Maureen duduk mematung di sebuah kursi dengan badannya yang dia tegakan sedangkan kakinya merapat dan tangannya meremas satu sama lain.
Pikirannya telah dipenuhi dengan apa yang tadi dia lihat. Matanya juga sudah mulai memanas, dan dalam hitungan detik saja air mata itu terjatuh.
Pandangannya masih lurus dengan air mata yang berjatuhan, membuat penglihatan Maureen seakan mengabur. Hatinya tiba-tiba terasa sesak sehingga dia mencoba meredanya dengan cara memukulnya pelan.
Isakannya terus terdengar, dan beruntunglah keadaan taman sore ini cukup sepi, terlebih Maureen memilih kursi yang berada jauh dari kerumunan orang-orang.
Matanya terpejam rapat, merasakan sakit yang terus bertambah disetiap air matanya yang terjatuh. "Sakit," lirihnya sambil terisak.
"Jangan dipukul terus, Maureen!" ada sebuah suara yang mencegah Maureen untuk tidak memukuli dadanya lagi.
Mata Maureen terbuka dan berhasil mendapati sosok lelaki yang tengah berjongkok dibawahnya. "Kamu tau, Mos? Rasanya itu sakit banget. Aku gak bisa nahanya." Maureen terus-terusan menangis.
Moscar berdiri. Ia memeluk Maureen dalam posisi Maureen yang masih duduk di bangku taman. "Jangan nangis terus kaya gini, Reen! Ini bikin aku pengin hajar Noven."
Maureen mendongak, menatap Moscar yang tengah menatapnya. "Segitu lemahnya aku yah, Mos?" tiba-tiba ia terkekeh dengan menyedihkan.
Tangan Moscar membelai lembut wajah Maureen. Ia juga menghapus air mata di pipi Maureen. "Kamu gak lemah itu, Reen"
Moscar berpindah untuk duduk di samping Maureen yang masih terisak. "Kenapa kamu gak bicara masalah ini sama orang tua kamu aja? Siapa tau mereka mau batalin pertunangan kalian."
Maureen menggeleng lemah. "Aku gak mau mereka kecewa, Mos. Dan aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat juga buat mengakhiri ini semua," jawab Maureen dengan suara isakan yang masih terdengar jelas.
Moscar justru jadi berdecak kesal mendengar jawaban Maureen. "Terus kapan waktu yang tepat? Apa setelah kamu semakin tersakiti?"
Maureen terdiam karena dia merasa apa yang dikatakan Moscar memang ada benarnya.
"Dia ngomongnya mau sampai kaya apa baru kalian bisa kasih tau yang sebenernya ke orang tua kalian?" Tanya Moscar kembali karena Maureen hanya diam saja.
"Sampai kita liat orang tua kita bahagia buat beberapa waktu."
"Dan setelah itu kalian buat mereka kecewa banget dengan cara putusin perjodohan kalian secara tiba-tiba, gitu?"
Tubuh Maureen menegang.
Lagi-lagi apa yang dikatakan oleh Moscar ada benarnya. Namun hati kecil Maureen selalu berkata untuk mencoba menjalani ini semua terlebih dahulu, karena ia yakin pada nantinya orang tua mereka bisa memahami jika mereka tiba-tiba mengakhiri perjodohan ini dengan alasan tidak menemukan kecocokan sama sekali.
"A-aku gak tau."
Moscar menghempuskan napasnya pelan, ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Maureen dan juga Noven.
Moscar menarik kepala Maureen agar bersandar dibahunya. Dielusnya rambut Maureen dengan penuh sayang. Ia kembali mencoba menenangkan Maureen yang masih sesenggukan. "Keputusan ada ditangan kamu. Tapi satu yang harus kamu tau, apapun yang akan terjadi nanti pasti akan selalu ada aku disisi kamu!"
Sudut bibir Maureen terangkat pelan setelah mendengar ucapan Moscar. "Makasih, Moscar."
וווו×
KAMU SEDANG MEMBACA
DUSK TILL DAWN •With You• [SELESAI]
Teen FictionRank #1 in bestfriend (13/03/2019) Rank # 1 in girlfriend (21/02/2019) Rank #1 ini wattpad2018 (30/11/2018) Rank #1 in persahabatan (18/01/2019) Rank #1 in backstreet (30/11/2018) Rank #1 in mine (30/11/2018) Rank #1 in your (30/11/2018) Rank #1 in...