PROLOG ✔

214K 6K 105
                                    

Maureen terus merintih kesakitan ketika tangannya di cengkram kuat oleh tangan kekar milik seorang lelaki.

Mata gadis itu sudah memerah, menahan air mata yang sedari tadi menggenang di kelopak matanya yang indah.

Noven, lelaki itu menarik paksa tangan Maureen agar mengikuti setiap langkah lebarnya yang menuju kesalah satu ruangan yang ada di mansion ini.

"Lepasin, Nov!" entah sudah berapa kali Maureen berseru kepada Noven.

Noven menghentikan langkahnya, membuat Maureen juga menghentikan langkahnya. Sekarang mereka berdua ada didepan sebuah ruangan yang sangat di kenali oleh Maureen. Itu kamar Noven.

Noven membuka kenop pintu kamarnya dengan tergesa-gesa tanpa mau melepaskan tangan Maureen. Rahangnya masih terlihat mengeras, tatapannya juga sangat tajam. Menandakan jika Noven saat ini benar-benar marah.

Setelah mereka masuk, Noven segera membanting pintu dan menguncinya dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya terus mencengkram tangan Maureen.

Setelah dirasa pintu kamarnya terkunci dengan benar, Noven mendorong tubuh Maureen dengan gerakan cepat sampai punggung Maureen menghantam dinding. Dan berkat hantaman itulah, Maureen meringis pelan.

Maureen menatap mata tajam Noven dengan matanya yang sudah berair. Kemudian, dia mulai menengok kanan kirinya yang ternyata sudah diapit oleh kedua lengan kokoh Noven yang melurus ke tembok. Maureen terjebak diantara lengan Noven.

Rasa takut Maureen semakin terasa menyeruak didalam hatinya, setelah wajah Noven semakin mendekat kearah wajahnya. Maureen mulai berpikir yang tidak-tidak.

"Ka-kamu mau ngapain?" dengan sedikit takut, akhirnya Maureen bertanya.

Maureen mulai memejamkan matanya dengan bibir bawah yang ia gigit. Kedua tangannya mulai mengepal kuat didepan dada bidang Noven. Sedetik setelah itu, bulu kuduk Maureen meremang seketika karena hembusan napas hangat Noven berhasil menerpa wajahnya.

"Kenapa kamu lakuin ini, Reen?" Maureen membuka matanya secara perlahan untuk menatap Noven yang berucap lirih bahkan sangat lirih, seolah disini dirinya sangat tersiksa.

"Apa yang kamu katakan, Nov?"

"KENAPA, KENAPA KAMU PELUKAN SAMA DIA DAN KENAPA KAMU BIARIN DIA NYIUM PIPI KAMU, HAH?"

Maureen terlonjak kaget mendengar suara Noven yang meninggi didepan wajahnya. Tiba-tiba bahunya merosok begitu saja saat rasa takut terus datang didalam dirinya, apalagi setelah Noven membentaknya seperti ini. Tidak ingin menatap Noven kembali, Maureen menundukan kepalanya.

"UDAH BERAPA KALI AKU PERINGATIN KAMU BUAT JAUHIN DIA?" Noven kembali berteriak, membuat tubuh Maureen bergetar.

"Kalian harus putus sekarang juga!" Lanjut Noven dengan nada yang melirih namun terdengar penuh perintah.

Mendengar hal itu, air mata Maureen tidak bisa dibendung lagi di kedua kelopak matanya. Akhirnya Maureen menagis juga. Mengekpresikan apa yang dirasakan hatinya. Gadis itu menangis sampai terisak sambil tetap dalam posisinya semula yaitu menunduk, enggan menatap Noven.

Noven yang menyadari jika Maureen menangis, segera mengangkat dagu Maureen agar mereka saling tatap. "Tatap aku, Maureen!" pinta Noven lirih tapi juga penuh paksaan.

Maureen tidak lagi peduli jika Noven melihat dirinya menangis. Dia memilih menunjukan wajahnya yang sudah berlinang air mata.

"Kenapa Noven? Kenapa kamu marah dan minta aku putus sama dia? Bahkan kamu sendiri juga punya pacar, Noven? Kamu egois," sambil teriak pelan, Maureen berusaha mengutarakan apa yang ada di pikirannya saat ini.

Noven diam membisu mendengar nada pilu dari bibir Maureen. Mendengar isak tagisnya saja sudah berhasil membuat hati Noven ngilu. Tidak tahan dengan tangisan Maureen, akhirnya tangannya terulur untuk menghapus air mata Maureen.

"Kenapa kamu diam, Nov? Kenapa seolah-olah disini yang tersakiti itu kamu, padalah aku. Aku yang tersakiti, Noven," tanpa sadar, Maureen memukuli dada Noven cukup keras sambil terus teriak.

"Kamu suruh aku menjauhi sosok yang selalu ada buat aku? Sedangkan kamu sendiri gimana, Nov? Kamu masih sama dia. Kamu masih ada hubungan dengan dia. Kamu mau hubungan aku sama Moscar berakhir, tapi kamu sendiri gak mau mengakhiri hubungan kamu," kesabaran Maureen sudah cukup teruji, sekarang ia tidak ingin lagi berusaha sabar, dan diam. Ia ingin mengutarakan semuanya kepada Noven. "Apa kamu tau betapa tersiksanya ada di posisi aku, Nov?"

Noven juga tidak tahan lagi dengan tangisan Maureen. Entah sejak kapan Maureen menjadi kelemahannya seperti ini, Noven tidak ingat. Dan akhirnya, ia menarik pinggang Maureen menggunakan kedua tangannya, membawa tubuh bergetar Maureen kedalam pelukan hangatnya.

Bukannya mereda setelah mendapatkan pelukan dari Noven, tangis Maureen justru semakin pecah. Dadanya begitu sesak sampai ia harus bersusah payah hanya sekedar untuk bernafas. "Aku yang tersakiti, Nov, aku. Kenapa kamu gak sadar itu dari dulu, kenapa?"

Noven mengecup puncak kepala Maureen dan mengusap punggung gadis itu secara lembut. Mencoba memberikan ketenangan kepada gadis dalam pelukannya ini agar tidak menangis lagi. "Aku mencintai kamu, Maureen. Aku mencintai kamu. Maaf untuk semuanya, tapi aku bener-bener mencintai kamu sampai aku gak mau kamu jadi milik orang lain. Maaf aku udah egois, dan maaf karna aku terlalu lama buat akuin ini semua."

Apa kali ini Maureen salah dengar?

וווו×

Jeng jeng ....

Cerita ketiga autor padahal cerita sebelumnya belum kelar 😂😂😂

Gak papa lah,imajinasi autor emang lagi lari-lari gak jelas 😊😊😊

Semoga makin banyak yang vote dan jangan lups baca juga cerita autor yang lainnya yah ...😙😙😙

DUSK TILL DAWN •With You• [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang