Woozi - Bittersweet [7]

4.4K 732 80
                                    

"Ada aku di album ini yang lagi cerita tentang kamu–dari pertama kita ketemu sampai apa yang aku harap bakal kejadian di masa depan," kata Kak Jihoon sambil ngeluarin satu kotak kado dari dalam tasnya–aku sampai nggak sadar dia membawa tas itu masuk ke dalam gedung sekolah. "Biar kayak album musik yang kamu suka dan koleksi, ada photobook juga di dalamnya."

Aku sadar mataku membulat sembari menerima kado ulang tahunku. "Photobook?"

Kak Jihoon mengangguk. "Seratus dua puluh empat halaman, full color. Semuanya fotomu yang aku ambil diam-diam."

Aku ketawa–setengah nggak percaya. "Kak Jihoon sering ngefoto aku diam-diam?"

"Iya, pakai kamera handphone. Sering aku lihat ulang kalau lagi kangen," katanya sambil ngamatin tanganku yang mulai bongkar kotak kadonya. Dibungkus rapi banget padahal isinya juga aku udah tahu. "Ada beberapa fotoku sih kalau pas lagi wefie."

Akhirnya, setelah beberapa lapis, mataku bisa ngelihat boks warna tosca seukuran buku tulis. Lumayan tebel–berarti Kak Jihoon nggak bohong soal photobook. Kalau isinya cuma keping CD, nggak mungkin setebal ini.

Photobooknya punya cover yang sama kayak cover kemarin tapi formatnya portrait. Di halaman pertama ada tulisan tangan Kak Jihoon:

Happy birthday, Sweetheart.

God bless you–and us.

Jihoon

Aku ketawa, tanganku gerak di atas goresan spidol silver–tulisan tadi–sambil senyum. "Sweetheart?"

Kak Jihoon ketawa pelan sambil nunduk malu–pipinya merah. "Aku memang nggak bakat jadi cowok manis. Terakhir, sumpah. Besok aku balik jadi Jihoon yang biasanya."

"Nggak pa-pa, aku suka kok," kataku sambil ngebalik halaman selanjutnya–mataku otomatis melotot makin lebar sampai aku khawatir bisa copot sewaktu-waktu.

Ada fotoku pakai seragam SMA sambil ngalungin kamera mirrorless. Rambutku masih sepanjang bahu, ponian, mukaku masih polos belum kenal make up dan aku lagi berdiri di tengah lapangan basket–bukan dihukum. Seragamku bener-bener nggak rapi, separuhnya keluar dari rok dan aku ngelihat beberapa derajat ke kanan dari arah kamera Kak Jihoon. Di bawah fotoku, ada caption-nya.

Berantakan–tapi aku mulai sayang; belum tahu kalau kamu adiknya mantan Ketua OSIS

"Ini aku lagi ngapain ya? Nggak ada cantik-cantiknya gini, mirip banget sama berandal, masa Kak Jihoon mulai sayang?" tanyaku curiga–bohong nih jangan-jangan.

"Kamu inget nggak habis itu ada kejadian apa?"

Aku menggeleng. "Kejadian apa? Aku kehantam bola basket terus Kak Jihoon lari-lari nolongin aku? Kayaknya enggak pernah."

"Kamu kebanyakan nonton drama dan baca Wattpad." Kak Jihoon ketawa sambil berantakin rambutku. "Kamu dikejar Seungcheol karena bawa kabur kameranya buat motret Jung Jaehyun."

"Kak Jaehyun?"

Tiba-tiba, ingatan akan kejadian yang disebut Kak Jihoon mengalir di kepalaku. Perlahan-lahan membentuk satu cerita utuh. Jung Jaehyun kelas sebelas waktu kejadian itu–aku masih kelas sepuluh. Hampir semua siswa baru adalah penggemarnya. Jaehyun tinggi, putih, badannya bagus, punya lesung pipi, dan kapten basket. Aku selaku pemburu cowok ganteng, jelas nggak boleh ketinggalan hype. Karena handphoneku jatuh dari lantai dua rumah beberapa hari sebelum pertandingan, aku bawa kabur kamera Kak Seungcheol sebelum turun dari mobil di parkiran sekolah.

Ah! Gambar ini diambil beberapa menit sebelum Kak Seungcheol meneriakiku dari sekretariat ruang OSIS–yang membuat satu sekolahan tahu kalau aku adik kandungnya.

"Jadi, Kak Jihoon tahu aku adiknya Kak Seungcheol gara-gara kejadian ini?"

Kak Jihoon ngangguk. "Hari ini, kamu udah berubah banyak dari yang ada di foto ini. Langsung buka halaman terakhir aja. Kita bisa pulang subuh kalau kamu ngamatin fotonya satu-satu. Nanti di rumah dilihat-lihat lagi sambil disetel kasetnya."

"Siap," kataku sambil membuka lembar demi lembar dengan kecepatan kilat. Sebanyak ini fotoku yang Kak Jihoon ambil diam-diam dan aku nggak tahu? Dia benar-benar hebat. Aku sempat menemukan beberapa fotoku yang tengah tertawa lepas. Beberapa tengah cemberut tapi nggak ada satu pun yang berupa foto aib. Semuanya punya caption–mulai dari yang romantis sampai yang cuma satu kata seperti: Mine.

Huft. Kak Jihoon manis luar biasa.

"Stop." Kak Jihoon menghentikan gerakan tanganku. "Itu foto terakhirnya."

Oh, aku sampai nggak sadar.

Foto terakhir ... kurasa diambil beberapa waktu lalu di parkiran Fisip waktu aku–sebentar. "Kak Jihoon. Ini baju yang aku pakai waktu nungguin Kak Jihoon jemput beberapa hari lalu."

Kak Jihoon ngangguk. "Sorry sebelumnya tapi aku nggak punya fotomu yang lagi marah, ngambek, atau emosi negatif lainnya. Aku butuh at least satu fotomu yang lagi marah buat ngelengkapin kumpulan emosi di photobook ini tapi lihat–" Kak Jihoon nunjuk wajahku di foto itu. "–kamu nggak kelihatan marah atau pun kesel. Aku akhirnya telepon Seungcheol buat jemput kamu."

"Tapi kata Kak Seungcheol dia tahu aku di sana dari Kak Nayeon."

"Ya biar nggak mencurigakan aja sih. Aku diomelin Seungcheol habis itu, makanya malamnya aku telepon kamu."

Aku ketawa dan balik mandangin foto terakhirku di photobook. Aku duduk sendirian, dikelilingi sepeda motor, dan lagi ngelihat handphone–jelas, aku lagi nungguin Kak Jihoon. Caption foto itu:

Waiting for me?

Just a little longer and we'll be together till the end of the time.

Love you, xoxo.

"Padahal praktiknya Kak Jihoon yang harus nungguin aku karena Kak Jihoon bakal lulus duluan. Jangan cepet-cepet skripsinya," kataku sambil ketawa dan balikin photobook tadi ke dalam boksnya.

"Santai kok aku, nggak usah dipikirin. Yang penting kamu belajar yang bener biar nanti kalau jadinya nikah sama aku nggak malu-maluin."

"Ih, aku nggak pernah malu-maluin. Aku cumlaude tahu!"

"Kan baru satu semester yang keluar nilainya." Kak Jihoon ketawa sambil bantuin aku ngerapiin boks album ulang tahunku. Habis itu dia pegang tanganku dan dia elus lembut. Mau ngomong serius. "Selamat ulang tahun yang ke-19. Aku sayang kamu–banget. Kalau kamu kesel sama aku, protes aja jangan cuma diem. Aku nggak bakal marah."

"Aku juga sayang Kak Jihoon. Aku nggak protes karena aku nggak keberatan. Aku tahu Kak Jihoon bukan tukang ngardus kayak Kak Seungcheol jadinya nggak bisa sering-sering bilang sayang. Aku juga tahu Kak Jihoon orang sibuk jadi nggak bisa 24/7 sama aku. Eh–tapi maaf ya, kemarin aku sempet kesel waktu Kak Jihoon bilang mau ke Amerika dadakan. Habisnya itu kan ulang tahunku."

Kak Jihoon senyum tipis habis itu ngelihatin aku–ralat, mataku. Aku mendadak salting dan langsung buang muka–ngelihatin gitar bass di belakang Kak Jihoon. Pipiku panas tapi aku nggak bisa kipas-kipas karena tanganku dipegangin.

Sedetik kemudian, Kak Jihoon cium aku–untuk yang kedua kali dalam satu hari. Kalau yang tadi siang berasa aneh dan sedih, ciuman Kak Jihoon malam ini bikin aku senang. Jantungku deg-degan tapi tangan Kak Jihoon tetep genggam tanganku–erat. Rasanya ada yang lompat-lompat dan beterbangan di dalam tubuhku–hihihi.

The best gift–(for)ever.

______

Jihoon enggak mati. Di workaholic dia hidup kan? 

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang