Minghao - Living in Memories [13]

2.9K 490 46
                                    

"Besok masuk jam berapa?" tanya Kak Minghao sebelum aku melepas sabuk pengaman—membuatku otomatis mengalihkan pandangan ke arahnya. "Aku jemput deh."

"Aku nggak hapal jadwal kuliahku—bentar," kataku sambil merogoh saku tas bagian depan untuk mengambil ponsel dan melihat jadwal yang kujadikan wallpaper. "Kelas pertama jam sebelas lewat sepuluh."

"Wah, aku kelas jam sepuluh."

"Ya udah, nggak usah jemput. Ngapain sih, lebay banget nggak ada apa-apa juga."

"Biar kayak orang lain," katanya sambil tertawa lebar. "Pulangnya aja deh, bareng aku ya, please?"

"Mau ngapain?"

"Hunting foto—mau ya? Butuh ide feeds baru buat Instagram. Mau coba pakai tema girl on frame. Tapi aku nggak mau ganti-ganti model."

"Bayaran nggak nih?"

"Maunya."

Aku tertawa. "Aku tuh nggak pantes jadi model foto gitu—nanti followersmu pada kabur, Kak. Cari cewek lain aja."

"Yakin nggak apa-apa aku sama cewek lain?"

Pffft—hobi baru Kak Minghao sepertinya memang menggodaku.

"Kalau demi menjaga nama baik Kak Minghao sebagai influencer Instagram aestetik—ikhlas deh."

"Kalau sebagai pacarku?"

Aaaaaah—menyebalkan. Kenapa sih dia harus mengungkit-ungkit status baru ini? Awkward parah. Aku juga mana tahu—hari ini berakhir di luar ekspektasi.

"Kan. Nggak bisa jawab artinya nggak ikhlas dan cemburu," katanya sebelum tersenyum tipis. "Aku udah janji sama kamu tadi, nggak akan lihat kamu sebagai orang lain. Tapi kamu harus janji juga dong sama aku."

"Apa?"

"Nggak akan ngebandingin diri sama orang lain," katanya pelan. "Kalau kamu terus-terusan ngebandingin diri sama orang lain, yang ada kamu malah down. Apalagi ngebandingin diri kamu sama mendiang Selin—jauh."

"Nyuruh nggak ngebandingin diri sama orang lain, tapi endingnya gitu—jahat banget."

Dia terkekeh. "Udah, besok ikut aku aja. Kita main ke tempat Selin. Sebagai salah satu orang terdekat dan pernah aku suka—dia harus tahu kalau aku udah move on dan punya pacar baru."

"Hm?"

"Nggak apa-apa kalau aku ajak ke makam Selin?"

Aku mengangguk.

"Call, telepon aku kalau besok kuliahnya udah selesai ya, J."
_____

Rasanya, terlalu banyak yang terjadi hari ini sampai otakku keberatan mencerna semuanya. Kak Minghao sudah mengakui semua, mulai dari sikap ketusnya padaku, perubahannya menjadi sosok yang lebih lembut dan perhatian—juga tentang perasaannya yang ... ng—itulah.

Aku malu.

Bukan, Kak Minghao bukan cinta pertamaku. Dia juga bukan pacar pertamaku. Tapi dia adalah orang pertama yang bisa banget buat aku mikir sampai ketiduran, buat aku sedih cuma karena dicuekin, dan seneng cuma karena digandeng.

Dan sekarang, bikin aku deg-degan nggak berhenti padahal udah tiga jam lalu sejak kita ketemu. Duh, kenapa ya?

"Makan nggak?" tanya Joshua dari pintu kamar. Dia sudah rapi mengenakan kemeja garis-garis putih biru dan celana jeans putih. "Aku mau keluar sekalian."

"Pacaran?"

"No, Sister. Cari makan soalnya kamu nggak bikin apa-apa buat ditaroh meja makan hari ini."

"Aku abis junkfood-an hari ini," jawabku yang masih belum beranjak dari tempat tidur. "Skip dulu deh. Paling mau beli pizza kan?"

"Padahal mau beli ayam goreng," jawab Joshua santai. "Ya udah kalau nggak mau. Aku pergi dulu."

"Oke, Brother—ih apaan sih kenapa jadi sok asyik gini manggilnya brother-sister."

Joshua tertawa.

"Eh, jemput mama di bandara hari Sabtu ini sama aku jangan lupa—jangan bikin janji sama orang lain."

"Yes, sure."

"Hati-hati, kunci aja rumahnya dari dalem."

"I survive—hampir dua bulan di rumah sendirian selama kakak pergi KKN. Tenang, dong."

"Yeah, oke. I trust you. Aku pergi dulu," kata Joshua sambil berlalu menutup pintu kamarku.

Aku kembali merebahkan tubuhku, mengatur napas dan detak jantung yang nggak beraturan. Kayaknya, aku butuh penyegaran dengan jalan-jalan di pantai atau kebun teh.
_____

Sekitar dua jam kemudian, aku terbangun karena bunyi ponsel yang super berisik. Terduga utama cuma ada tiga; kalau bukan Joshua, Kak Mingyu, ya berarti Kak Minghao.

xuminghao_o is calling ...

Aku terkekeh menatap layar ponsel. Dia sempat merebut ponselku di tempat makan tadi setelah mengakui perasaannya—memaksaku untuk mengganti nama kontaknya yang terkesan kaku. Ish, itu sih menurut dia.

"Halo—kenapa? Aku masih tidur barusan, Kak."

"Oh, sorry," katanya pelan. "Udah mandi belum? Makan?"

"Belum lah, namanya baru bangun tidur." Aku duduk, menyandarkan punggungku di headbed. "Kenapa? Kak Minghao lagi di mana?"

"Aku di luar, sama Mingyu, sama Jaehyun," jawabnya. "Tiba-tiba inget, jangan bilang apa-apa sama mereka. Aku nggak mau kamu ngerasa nggak nyaman atau apa kalau diledekin."

"I am okay. Udah biasa sama Kak Mingyu yang model begitu. Kalau Kak Jaehyun ... bukannya dia pendiem?"

"Ya hati-hati aja pokoknya."

"Oke."

"Oke."

"Jadi, bangunin orang tidur cuma mau ngomong gitu? Ya ampun demi apa nggak berguna bang—"

"I love you."

"—et, sih. Hah? Apa?"

"Aku tutup dulu, makanannya udah dateng. Kamu juga makan jangan lupa. Sampai ketemu besok!"

"E-eh, tapi tadi bilang ap—"

Tut.

Sial—kenapa sih dia selalu berhasil bikin aku mendadak bingung dan cengo begini? Belajar dari mana coba ngalus macem tadi? Hih—nggak usah ditanya sih, pasti dari Kak Mingyu.

Ting!

xuminghao_o
I said, "I love you."
Your welcome.
8.19pm read
_____

Short update dalam rangka sayang Minghao ❤️

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang