Minghao - Living in Memories [9]

2.8K 502 20
                                    

Aku memutuskan untuk berdamai dengan Kak Minghao setelah melihat niat baiknya beberapa waktu lalu. Lagipula, aku merasa nggak enak setelah dia dengan jujur mengungkapkan hubungannya dengan mendiang Kak Selin.

A couple of lover that will never get the chance to be together.

Kira-kira dia sadar nggak ya kalau kalimat itu membuatku merasa bersalah berkali-kali lipat? Atau memang sengaja mengungkapkannya agar aku merasa bersalah? Bagiku, memang nggak ada yang lebih menyedihkan daripada sepasang anak manusia yang saling mencintai dan dipisahkan oleh kematian. Iya kan?

Lamunanku buyar lantaran bel rumah berbunyi–dipencet bertubi-tubi oleh entah siapa. Aku buru-buru melompat dari atas tempat tidur dan setengah berlari menuju pintu depan–menemukan Joshua Hong membawa satu koper besar, menatapku dengan wajah lelah.

"Hampir aja aku marah," ujarku sebelum menghambur ke dalam pelukannya–mengabaikan fakta yang tersirat tentang betapa lelah dirinya setelah satu bulan lebih tidur entah di mana. "Capek? Mau tidur atau makan dulu? Atau mandi dulu?"

Joshua melepaskan pelukanku, mengacak rambutku kasar. "Aku mandi dulu, kamu delivery makan aja. Mama belum jadi pulang?"

"Okay." Aku mengacungkan dua ibu jariku sebelum membantu Joshua membawa beberapa tas plastik berisi barang-barang entah apa. "Mama belum pulang. Akhir bulan ini kok katanya."

Joshua mengangguk, menyeret kopernya masuk ke dalam ruang tamu. "Kamu baik-baik aja di rumah sendiri? Nggak ada apa-apa? Nggak pernah ngabarin kalau nggak ditelepon duluan."

"No. I'm totally fine! Beberapa kali ajak temen nginep di rumah–cewek kok, tenang aja. Beberapa hari nginep di gunung juga–diklatsar." Aku menghela napas panjang, menatap Joshua lagi sebelum berlari ke kamar menyambar ponselku. "I'm fine!"

"Dek, aku mandi dulu. Pesen apa pun, aku nggak apa-apa." Joshua berteriak dari dalam kamar mandi tepat saat aku menjatuhkan diri di sofa ruang tengah dan membuka aplikasi delivery makanan online.

Sebuah pop-up pesan Whatsapp muncul saat aku tengah memilih menu. Sebuah pesan dari Kak Minghao.

Lagi di rumah kan? Ayo keluar, makan.

Aku mengernyit.

Yah, bukan apa-apa, sih. Kak Minghao memang berubah total jadi sosok yang lebih ramah dan akrab padaku. Tapi, mengajakku keluar makan ... benar-benar di luar dugaanku.

(You)
Di rumah, Kak. Tapi Joshua baru aja pulang.
Maaf.
3.19pm read

Aku melanjutkan kegiatanku memilih menu untuk delivery. Joshua dan aku sama-sama bukan pemilih dan bisa memakan apa saja. Sejujurnya, aku mau pizza. Tapi melihat Joshua kelaparan, sepertinya yang satu itu bukan pilihan yang tepat.

Kak Minghao
Oh, nggak apa-apa.
Kalau besok pagi aku jemput lagi
Boleh?
3.21pm read

(You)
Yaaa.
Jam setengah 10 kelasku mulai.
3.22pm read

Kak Minghao
Call. See you tomorrow!
3.22pm read

Tanpa sadar, seulas senyum terukir di sudut bibirku membaca pesan masuk dari Kak Minghao barusan. Dia versi sweet memang menyenangkan–huh.

Lima menit kemudian, pilihanku jatuh pada ricebowl langgananku dan Joshua sejak dia SMA. Setelah memastikan pesanan dan memasukkan alamat, aku menutup aplikasi delivery dan membuka aplikasi game.

_____

"Enak?"

"Enak, soalnya udah satu bulan lebih aku makan sendirian." Aku kembali menyuap satu sendok nasi dengan katsu kari sambil menatap Joshua di seberangku. Ya ampun, aku baru sadar kalau aku kangen banget sama kantung matanya yang super lucu itu. Ukurannya makin besar, pasti karena dia banyak begadang di tempat KKN–eh, atau karena sibuk pacaran tiap hari sama teman kelompoknya?

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang