Sobekan kertas dari buku catatan Selin yang diberikan oleh Eunseo tadi, kini berada dalam genggamanku—di hadapan meja komputer, di UKM Jurnalistik. Aku nggak punya nyali untuk membukanya. Takut menghadapi kenyataan kalau isinya menyakitkan buatku.
Misal, ternyata Choi Selin nggak nyaman dengan keberadaanku setelah aku mengaku kalau suka sama dia.
"Hao."
Seseorang menepuk pundakku dengan lembut, selembut suaranya. Aku menoleh ke kanan dan menemukan pacar Kak Seungcheol tengah menyeret kursi mendekatiku.
"Halo." Aku menyapa balik, menyembunyikan kertas tadi di dalam saku jaket. "Mau pakai komputernya?"
Dia menggeleng sambil mengulas senyum manis. "Enggak, aku cuma main kok di sini. Kamu baik-baik aja? Aku perhatiin dari tadi cuma diem di depan situ."
Aku mengangguk. "Everything is gonna be okay. Aku nggak bisa terus-terusan sedih, aku tahu. Tapi kayaknya butuh waktu, Kak. Selin teman dekatku dan duduk di sebelahku hampir setiap hari."
"Jihoon sampai sini hari ini. Dia langsung ke makam Selin sama Seungcheol."
Aku menghela napas panjang. Akhirnya, datang juga. Aku mencari-cari Kak Jihoon seharian kemarin. Berharap dia datang sebelum Selin benar-benar ditelan bumi. Sayangnya, sampai aku pulang pun sosoknya masih belum kulihat.
"Kak Seungcheol gimana?"
"Dia jelas nggak baik-baik aja. Sayangnya Seungcheol ke Selin itu bener-bener nggak ada yang nandingin, Hao, dan dia ngerasa sama bersalahnya kayak kamu karena hari itu nggak bisa bawa Selin pulang."
Benar juga.
"Dia kelihatan baik-baik aja di depan orang-orang. Tapi di depanku, dia nggak berhenti nyalahin diri sendiri dan nangis semalaman. Dia masih absen dari kegiatan kampus dan organisasi hari ini."
"A big lost for him." Aku menggumam pelan. Kak Seungcheol jelas sesayang itu sama Selin. Siapa sih yang nggak sayang sama Selin? Dia terlalu menyenangkan dan membawa aura positif ke mana pun dia pergi. "Mama sama papanya gimana?"
"Nggak ada yang baik-baik aja menghadapi kehilangan, Hao. Tapi om sama tante selalu percaya kalau Selin orang baik dan ya udah, mereka coba ikhlas. Om udah balik kerja lagi hari ini, tante juga."
"Aku sayang Selin—nggak banyak yang tahu," kataku tiba-tiba. Aku kaget sendiri, kenapa juga aku harus membuat pengakuan semacam ini di depan calon ipar Selin.
"Kamu ngerasanya gitu," sahutnya sambil tertawa pelan. "Tapi mungkin semua orang bisa lihat seberapa peduli kamu sama Selin. Orang-orang pasti juga bisa nyimpulin kalau kamu sayang dan suka sama Selin."
"Ha?"
"Aku udah tahu kalau kamu suka Selin dari lama."
"Kok bisa?"
"Kamu sering randomly ngomongin Selin di sini. Aku sering duduk di sampingmu waktu kamu senyum-senyum sendiri lihat foto Selin—atau baca pesan dari Selin. Kamu bakal lari secepat kilat kalau Selin bilang dia mau ditemenin ke mana pun. Kamu selalu jalan di samping Selin dengan posisi defensif, bahasa tubuhmu itu selalu pengen ngelindungin Selin. Iya kan?"
Aku menatap kakak tingkatku ini setengah nggak percaya. Kok dia bisa sedetil itu menangkap gelagatku pada Selin?
"Hao, orang yang lagi jatuh cinta itu ... kelihatan banget meskipun mereka nggak mau mengakui."
_____Obrolan random dengan pacar Kak Seungcheol tadi membuatku berpikir keras. Kalau dia tahu aku suka sama Selin, gimana dengan Kak Jihoon? Jangan-jangan dia juga tahu kalau aku naksir pacarnya? Atau, jangan-jangan Selin bilang sama Kak Jihoon kalau aku naksir dia?
"Hao, mau beli makan malam nggak?"
Jung Jaehyun, teman kontrakan yang kamarnya ada di depanku baru saja masuk dan melempar tubuhnya di atas kasur, di sebelah kananku. Tangannya sibuk mengoperasikan ponsel pintarnya—dugaanku, berkirim pesan dengan calon pacarnya.
"Mau beli makan apa?" tanyaku. "Kamu mau keluar apa delivery?"
"Beli aja deh, keluar. Sayang duit kalau mau delivery. Paling aku beli ayam bakar penyet atau bakso tengkleng deket kampus. Mau?"
"Keluar sendiri?"
"Enggak, aku mau keluar sama Lee Jeno."
"Siapa lagi deh?"
"Adiknya calon pacarku," katanya sambil cengengesan. "Keburu laper ya?"
"Sebenernya, aku malah nggak laper sama sekali, Jae. Belum pengen makan apa pun."
"Berlarut-larut dalam kesedihan itu nggak baik, Hao. Aku tahu kamu sayang Selin, tapi dia pasti juga nggak mau kamu nyusul dia gara-gara mati kelap—"
"Mulutmu harus diapain biar kalau ngomong sama aku nggak sembarangan?" Aku mendaratkan satu jitakan keras di kepala si ganteng yang satu ini. "Kalau ngomong sama cewek aja hati-hati, lemah-lembut, ngalus sana-sini."
"Masa aku harus gitu juga sama kamu? Nanti dikira apa."
Jaehyun tertawa keras sebelum beranjak duduk dan menepuk kepalaku, menghancurkan rambutku yang basah habis keramas.
"Ya udah, pokoknya aku bawain makan nanti. Nggak malem-malem kok. Pergi dulu ya, Jeno udah siap."
"Hati-hati, Jae. Nggak usah ngebut. Kamu bawa anak orang."
"Iya, Haohao," jawab Jaehyun sambil mengulas senyum ganteng yang memperlihatkan lesung pipinya dan berjalan keluar kamarku.
Hening lagi.
Aku beranjak dari kasur dan berjalan menghampiri jaket yang kukenakan hari ini, mengambil sobekan kertas dari buku catatan Selin yang diberikan Son Eunseo.
Rasanya, apapun yang terjadi, aku memang harus membacanya.
Tulisan tangan Selin selalu rapi, nyaris mirip ketikan komputer. Besar dan tinggi setiap huruf benar-benar sama. Aku ingat benar karena tiap ada tugas kelompok yang mengharuskan untuk ditulis tangan, Selin mengambil alih. Katanya, tulisanku itu mirip sandi rumput—padahal tulisanku nggak jelek amat.
Dan meskipun kertasnya sudah nggak beraturan karena diremas Selin, Eunseo, dan aku, untungnya coretan di dalamnya masih terbaca jelas. Isinya,
Feels like I'm the most cruel person in the world. Minghao deserves more than this, right? He is just so kind and kind and kind aaaaand kind—thanks to God, karena udah kirim orang baik kayak Minghao ke dalam hidupku.
Hnggggggg~ ini semua pasti nggak adil buat dia. Kalau kamu terus-terusan ada di dekat orang yang kamu sayang, pasti rasa sayangmu makin kuat. Iya kan?
Seandainya ...
Minghao datang lebih dulu daripada Kak Jihoon, apa mungkin aku sama dia sekarang? :((
Deg.
Jantungku rasanya berhenti saat membaca kalimat terakhir yang tertulis dalam sobekan kertas itu. Bisa dipastikan, kalimat terakhir yang kubaca barusan, adalah sebab utama dia tampak cemberut di mata Eunseo hari Kamis kemarin.
Meskipun akhirnya dia buang catatan ini di tempat sampah, bolehkah aku ... bahagia sebentar karena tahu Selin pernah mempertimbangkan perasaanku?
_____
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine 2.0
FanficBook 2 of SEVENTEEN IMAGINE contains: 1. Hoshi's story - Workaholic [✅] Kwon Soonyoung, head of choreography department, love to dance and spending almost 24/7 in the office. Problem is coming when he started to cheat on his wife with his co-worker...