Seungkwan menarik turun kotak spidol yang ada di meja belajar dan mulai menggambar berbagai macam emotikon di bagian dalam tanganku. Errrrr, sebenarnya dia cuma menggambar beberapa emotikon ':p', sih. Sisanya adalah emotikon hati dengan berbagai macam warna.
"Kenapa digambarin pakai spidol coba?"
"Daripada digores? Kan sakit," jawabnya santai tanpa berniat mengangkat kepala. "Gambar ini hilang kalau kamu mandi dan digosok pakai sabun. Tapi yang kamu lakuin itu, bekasnya nggak akan hilang."
"Nggak kelihatan, sih. Siapa juga yang mau lihat?"
Kali ini, Seungkwan mendongak dan menatap lurus ke dalam mataku. "Aku. Pokoknya udah cukup–janji ini yang terakhir ya? Kalau ada apa-apa, telepon aku. Percuma kamu pasang nomorku di speed dial nomor satu kalau masih begini."
"Aku nggak mau ganggu waktumu di rumah sama mama. Aku lihat postingan fotomu di media sosial dan kayaknya kamu lagi seneng-seneng di sana."
"Kamu nggak pernah ganggu aku–oke? Mungkin aku memang nggak bisa langsung terbang ke sini tapi seenggaknya aku bisa denger kalau kamu mau cerita." Seungkwan meletakkan spidol berwarna biru yang terakhir dipakainya. "Nah, kalau udah ketemu gini baru bisa nawarin peluk. Mau?"
Aku tertawa pelan sebelum membuka lebar kedua lenganku–membiarkan Seungkwan menarik tubuhku ke dalam pelukannya dan menepuk punggungku dengan lembut. "Thank you."
"You are doing well so far. Tunjukkin sama papa kalau kamu bisa mempertanggungjawabkan pilihanmu. Ya, Sayang?"
"Oke." Aku mengangguk, mempererat pelukanku–menghirup wangi tubuh Seungkwan dalam-dalam. Ah, ternyata aku kangen parah. "Seungkwan, omong-omong, mulai minggu depan aku sama anak-anak bakal ngisi di Exchange setiap hari Sabtu."
"Exchange Fine Dining?"
"Yup. Dua minggu lalu aku baca pengumuman mereka open audition untuk live performer. Aku share di grup dan anak-anak setuju untuk coba. Terus, kami kaget dong waktu tanda tangan kontrak dan lihat nominal gajinya–banyak banget masa!"
Seungkwan tertawa. "Kamu tahu kan yang punya Exchange itu kaya raya? Aku bahkan curiga dia buka restoran bukan buat nyari uang tapi karena iseng."
"Hei." Aku ikut tertawa. "Tapi nggak apa-apa kan aku kerja tiap hari Sabtu?"
"It's okay. Kita masih punya sangat banyak waktu selain hari Sabtu." Seungkwan mengangguk, mengusap rambutku–merapikannya. "Berangkatnya gimana? Perlu dianter nggak?"
"Enggak usah. Aku sama Chanwoo kok."
"Kok Chanwoo, sih?" Seungkwan mengerucutkan bibir–matanya menyipit menatapku kesal. "Kenapa nggak sama Eunseo? Atau Sinbi? Atau Moonbin nggak apa-apa deh."
"Ih, cemburu ya?"
"Kamu kan pernah bilang dulu waktu awal masuk kuliah naksir Chanwoo? Ya iya dong aku cemburu. Nanti kalau tiap hari Sabtu boncengan terus sama Chanwoo lama-lama jadi naksir lagi giman–"
Cup.
Aku baru saja mengecup bibir Seungkwan sekilas sebelum kembali menarik diri dan tersenyum lebar. "Itu kan dulu. Sekarang aku udah cinta sama yang lain. Lagipula, kosan Eunseo, Sinbi, apalagi Moonbin tuh lawan arah dari sini kalau mau ke Exchange. Kasihan dong kalau suruh jemput aku dulu."
"Ya ... tetep aja."
"Tetep apa?"
"Gitarnya Chanwoo taruh belakang ya. Pegangan jaketnya aja, jangan pegangan orangnya. Pokoknya kalau dia macem-macem langsung getok aja kepalanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine 2.0
FanfictionBook 2 of SEVENTEEN IMAGINE contains: 1. Hoshi's story - Workaholic [✅] Kwon Soonyoung, head of choreography department, love to dance and spending almost 24/7 in the office. Problem is coming when he started to cheat on his wife with his co-worker...