Hoshi - Workaholic [Ending]

11.4K 1.1K 133
                                    

Soonyoung kembali bekerja jauh lebih awal dari cuti satu bulan yang dia katakan. Katanya, salah satu boy group utama di bawah naungan perusahaan memajukan jadwal comeback dan dia dibutuhkan sebagai penyusun utama koreografi. Grup itu selalu menggunakan koreografi Soonyoung dari awal debut, jadi, yeah—aku sendirian lagi di rumah.

Lisa mampir beberapa kali, mengobrol denganku tentang hubungannya dengan Bambam. Minkyung juga mampir dengan Ten dan Doyoung menengok keadaan bayiku yang mereka sebut sebagai keponakannya. Selain itu, rumahku sepi.

Soonyoung berangkat dan pulang tepat waktu. Tapi, dia berubah banyak sejak aku memutuskan untuk mengangkat telepon Eunjin yang memicu pertengkaran kecil di antara kami. Dia memerhatikanku, tapi nggak pernah lagi sambil bercanda. Dia menunjukkan rasa sayangnya, tapi nggak pernah lagi didahului dengan humor aneh yang kadang aku nggak paham di mana lucunya. Singkatnya, dia berubah menjadi sosok yang lebih pendiam dan terlalu serius—bukan Soonyoung banget.

"Kenapa nggak dimakan? Kamu mual lagi?" Dia bertanya, memecah keheningan ruang makan yang menggerogoti selama beberapa menit terakhir. "Aku bisa anter ke rumah sakit."

"Enggak." Aku menggeleng sebelum meletakkan sendok dan garpu di samping piring. "Aku nggak napsu makan. Tidur duluan ya."

"Nanti sakit. Makan dulu, sedikit lagi, satu apa dua sendok." Dia menahanku pergi cukup dengan ucapannya. "Kamu mau disuapin?"

"Enggak."

Aku berbalik dan melenggang menuju kamar. Dadaku sakit lagi. Belakangan aku menyadari, ini bukan semata karena masalahku dan Soonyoung. Memang ada sesuatu yang salah dalam tubuhku.

"Kamu sakit."

Aku berbalik lagi, nggak menyangka Soonyoung mengikutiku sampai ke kamar. Raut wajahnya cemas. Aku yang merasa nyeri, dia yang pucat dan berkeringat.

"Bukan apa-apa. Ini cuma sedikit ... nyeri."

"Ke dokter sekarang, ya?"

"Aku nggak pa-pa."

"Jangan bantah aku—please. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa. Aku sayang kamu, jangan lupa."

Aku mengulas senyum kecil. "Iya, aku tahu. Tapi aku beneran nggak pa-pa. Percaya deh. Nanti kalau aku udah nggak bisa tahan lagi sakitnya—aku bilang."

Soonyoung cuma menatapku sebentar sebelum menghindar dan berujar pelan, "Ya udah, tidur. Istirahat dan nggak usah mikir macam-macam. Biar aku yang beresin meja makan."

"Makasih, Sayang."
_____

Sayang ... nya, nyeri di dadaku nggak kunjung menghilang. Aku nggak bisa tidur dan beberapa kali meringis, menggigit bibir, menahan sakit sembari mencengkeram dada.

Bukan.

Aku nggak punya penyakit jantung. Aku nggak punya—seharusnya nggak seperti ini.

Aku melirik Soonyoung yang masih sibuk di meja kerja—berharap dia nggak memerhatikan gerak-gerikku.

Sesuai harapanku, dia memang nggak memerhatikan. Kepalanya bertumpu pada tangan kanan, sibuk menatap layar laptop—entah menyimak gerakan atau cukup menonton film. Sialnya, aku mengaduh pelan tanpa sadar saat rasa nyeri yang luar biasa kembali menyerang—dan dia mendengar.

Soonyoung langsung duduk tegak, matanya menatapku tajam. "Sayang?"

"Hmm?" Aku menggumam lemah, masih memegangi dadaku.

"Kenapa? Kamu nggak tidur?"

Aku nggak bisa menahannya lagi. Aku mencengkeram dadaku, menangis tersedu, mengaduh. "...sakit, Soonyoung."

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang