Aku menghela napas panjang sebelum membuka mata perlahan-lahan dan menyadari Seokmin sudah lenyap dari sisiku. Sepersekian detik kemudian, aku mendengar suara gemericik air yang berasal dari dalam kamar mandi dan menyimpulkan kalau sosoknya pasti ada di dalam sana—sedang mandi, membersihkan diri setelah apa yang terjadi siang tadi.
"Such a dork," ujarku pelan. "But, Vernon is right, my husband is the sweetest person alive."
Aku berniat bangkit dari tempat tidur, mengambil bathrobe sebelum Seokmin keluar dari kamar mandi, atau siapa pun mengetuk pintu dan memaksa masuk. Sialnya, aku bisa melihat pegangan pintu kamar mandi bergerak sebelum sempat menyingkirkan selimut yang membalut tubuhku.
"Udah bangun?"
Mataku semakin melebar begitu menyadari keadaan Seokmin sekarang. Dia hanya mengenakan celana training berwarna putih tanpa atasan apa pun. Air menetes dari ujung rambutnya yang basah. Aku mendesah pelan sebelum menyembunyikan kembali wajahku di balik selimut.
"Pakai bajumu, Seokmin."
"Ini juga aku mau pakai baju, tadi keburu-buru masuknya." Dia tertawa. "Kamu mau ngumpet sampai kapan?"
"Nanti kalau udah pakai baju baru aku nggak sembunyi lagi."
"Kamu bahkan udah lihat—"
"Stop it—embarassing, you dork."
"Okay, okay, aku berhenti." Dia berjalan menuju koper yang ada di kaki tempat tidur, menyambar sebuah kaos berwarna putih dan memakainya dengan cepat. "Kamu nggak mandi? Tadi mama udah minta kita keluar buat makan malam."
"Mama ke sini?"
"Iya tadi, makanya aku bangun dan langsung mandi." Seokmin meraih sisir di meja riasku dan menyisir rambutnya ke belakang, mengekspos jidat lebarnya yang kebetulan dalam keadaan bersih tanpa setitik pun jerawat.
"Jadi, kamu bilang apa?"
"Aku bilang apa?"
"Maksudnya—tadi, umm, kita k—"
"Aku bilang kamu tidur siang karena capek," jawabnya sambil mengulas senyum. "Kamu mau aku bilang kita habis produksi cucu?"
"Astaga—pergi kamu sekarang!" seruku sambil melempar bantal tepat ke arahnya—Seokmin tertawa lepas karena berhasil menangkap bantal dengan tangannya. "Sana keluar dulu, aku juga mau mandi."
"Nggak mau, kan kamarku di sini."
"Seokmin, I wear nothing. Apa aku harus jalan belibet selimut gini sampai kamar mandi?"
"Ya nggak usah dibawa selimutnya."
"And?"
"And what?"
"What do you want to say? What do you want to see?"
Seokmin terkekeh. "Oke, oke, aku keluar. Jangan lama-lama, sampai ketemu di ruang makan."
"Just go."
Dia mengedipkan mata kirinya—menyempatkan diri untuk menggodaku yang tengah malu setengah mati—sebelum melangkah menuju pintu dan menghilang di baliknya.
Embarassing!
_____"Jam sepuluh aja, Ma. Jangan kepagian, kasihan Seokmin nanti baru melek udah disuruh angkat-angkat," kataku sebelum menyendok sup ayam ke dalam mulut.
"Bawa apa lagi dari rumah? Bukannya udah ada barangnya itu rumah kalian?"
"Baju aku sama dia ada kali empat koper," jawabku sambil tertawa, Seokmin masih bungkam—mengiyakan. "Nggak usah dianter tuh nggak apa-apa, Ma. Nanti mama sama papa mampir aja kalau pas lengang."
"Mama kayaknya mau mampir tiap hari, deh. Baru dipikirin aja udah sedih mama tuh, besok kalo sepupu-sepupu kamu udah pulang juga pasti jadi sepi ini rumah," kata mama. "Seokmin, tolong jagain anak mama bener-bener ya?"
Aku melirik Seokmin, dia menatapku sebentar sebelum mengangguk sambil mengulas senyum. "Iya, Ma."
"Nanti kalau butuh bantuan apa-apa, telepon aja. Atau mampir ke rumah. Mama pasti bantu—oke?"
Pffff.
"Udah ah, Ma. Aku cuma pindah rumah, enggak pindah negara atau pindah planet."
"Ya mama cuma takut kalau kangen."
"Kangen itu pasti, Ma," kataku sambil menjulurkan lidah—mama tersenyum. "Tapi sooner or later ya aku tetep bakal nikah dan pergi dari rumah ini kan, Ma. Mama mau aku sendirian terus sampai tua? Udah cukup aku jadi anak tunggal sampai kemarin—sepi. Jangan sampai besok anak-anak aku kesepian juga."
"Wih, songong. Yuqi yang anak tunggal aja nggak songong gitu kayak kamu," seru papa yang ternyata sedari tadi mendengarkan. "Emangnya kamu mau punya anak berapa berani ngomong gitu sama papa?"
Seokmin tersedak.
Mama buru-buru mendekatkan gelas berisi air putih ke hadapan menantu kesayangannya, papa terkekeh, sementara aku memutar bola mata antara jengah dan geli.
"Kenapa, Seok? Inget malam pertama ya? Payah kan pasti anak ini," kata papa sambil menunjukku dengan garpu.
"Ih, papa! Apaan sih, ini di meja makan lho."
"Lho, apa? Malam pertama jadi istri Seokmin kan kamu malah molor duluan. Papa tahu, soalnya papa lihat Seokmin disandera Lucas main PS sampai dini hari."
"Ya udah, iya. Terserah papa."
Seokmin menatapku, mengulas senyum tipis sebelum kembali melanjutkan makan malamnya.
_____"Seokmin," panggilku pada sosok jangkung berhidung mancung yang tengah berjongkok di depan koper. Dia tengah merapikan barang dan pakaiannya yang mau dibawa ke rumah baru.
Dia mendongak, menatapku. "Hm?"
"Belum selesai?"
"Tinggal tutup kopernya terus dikunci," katanya sambil tersenyum. "Kenapa? Udah kangen ya?"
"Enggak." Aku mengulurkan ponselnya yang beberapa detik lalu berbunyi, tapi dia nggak mendengar. "Ini, ada pesan masuk dari Yuna. Katanya, dia tunggu kamu di kafe dekat perempatan kantor. Sekarang."
_____Pendek. Kalau mau dipanjangin nanti gak bisa ngegantung kalian dong :3
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine 2.0
FanfictionBook 2 of SEVENTEEN IMAGINE contains: 1. Hoshi's story - Workaholic [✅] Kwon Soonyoung, head of choreography department, love to dance and spending almost 24/7 in the office. Problem is coming when he started to cheat on his wife with his co-worker...