Noven duduk terdiam disofa yang ada didalam kamarnya. Sikunya bertumpu pada pegangan sofa dengan telapak tangan yang menyangga kepalanya. Kini tatapannya terus tertuju kepada mural wajah Maureen yang dia buat di dinding kamarnya.
Disana, Maureen terlihat begitu cantik dan manis. Noven tidak akan bosan memandang wajah tersebut, baik wajah aslinya maupun gambar seperti mural yang dibuatnya itu.
Noven sempat menghela napasnya dengan tatapan yang tidak terlepas dari dinding kamarnya. Noven rasa, semuanya akan bertambah sulit setelah kejadian tadi sore. Noven tidak menyesali dengan apa yang dilakukannya, karena Noven bersungguh-sungguh dengan Maureen, Noven mencintai Maureen, dan Noven tidak ingin kehilangan Maureen. Noven hanya takut, jika Gio akan melampiaskan kemarahannya kepada Maureen meskipun sepertinya hal itu tidak mungkin, karena Gio sangat menyayangi Maureen. Meskipun begitu, Noven tetap merasa cemas.
Noven tersadar dari lamunannya saat pintu kamarnya terbuka. Disana Nova berdiri menatapnya yang membuat Noven lekas mengarahkan tatapannya kembali pada dinding didepannya.
"Gue denger, lo kena bogeman lagi dari kak Gio?"
Nova yang sudah duduk disampingnya Noven mulai pertanyaan dengan hati-hati. Mungkin saja jika kembarannya ini sedang dalam mood yang tidak baik, jadi Nova tidak mau mengambil resiko untuk saat ini.
Noven berdecak dengan menghantamkan punggungnya pada sandaran sofa. "Lo bisa liat sendiri!" Ucap Noven dengan datar.
Nova hanya mengangguk-angguk saja saat matanya menelusuri wajah Noven, dan memang disudut bibir lelaki itu masih ada darah yang mengering. "Kenapa gak diobatin?" Tanya Nova lagi yang hanya dibalas oleh keterdiaman Noven.
Nova menghela napasnya dengan meletakan kotak P3K yang dibawanya tadi ke sofa. Dan kotak tersebut, Nova dorong kearah Noven. "Jangan kebiasaan, deh, kalo luka dibiarin gitu aja!" Tutur Nova yang membuat Noven menatap Nova dengan menaikan sebelah alisnya.
Nova berdecak kesal. Hal seperti ini memang sering dilakukan oleh Noven, dulu, sebelum Noven bersama dengan Maureen. "Jangan buat tugas gue jadi bertambah, yah, kak. Udah obatin luka lo dulu!" Titah Nova kesal sendiri.
"Gue juga gak nyuruh lo."
Nova merenggut kesal mendengar ucapan Noven barusan. "Siapa bilang lo yang nyuruh. Maureen, tuh yang nyuruh gue buat mastiin kalo luka lo udah diobatin apa belum. Telinga gue capek denger Maureen yang ngomong gitu terus." Curhat Nova yang memang sejak beberapa menit yang lalu, Maureen terus menelponnya dengan telpon rumah. Isinya, yah sama terus, sama-sama menyuruh Nova untuk memastikan jika luka Noven diobati.
Noven tersenyum mendengar hal itu. Maureen memang sangat peduli dengannya bahkan dalam keadaan seperti ini. Jadi, tidak salah bukan, jika Noven sangat mencintai gadis itu dan tidak ingin kehilangannya?
"Kenapa senyum gitu? Jangan senyum doang, obatin tuh lukanya!" Titah Nova yang sejak tadi melihat Noven tersenyum.
Noven tak menjawab, dia langsung mengambil kotak yang tadi diletakan oleh Nova untuk mengobati lukanya. Sementara Nova yang melihat hal tersebut mencibir pelan. "Giliran dengar yang nyuruh Maureen aja, langsung. Lah, gue mah apa?" Kesal Nova dengan ikut menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, dia hanya ingin sekedar memastikan jika kembaran menyebalkannya itu benar-benar mengobati lukanya.
Percuma saja sebenarnya, jika Nova mencibir Noven, karena lelaki itu tidak akan pernah peduli.
Nova terlonjak seketika setelah mengingat sesuatu. Ditatapnya Noven yang masih menempelkan kapas yang sudah ditetesi obat merah ke arah sudut bibirnya. "Kak."
"Hem."
"Gue baru inget, tadi ayah masuk ke kamar lo."
Mata Noven memincing dengan menatap Nova. Lewat tatapannya, Noven seolah bertanya untuk apa ayahnya masuk kedalam kamarnya saat Noven tidak ada di kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUSK TILL DAWN •With You• [SELESAI]
Teen FictionRank #1 in bestfriend (13/03/2019) Rank # 1 in girlfriend (21/02/2019) Rank #1 ini wattpad2018 (30/11/2018) Rank #1 in persahabatan (18/01/2019) Rank #1 in backstreet (30/11/2018) Rank #1 in mine (30/11/2018) Rank #1 in your (30/11/2018) Rank #1 in...