Selin sudah pergi.
Tubuhnya terbaring dalam peti, terkubur di dalam bumi.
Dia pergi dari orang-orang yang sayang sama dia. Papa dan mamanya, Kak Seungcheol-nya, Kak Jihoon-nya, dan ... aku, Xu Minghao-nya.
Selin pergi karena tubuhnya nggak mampu menahan sakit setelah sebuah truk tronton bermuatan beras terguling dan menimpa taksi yang ditumpanginya. Selin pergi saat itu juga dan aku menyesal setengah mati karena nggak mengantarnya pulang selagi bisa.
Urusanku di sekretariat jurnalistik dan studio dance kemarin nggak sepenting itu. Aku bisa menunda sebentar untuk mengantar Selin pulang. Tapi terlambat, Selin sudah pergi. Pemakamannya sudah selesai sejak tujuh jam lalu.
Sekarang, aku di rumah kontrakan. Berbaring menatap langit-langit kamar, sesekali membuka ponsel untuk melihat lagi foto-foto Selin di dalamnya.
Sekitar 80% dari jumlah keseluruhan foto Selin kuambil diam-diam. Meski begitu, nggak ada satu pun yang menampilkan wajah sedih. Nyaris semuanya memperlihatkan dia tengah bahagia—mulai dari senyum tipis sampai tertawa lebar.
Jumlah 20% sisanya Selin ambil sendiri dengan tangannya. Selfie collection.
Ah, Choi Selin.
"Hao, udah makan belum?"
Kim Mingyu, teman main yang rumahnya berjarak sekitar 10 kilometer dari rumah kontrakanku muncul di ambang pintu. Mengenakan kemeja berwarna ungu dan ripped jeans hitam, dia mengangkat tas plastik McDonalds.
Mengingatkanku pada satu kilogram kentang goreng yang kujanjikan pada Selin sebagai hadiah ulang tahun.
"Udah, tadi di rumah Selin dikasih makan," kataku sambil beranjak duduk. Mingyu melangkahkan kaki, masuk ke dalam kamarku. "Ngapain di sini?"
"Main."
"Pacarmu udah baikan?"
"Friend over girlfriend, you know it well. Kamu nggak baik-baik aja, ya kan?" tanya Mingyu sambil mengeluarkan satu bungkus beef burger dan satu kaleng soda. "Makan lagi, biar gendut."
Aku mengulas senyum, menerima uluran makanan dari Mingyu. "Aku kurang apa lagi sih? Udah ikhlas aja aku, nggak pa-pa dia pacaran sama Kak Jihoon di depan mataku, asal dia bahagia. Daripada gini, dia nggak sama Kak Jihoon lagi tapi aku juga nggak bisa lihat."
"It's okay, Bro. You can cry—eh, jangan. Aku nggak mau ikutan sedih."
"Nggak, aku nggak bakal nangis. Selin juga pasti nggak suka lihat aku nangis."
"Good." Mingyu menepuk pundakku sambil tersenyum lebar, menampakkan gigi taringnya yang entah kenapa selalu sukses membuat cewek-cewek jatuh hati. "Kebetulan weekend ini aku kosong, nggak ada tugas guiding. Mau refreshing?"
"Ke mana?"
"Mana aja boleh," kata Mingyu sebelum menggigit beef burgernya. "Pantai? Gunung? River tubing? Arung jeram? Ke mall juga nggak masalah deh, main ke Timezone."
Aku berpikir sebentar. Tempat mana yang kira-kira akan mengingatkanku pada Sel—oh, sepertinya gunung.
Dia pernah mendambakan melihat matahari terbit secara langsung dan membuat foto siluet. Jadi ... haruskah?
"Gunung deh, boleh. Selin pengen lihat matahari terbit dan bikin foto siluet."
Mingyu menghela napas panjang. "Dude, you serious?"
"Jangan pakai bahasa Inggris terus, lah. Kenapa sih, Gyu?"
"Oke oke, tapi, beneran nih? Nggak masalah mau ke gunung?"
Aku mengangguk. "Jumat sore aku kabarin lagi. Aku masih harus kelarin beberapa tugas kelompok sendirian. Selin selalu jadi partnerku buat tugas berdua. Sekarang dia udah pergi, jadi ... yeah."
"Oke, telepon aja. Atau main ke rumah langsung, aku sering di rumah kok sekarang. Kakakku udah pacaran juga, takutnya dia ngeri-ngeri sedap di rumah sama pacarnya."
"Apaan sih ngeri-ngeri sedap?"
"Ya, pacaran enak." Mingyu tertawa. "Nggak sih, nggak mungkin berani tuh Jeon Wonwoo aneh-aneh sama kakakku. Kecuali dia minta dihajar."
"Berani?"
"Nggak, sih. Dia itu, Jeon Wonwoo maksudnya, serem kalau ngamuk," katanya sambil tertawa—lagi. "Makan, Hao. Nanti makin cungkring, Selin makin sedih."
Aku cuma mengangkat bahu dan mulai membuka bungkus beef burger. Untunglah aku nggak melihat ada kentang goreng dalam tas plastik yang dibawa Mingyu.
Ya ampun, Selin. Padahal aku beneran mau beliin kentang goreng satu kilogram kalau kamu ... masih ada.
_____Kampus bener-bener beda.
Aku baru sadar kalau sejak jadi mahasiswa baru sampai kemarin Senin, Selin dan aku menghabiskan waktu berdua lebih sering daripada yang pernah kita bayangin dan rasain—kami cuma punya satu sama lain.
"Hao, ngapain deh? Tumben bengong doang."
Aku mendongak dan melihat Son Eunseo berdiri di depanku—agak serong kanan. Dia ini teman sekelasku, satu tahun lebih muda karena sempat akselerasi waktu SMA, tapi enggan memanggilku dengan embel-embel 'Kak'.
"Capek habis selesaiin tugas pengantar ilmu komunikasi semalem. Nggak tidur aku, Seo."
"Dapet materi apa?"
"Komunikasi nonverbal," jawabku. "Ngapain di sini?"
"Kemarin di rumah Selin sampai jam berapa?"
Aku menatap Eunseo sebentar. Cewek ini kenapa tiba-tiba tanya soal Selin? Dia bukan cewek jahat, tapi juga nggak segitu akrabnya sama aku dan Selin.
"Jam lima sampai kontrakan, Seo. Nggak enak lama-lama di rumahnya."
Eunseo mengangguk-angguk. Tangan kanannya membenahi sling dari slingbag-nya yang sempat melorot sampai siku—dia sudah duduk dari sebelum aku menjawab 'komunikasi nonverbal', omong-omong.
"Aku punya ini." Eunseo, entah sejak kapan dia menggenggamnya, mengulurkan sebuah kertas yang diremas sembarangan. "Dari buku catatan Selin. Aku lihat dibuang sama dia, hari Kamis kemarin. Kebetulan aku lagi di belakangnya."
Aku mengernyit heran.
"Hmm, jangan salah sangka. Aku beneran nggak sengaja di belakangnya. Menurutku aneh aja karena sore itu Selin agak cemberut. Yea, kamu juga tahu Selin itu periang. Dia cemberut itu ... suatu keanehan."
"Iya, Seo, nggak pa-pa. Tapi ini apa? Kenapa dikasih ke aku?"
"Karena isinya tentang kamu."
_____Welcome to Xu Minghao's world! 💏
Ada beberapa yang mau kubilang. Pertama, iya—huhu, ceweknya Jihoon akhirnya aku kasih nama di sini karena aku bingung harus nyebut dia gimana kalau nggak ada namanya hahaha. Namanya Selin, Choi Selin.
Kedua, ceweknya Minghao nanti bukan Son Eunseo. Doski cuma cameo saja di prolog ini. Tapi doski cantik banget hnggg kalian harus tahu. Aku bukan Ujung tp seriusan, WJSN tu canci-canci dan talented. I luv Bona and Xiao the most for their visual.
Ketiga, aku baru saja membuka Twitter buat fangeurl activity. Update-update seputar clue dll soal semua books mungkin bakal aku up di sana. Ini usernamenya » @ChorimNoona mention aja kalau mau followback.
Keempat, hadiah First GA yang kemarin belum aku kirim—yaampun iya maaf banget aku tuh kadang pelupa dan pas inget pas lagi di Magelang padahal percetakannya ada di Jogja. Hnggggg. Buat myluvstarbyul dan aisashi, sorryyyyy banget ya huehehe bakal aku kirim maksimal minggu pertama bulan Juli dan calendar card-nya aku ganti tahun 2019 ya—kalo masih 2018 nanti basi dong 😂
Kelima, ada yang mau notebook (cover bisa pilih bias), bookmark (all member), photocard (all member) dan calendar card (all member) Seventeen edisi Director's Cut tida? Semuanya unofficial, sisa satu pack dari hadiah GA-nya karena aku cetak tiga tapi pemenangnya cuma dua 😂 Kalo mau nanti aku kabarin di part selanjutnya ya how to get it-nya dan biar kukirim sekalian sama punya pemenang GA.
Gils, panjang bgt dah. Pokoknya senang bertemu kalian lagiiii ❤️ Selamat menikmati kisah Minghao!
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine 2.0
FanfictionBook 2 of SEVENTEEN IMAGINE contains: 1. Hoshi's story - Workaholic [✅] Kwon Soonyoung, head of choreography department, love to dance and spending almost 24/7 in the office. Problem is coming when he started to cheat on his wife with his co-worker...