"No-noven."
Suara Maureen terdengar memanggil nama seseorang yang dia pikirkan sejak kemarin. Matanya juga nampak mengerjab beberapa kali untuk memastikan jika seseorang yang ada didepan sana benar-benar Noven.
Maureen tidak mungkin salah mengenali lelaki tersebut, namun dirinya juga merasa takut jika ini hanyalah hayalannya saja. Terkadang hayalannya memang berujung menyakitkan bukan?
Dengan perlahan, Maureen melangkahkan kakinya menuju lelaki itu duduk. Maureen ingin memastikan saja jika itu benar Noven atau bukan.
"Nov."
Maureen semakin mempercepat langkah kakinya disaat dia yakin jika itu adalah Noven. Maureen tidak mengerti, namun dia juga begitu khawatir saat melihat tubuh Noven yang terduduk disebuah kursi. Tangan dan kakinya diikat di kursi, matanya juga ditutupi oleh sebuah kain hitam, dan mulutnya tertutup oleh lakban hitam.
Sebenarnya apa yang terjadi sampai Noven berada disini dalam keadaan seperti ini?
"Noven, apa yang terjadi?" Maureen bertanya lirih dengan tangan yang sibuk melepaskan ikatan kain hitam itu dari mata Noven, kemudian gadis itu bergerak melepaskan perekat yang melekat di mulut Noven.
Untuk sesaat mereka berdua saling tatap satu sama lain. Tatapan mereka mencoba menembus kedalam mata lawannya. Disana nampak sebuah rasa rindu yang seharian ini mereka pendam sendirian bersamaan dengan rasa sakit yang terus saja menerobos masuk kedalam hati mereka.
Mata Maureen berkedip saat dia melihat Noven yang mencoba bergerak. "Eh, tunggu!" Katanya setelah tersadar jika ikatan pada tangan dan kaki Noven belum terlepas.
Maureen berjalan kebelakang Noven. Dia mulai mencoba melepaskan ikatan tersebut. Beberapa saat Maureen mencoba, namun dia mulai merasa kesusahan untuk melepaskan tali yang mengikat tangan Noven karena ikatannya begitu kencang, Maureen yakin jika pergelangan tangan Noven akan sedikit memerah karena ini.
"Bisa gak, Reen?" Noven bertanya sambil terus menggerakkan tangannya agar ikatan tersebut sedikit mengendur.
"Ini kencang banget, Nov." Keluh Maureen yang belum bisa melepaskan ikatan tersebut.
Noven tidak menjawab, dia mencoba mencari sesuatu yang mungkin bisa melepaskan ikatan tersebut. Matanya menatap kesebuah meja yang masih terkena cahaya remang-remang, diatas sana ada sebuah pisau tergeletak begitu saja.
"Kenapa ini kaya udah direncanakan?" Noven membatin sambil terus menatap pisau tersebut.
"Reen, disana ada pisau."
Maureen berdiri dari jongkoknya sambil mendongakkan kepalanya untuk melihat kemana arah dagu Noven menuju. Maureen melihat sebuah pisau tergeletak diatas meja, tanpa pikir panjang Maureen berjalan ke meja tersebut dan mengambil pisau itu.
"Mau pakai ini?" Maureen bertanya dengan tidak yakin setelah gadis itu sudah berdiri kembali didepan Noven sambil memperlihatkan pisau yang ada di tangannya kepada Noven.
Noven mengangguk dengan yakin, tidak ada cara lain selain menggunakan pisau tersebut. "Gak ada benda yang lain, Reen." Katanya dengan mata yang menatap Maureen. "Coba aja!" Lanjutnya sambil mencoba melirik kearah tangannya yang masih terikat dibelakang kursi yang didudukinya.
Maureen menatap Noven, kemudian gadis itu menatap pisau yang ada di tangannya. Entah kenapa Maureen menjadi merasa sedikit takut. "Aku takut, Nov. Kalo pisau ini justru lukain tangan kamu gimana?" Tanyanya.
Maureen memang mengkhawatirkan hal tersebut. Ikatkan yang mengikat tangan Noven itu begitu kencang, jadi Maureen takut jika pisau itu nantinya juga akan melukai tangan Noven.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUSK TILL DAWN •With You• [SELESAI]
Teen FictionRank #1 in bestfriend (13/03/2019) Rank # 1 in girlfriend (21/02/2019) Rank #1 ini wattpad2018 (30/11/2018) Rank #1 in persahabatan (18/01/2019) Rank #1 in backstreet (30/11/2018) Rank #1 in mine (30/11/2018) Rank #1 in your (30/11/2018) Rank #1 in...