Seokmin - Rewind [12]

3.9K 648 35
                                    

Aku membuka mata perlahan–menyadari bahwa tubuhku berada dalam pelukan erat lengan besar Lee Seokmin. Sadar kalau gerakan sekecil apapun akan sukses membangunkannya, aku justru membalas pelukannya dan merapatkan kepalaku di dadanya–mempertemukan jidatku yang tertutup poni panjang dengan dada bidangnya yang hangat. Nyaman.

Sayangnya, seperti yang kubilang tadi, Seokmin lumayan peka dengan 'gangguan' saat tidur. Jadi, bukannya diam dan memelukku dengan tenang, dia justru bergerak perlahan–menjauhkan tubuhku, melonggarkan pelukannya.

"Seokmin, jangan dilepas, aku masih mau tidur," ujarku pelan–kembali menarik tubuhnya. Aku tahu–dan bisa merasakan–Seokmin tersenyum sebelum kembali merengkuhku. "Thank you very much."

"I love you," gumamnya pelan. "Omong-omong, aku tahu kamu masih mau tidur. Tapi, hari ini aku harus berangkat kerja. Aku mau cari uang biar kamu selalu bahagia."

Aku terkekeh. "Iya, tahu. Sebentar lagi aja–please? Kayaknya ini masih sekitar jam lima pagi. Kamu mau siap-siap berangkat kerja jam segini?"

"Ya udah, iya nggak apa-apa, Sayang. Sini peluk."

Seokmin mencium puncak kepalaku, memindahkan salah satu tangannya untuk mengusap belakang kepalaku dengan lembut. "Nanti kamu di rumah sendiri, udah ada rencana mau ngapain?"

"Mau belajar masak."

"Di rumah mama?"

"Enggak," aku menggeleng. "Di sini. Aku mau belajar dari internet aja nggak apa-apa, kan? Aku tetep bakal pastiin masakanku layak makan biar kamu nggak keracunan. Omong-omong, kamu mau sarapan pakai apa?"

"Apa aja kalau kamu yang masak aku makan," kata Seokmin. "Aku lihatnya semalam sih kamu cuma beli roti tawar sama selai. Paling mau bikin roti bakar kan?"

Aku tertawa sambil menarik selimut ke atas, mentupi wajahku yang rasanya sudah memerah karena malu. "Nggak apa-apa ya? Janji deh, paling lama satu tahun lagi kamu udah bisa sarapan sup ayam."

"Sambil nungguin bisa sarapan sup ayam, aku mau sarapan ini aja," ujar Seokmin sebelum mengangkat wajahku dengan jemarinya yang lentik dan mendaratkan bibirnya di bibir bawahku. Sepasang matanya terbuka–menatapku yang masih syok dengan kejutan tiba-tiba ini–sebelum mengedipkan mata kirinya dan berguling di atasku.

_____

Bohong kalau tadi pagi aku bilang mau belajar memasak dari internet. Nyatanya, lima menit setelah Seokmin meninggalkan rumah untuk pergi bekerja, aku buru-buru menelepon mama–memintanya mampir untuk membantuku membuat lunch box.

Aku memang punya rencana mendatangi tempat kerja Seokmin hari ini dan membawakan makan siang. Anggap saja permintaan maaf atas kebodohanku membatalkan bulan madu yang membuatnya harus berangkat kerja lebih awal dari jadwal seharusnya.

"Ini udah mending sih kalau kamu yang buat," ujar mama saat membantuku meletakkan beberapa potong kimbap ke dalam kotak makan tiga tingkat. "Rasanya enak kok, bentuknya juga nggak jelek-jelek amat."

"Ya ampun, Ma. Bilang 'bentuknya bagus' gitu apa susahnya sih?"

"Iya, bagus." Mama tertawa. "Tapi beneran ya, kadang mama kasihan sama Seokmin karena kamu nggak bisa masak. Seokmin tinggal di panti dari kecil, dan indekos waktu jadi mahasiswa. Dia pasti jarang makan makanan rumahan. Mama lihat selama kalian tinggal di rumah beberapa hari kemarin, dia seneng banget tiap makan masakan mama."

"Seokmin pernah bilang, dia suka masakan mama karena bikin kangen sama ibunya meskipun nggak tahu siapa dan ada di mana," jawabku sambil meletakkan beberapa potong buah pir dan apel di kotak berwarna abu-abu. "Oh, omong-omong, aku pengin cerita sesuatu sama mama."

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang