Woozi - Bittersweet [9]

4.9K 772 211
                                    

[Double update. Cek part 9 dulu yaa]

Terlambat.

Penerbangan dari Amerika sampai rumah memakan waktu 14 jam. Aku dapat ijin buat mengundurkan diri dari studi lapangan tapi nggak dapat tiket untuk pulang hari ini juga. Aku nggak bisa ketemu dia bahkan untuk terakhir kalinya.

Pacar macam apa aku?

Seharusnya aku memang nggak menyangkal semua bad feeling yang aku rasa belakangan ini. Dia yang selalu bilang kalau perasaannya nggak enak dan takut aku pergi—tapi nyatanya dia yang pergi lebih dulu. Dia pintar cari waktu. Pergi waktu aku nggak ada di sampingnya.

Firasatku, ternyata, jauh lebih kuat. Album dan photobook yang kupikir adalah hadiah ulang tahunnya, ternyata hadiah buat diriku sendiri buat selalu ingat kalau dia pernah ada di dalam hidupku mulai dari empat tahun lalu—sampai selamanya.

Aku sayang dia. Aku cinta dia. Bodohnya, aku nggak bisa sesering itu untuk bilang secara verbal. Aku tahu, aku jauh dari tipe idealnya. Dia manja, suka dimanja, dan suka disayang—Choi Seungcheol selalu sesayang itu sama adiknya. Aku nggak bisa.

Tapi dia tetap bertahan. Dia mau sama aku. Dia nggak masalah kalau chatnya nggak dibalas karena aku sibuk dan habis itu ketiduran. Dia nggak marah kalau aku lupa jemput padahal udah nunggu berjam-jam. Dia nggak pernah bosen bilang sayang padahal aku super jarang bilang sayang.

Dia ... cintaku. Cinta pertama dan selalu aku harap buat jadi yang terakhir.
_____

"Jihoon, kamu jadi pulang sekarang kan?"

"Ya." Aku mengangguk. "Taksi udah sampai?"

"Udah di lobi hotel," kata Kun—mahasiswa HI yang kebetulan sekamar denganku di sini. "Hati-hati. Jangan sedih, dia orang baik, makanya Tuhan ambil dia lebih dulu. Aku tahu dia, cantik dan selalu penuh semangat meskipun temennya nggak banyak."

"Thanks, Kun. Maaf aku nggak bisa sampai akhir jadi teman sekamarmu. Salamku untuk anak-anak yang lain."

"Ayo, aku bawain kopernya sampai bawah."
_____

Aku nggak pernah membayangkan pulang ke tanah air akan sesedih ini. Seungcheol menjemputku di bandara dan membawaku ke kompleks pemakaman. Dia masih berduka, kantong matanya parah dan matanya masih merah—kami berdua sama.

"Kamu yakin nggak pulang dulu?" tanya Seungcheol begitu aku masuk ke dalam mobilnya.

Ah, dia pasti sering duduk di sini kalau Seungcheol yang menjemputnya—aku tersenyum tipis.

"Enggak. Langsung aja," kataku dan Seungcheol mengangguk. "Kamu belum tidur, Cheol?"

"Aku nggak bisa tidur. Rasanya dia masih ada di sekelilingku. "

"Sori," kataku pelan. "Sori karena aku malah pergi jauh. Biasanya aku yang jemput."

Seungcheol senyum. " Dia sengaja pulang ke sana waktu kamu pergi, Jihoon. Dia nggak mau kamu sedih. Dia sayang kamu."

Aku cuma diam. Lagi-lagi merasa bersalah karena semua orang tau dia sayang aku. Tapi, hampir semua orang ragu kalau aku sayang dia.

"Malam terakhir, sebelum kejadian. Aku tidur di kamarnya. Nggak tahu kenapa, aku pengen aja peluk dia. Dia tidur nggak lama setelah aku tepuk-tepuk kepala dan punggungnya kayak waktu kami masih kecil. Tapi dia sempet ngigau. Bahkan di tidurnya pun dia bilang dia sayang kamu."

"Kamu tau aku juga sayang dia?"

Seungcheol ngangguk. "Aku cemburu sama kamu karena setelah kalian pacaran, perhatian dia jatuh ke kamu—hampir semuanya. Padahal menurutku kamu cuek, ngeselin, dan lain-lain. Tapi dia sayang kamu, jadi ya udah aku nggak masalah. Aku tahu kamu sayang dia—bahkan mungkin cinta? Kadomu, buat ulang tahun terakhirnya, nggak bisa dibeli di manapun. Kamu kasih dirimu sendiri buat dia. Sesayang itu kamu sama dia."

Seventeen Imagine 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang