"Aku mau marah," ujarku pelan. "Tapi mau gimana pun, kamu ayahnya Sa-yii. Kamu juga pasti sedih, kamu juga pasti kehilangan, dan kamu ... juga pasti sakit. Sa-yii mungkin bakal nangis kalau tahu aku marah sama kamu."
Jeonghan mengangguk sekali–pelan dan nyaris nggak terlihat. Dia masih menunduk, menghindari kontak mata denganku, dan posisinya lumayan jauh dariku. Kalau mengulurkan tangan, sudah pasti aku bisa menyentuh wajahnya. Tapi, tanganku rasanya terlalu malas bergerak bahkan satu sentimeter pun. Jadi aku cuma menatap Jeonghan.
Menatap 'tumpukan' perban di wajahnya lebih tepat.
"Yoon Jeonghan, aku sedih sampai rasanya nggak memungkinkan lagi buat nangis," kataku sebelum mengalihkan pandangan ke arah lain. "Kamu tahu seberapa berharganya Yoon Cheonsa buat kita. Kamu tahu arti kepergiannya buat kita?"
Jeonghan mendongak–aku tahu meskipun nggak benar-benar melihat ke arahnya.
"Ending."
"Sayang."
"Aku nggak bisa, Han. Seperti yang pernah aku bilang, Yoon Cheonsa adalah satu-satunya alasanku membuka hati buatmu. Kalau alasanku pergi, aku juga harus pergi. Kamu pikir aku bisa hidup normal dengan kamu dan Kenji di depan mataku? Setiap hari? Sementara anakku sendiri udah pulang ke sana."
"Aku enggak akan bawa Kenji ke dalam keluarga dan kita bisa–"
"Mau kamu buang ke mana lagi?" tanyaku sambil menolehkan kepala, menatap tepat ke dalam matanya. "Dia udah kehilangan ibunya. Harus kehilangan ayahnya juga cuma demi aku?"
Jeonghan diam, kembali menunduk dan menatap sepasang tangannya yang bertaut di atas paha. "Aku kira kamu bener-bener cinta aku. Aku tahu kesalahanku kali ini luar biasa fatal dan mungkin nggak termaafkan, tapi apa harus begini? Semuanya berakhir? Kamu nggak pernah bener-bener cinta aku."
"I do. I did. I love you ... I loved you." Aku menarik tubuhku sendiri untuk bersandar di headbed rumah sakit dan bertatapan dengan Jeonghan yang tampak begitu menyedihkan. "Jangan salah sangka. Aku sayang Kenji juga, Han. Dia udah kehilangan ibunya, dia nggak boleh kehilangan ayahnya juga. Dan kamu, kamu udah kehilangan Cheonsa–jangan sampai kehilangan Kenji juga cuma demi aku."
"Dan kamu? Menurutmu nggak apa-apa kalau kamu harus kehilangan kami bertiga sekaligus? Kamu nggak apa-apa kehilangan Cheonsa, aku, dan Kenji sekaligus?"
Aku diam.
"Dari dulu juga aku selalu sendiri, Han." Aku mengulas senyum tipis sementara Jeonghan masih menatapku sedikit marah. "Thank you, karena kamu aku pernah ngerasa betapa bahagianya punya keluarga kecil."
"Please."
"Apa?"
"Jangan gini. Bukan gini caranya kalau kamu mau hukum aku," jawab Jeonghan sembari berdiri dan memindahkan tubuhnya dari kursi tunggu tamu ke tepi ranjang. "Sayang."
"Ada usulan lain buat bikin kamu lebih menderita?"
"Dengan lihat kamu bahagia."
"Pergi dari kamu adalah salah satu caranya," jawabku cepat dan Jeonghan terpaku. Mungkin dia sadar kalau apa yang kukatakan ada benarnya juga. "Iya kan? Pergi dari kamu bakal membuka kemungkinan buat aku ketemu orang baru yang bener-bener baik dan sayang aku."
"Aku sayang kamu."
"Makasih."
Hening.
Aku melirik ke pintu kamar rawat dan terkekeh pelan waktu menyadari ada kepala Chorim di sana. Rupanya dia mengawasi sejak tadi sebelum kemudian Jeon Wonwoo menariknya pergi sedetik lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine 2.0
Hayran KurguBook 2 of SEVENTEEN IMAGINE contains: 1. Hoshi's story - Workaholic [✅] Kwon Soonyoung, head of choreography department, love to dance and spending almost 24/7 in the office. Problem is coming when he started to cheat on his wife with his co-worker...