panggilan sayangku dulu yang sekarang dia gunakan sebagai professional name.

Hoshi ❤
Aku di rumah sendirian.
Tidur di kasur sendirian.
Nggak ada yang diajak ngomong.
Sekarang aku tau gimana rasanya jadi kamu selama ini.
Maaf.
Kamu lagi apa? Udah makan?
8.12pm read

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang