Hansol - Offbeat [12]

4.4K 735 95
                                    

Tepat hari ini, sudah seminggu sejak gue melihat Hansol di depan pintu kamar asrama mahasiswa dan belum mendengar kabar apapun tentang dia. Gue mencoba nggak peduli tapi nyatanya tiga tahun bukan waktu yang sebentar—yang bisa dihapus begitu saja dalam waktu satu malam.

Di luar sikap cuek, bodo amat, dan terkesan nggak peka itu, Hansol sudah cukup banyak melakukan hal-hal menyenangkan dan membuat gue merasa dianggap sebagai pacar—kecuali blind date. Bahkan sampai hari ini, akal gue masih nggak mau dan nggak bisa menerima alasan apapun yang sudah dia ungkapkan.

Diatur sepupunya? Mereka semua tahu Hansol sudah punya pacar, punya gue, kenapa repot-repot mengatur blind date? Untuk menguapkan kebosanan, mereka sangat bisa mengajak Hansol menghabiskan waktu dengan nonton film, mengunjungi theme park, atau pergi ke klub malam dan bersenang-senang. Meskipun gue sangat menentang opsi terakhir karena berpotensi menimbulkan kekacauan but blind date is a fucking NO?!

Gue sayang banget sama Hansol. Gue cinta sama dia. Bohong kalau gue bilang nggak kangen dan merasa baik-baik aja karena faktanya gue sangat kangen dan merasa kacau. Tapi, gue juga sangat kecewa karena nggak mendapatkan penjelasan yang jujur dan menenangkan—so what's the point to holding on?

Menggambar dan melukis biasanya cukup berperan baik dalam mengembalikan mood dan suasana hati yang berantakan. Tapi, gue justru terkena artblock dan nggak bisa menggerakkan tangan untuk menggores sketsa, menggambar doodle, apalagi melukis di atas kanvas. Gue cuma bisa menatap 'Starry Night' versi gue yang kini menggantung di dinding ruang tengah kamar asrama. Gue bersyukur, nggak ada ujian menggambar dalam waktu dekat karena kalau ada, nilai gue benar-benar terancam.

"Lo sarapan nggak?" tanya Kayla yang baru saja kembali dari dapur membawa semangkuk sereal dan meletakkannya di atas meja. "Kalau mau, ini makan dulu aja, biar gue bikin lagi."

"Enggak, makasih deh." Gue berguling di atas sofa. "Bangunin gue jam sebelas ya, ada kuliah profesor Everdeen soalnya."

"Lo mau sampai kapan begini?" tanya Kayla yang membuat gue mengurungkan niat untuk memejamkan mata. "Kasihan badan lo, udah seminggu ini nggak lo kasih makan yang bener."

"Gue tuh nggak bisa ngunyah."

Kayla menghela napas. "Apa iya gue harus kunyahin juga?"

"Ew?"

"Makanya, makan dulu, please please. Nanti kalau lo sakit gue yang susah nggak ada partner gantian beresin asrama," ujar Kayla sambil menyorongkan satu sendok sereal ke depan mulut gue. "Ini aja deh, janji gue."

Gue menggunakan tangan kanan untuk mendorong tangan Kayla pelan-pelan. Takut goyang, tumpah, dan gue harus mendengar Kayla mengoceh lebih lama lagi.

"Lala, thanks." Gue mengulas senyum. "Nanti gue makan di kampus aja sekalian."

"Kirim foto ke gue kalau lo lagi makan."

"Dih? Kayak pacar aja."

"Ya biarin." Kayla meletakkan kembali mangkuk serealnya dan menatap gue tajam. "Atau perlu gue kasih tahu pacar lo yang asli kalau lo nggak mau makan dan minta dia paksa lo makan?"

"Lo tahu gue nggak punya pacar."

"Gue capek," keluh Kayla yang membuat gue menatapnya lagi. "Hansol telepon gue tiap hari buat nanyain kabar lo, kalau lo begini terus, gue capek ngulang-ngulang informasi yang sama."

"Ha?"

"Gue tahu apa yang dia lakuin kemarin itu salah banget. Salah banget. Tapi gue juga bisa lihat kalau dia sayang sama lo dan menyesali perbuatannya kemarin. Lo yakin nggak mau kasih kesempatan? Lo sendiri ... masih sayang ... kayaknya."

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang