Aku nggak sempat melihat jam sebelum tidur dini hari tadi–enggak memperkirakan pukul berapa akan bangun dan sedikit terkejut saat sebuah pukulan lembut dari tangan mungil mengenai bagian bawah mata kananku. Aku membuka mata, menemukan Cheonsa berdiri di tepi sofa–tertawa bangga karena berhasil membangunkanku.
Rambutnya masih sedikit basah dan dia sudah wangi. Piama bermotif floral yang kupakaikan semalam sudah berganti dengan kaos berwarna pink pastel yang dibalut dengan overall denim. Aku bisa melihat tepukan bedak yang enggak rata di seluruh bagian wajahnya dan tersenyum tipis karenanya.
Jeonghan duduk beberapa meter di belakangnya–tengah memakaikan baju yang nyaris sama persis pada Kenji. Bedanya, kaos pink pastel yang dipakai Cheonsa 'berubah' menjadi biru pastel di badan Kenji. Aku mengamati lagi dan memastikan kalau anak laki-laki itu terlalu tenang untuk ukuran seumurannya.
"Bububu mamamamam," ujar Cheonsa sambil mengerucutkan bibirnya–gemas. "Mamamamam."
Aku menghela napas panjang sebelum beranjak duduk dan menyisir rambutku ke belakang. "Mamam? Ayah nggak sekalian buatin mamam?"
Jeonghan mencibir sambil melepas Kenji turun dari pangkuannya. "Udah cukup, aku minta maaf karena selama ini nggak bisa bantu banyak. Baru mandiin mereka berdua aja udah keringetan begini."
Aku tertawa dan mengangkat Cheonsa–mendudukkannya di atas pahaku sementara Kenji juga berlari ke arahku. "Itu karena kamu lagi nggak sehat juga, Han. Kamu sakit. Aku sama mereka berdua kemarin seharian dan ... biasa aja."
"Jadi bener, ibu rumah tangga memang super hero sesungguh–Kenji, awas. Nanti kamu kena kaki bunda."
Aku mengerutkan dahi. "Bunda?"
"Um–aku, sorry. Bukan gitu maksudnya. Aku udah terlalu terbiasa panggil kamu begitu buat ngajarin Sa-yii jad–"
"Ya udah, nggak apa-apa. Tapi kukira selama ini dia terbiasa panggil Bona 'mama', Han?" tanyaku sambil mendudukkan Cheonsa di atas sofa karena Kenji juga terus-terusan bergelayut di kakiku. Aku mengangkatnya dan mendudukkannya di sebelah kiri. "Dia anak yang manis."
Jeonghan tersenyum tipis. "Jadi ... Kenji dan Sa-yii lapar, Sayang. Kamu bisa kasih tahu aku harus kasih mereka sarapan apa sebelum pergi mandi dan ... tapi aku nggak yakin bisa masak makanan bayi."
Aku tertawa. "Iya, mereka lapar–nih tadi Sa-yii bilang mamamam. Kenji ... dia nggak banyak ngomong ya, Han?"
"Aku nggak tahu awalnya gimana. Tapi sejak pertama ketemu dia ... aku memang jarang banget lihat dia ngomong. Dia semacam lebih suka mengamati?"
Aku setuju. Memang itu yang kulihat pada sosok mungil ini setelah beberapa hari tinggal di rumah. "Aku buat sarapan dulu. Kamu duduk sini, gantiin aku jagain mereka. Ganti aja saluran TV ke channel anak-anak. Kemarin mereka suka nonton Tayo dan Robocar Poli. Aku nggak tahu mana yang lagi tayang sekarang."
Jeonghan menurut–dia bangkit sembari membawa kotak bedak, minyak kayu putih, dan barang-barang bayi lainnya sementara aku berdiri sambil mengikat rambut. Detik itu juga, aku baru merasa ... badanku nyaris remuk dan enggak sengaja mengeluh.
"Kenapa?" Jeonghan menahan tubuhku yang nyaris limbung dengan tangan kirinya yang bebas. Sorot matanya terlihat panik dan khawatir. Dia membungkuk sebentar, meletakkan kotak bedak tadi di atas karpet dan kembali menatapku. "Sorry, sorry. Harusnya semalam aku pindah kamu ke kamar dan bukan biarin kamu tidur di sofa."
"Enggak apa-apa, Han. Kayaknya juga akumulasi enggak tidur beberapa hari belakangan," jawabku sambil mengusap punggung tangannya dengan lembut. "Udah, aku ke belakang dulu. Itu awas, Sa-yii sama Kenji enggak berantem–mereka malah seneng main bareng. Takutnya terlalu antusias dan jatuh ke bawah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine 2.0
FanfictionBook 2 of SEVENTEEN IMAGINE contains: 1. Hoshi's story - Workaholic [✅] Kwon Soonyoung, head of choreography department, love to dance and spending almost 24/7 in the office. Problem is coming when he started to cheat on his wife with his co-worker...