Noven menatap cemas terhadap tubuh Maureen yang tengah berbaring didepannya ini. Bibirnya pucat, matanya terpejam rapat, membuat rasa cemasnya tidak berkurang.
Dari koridor lantai tiga sampai mereka berdua tiba di UKS tadi, Maureen terus merintih kesakitan pada bagian perutnya. Kata dokter yang memeriksa Maureen, Maureen hanya merasakan sakit yang wajar saat seorang wanita tengah datang bulan.
Noven tidak tau apakah sesakit itu saat 'tamu' itu datang, tapi yang Noven tau wajah Maureen tadi sangat menggambarkan kesakitan yang teramat. Dulu Noven juga pernah melihat Nova kesakitan saat datang bulan, tapi tidak separah dengan Maureen kali ini.
Akhirnya Noven bisa bernapas lega ketika dia melihat jika mata Maureen membuka secara perlahan. "Maureen."
Noven dapat merasakan jika Maureen sedikit tersentak kaget mendengar suara Noven, karena memang Maureen belum sepenuhnya sadar.
"Masih sakit?"
"Nov_awww."
Dengan panik Noven segera berdiri dari kursi yang tadi dia duduki ketika dirinya mendapati Maureen kembali merintih kesakitan.
Lagi-lagi Noven merasa cemas melihat Maureen yang memegang perutnya lagi dengan mata yang terpejam. Diusapnya dahi Maureen yang terdapat keringat itu. "Minum obatnya yah, dokter nyaranin kamu minum ini kalo masih sakit." Ujar Noven dengan menunjukan sebuah bungkus obat tablet ditangannya yang satunya lagi.
Maureen menggeleng dengan mata yang terbuka kembali. Selama ini Maureen memang tidak pernah meminum obat-obat yang katanya bisa mereda sakit saat datang bulan. "Gak mau, Nov."
"Biar kamu sembuh, Maureen."
"Aku gak mau karena aku bisa kecanduan minum obat itu terus saat datang bulan. Bisa-bisa aku bakalan ngerasa sakit terus kalo aku gak minum obat itu." Ujarnya sambil masih memegangi bagian perutnya.
Noven menghela napasnya. Sebagai lelaki, dia memang tidak pernah tau akan hal semacam itu.
Pada akhirnya dia meletakan obat itu kembali kesebuah nakas kecil disampingnya."Kalo gitu istirahat aja."
Maureen menatap Noven yang sudah duduk dikursi yang berada disampingnya. Maureen dapat melihat wajah cemas Noven seperti saat dikoridor tadi.
"Kamu buat aku cemas, Reen." Ujarnya dengan menarik salah satu tangan Maureen agar kearahnya kemudian dia genggam tangan itu.
"Maaf."
Noven manatap Maureen yang masih merebahkan diri dibrangkar UKS itu. Tidak bisa disangkal memang jika dirinya sangat menghawatirkan Maureen saat melihat Maureen kesakitan seperti tadi. Bahkan sampai sekarang Maureen masih saja memegang perutnya dengan merintih meskipun tidak seperti tadi membuatnya lagi-lagi merasa cemas.
"Katanya dengan ini bisa mereda sakitnya."
Maureen sempat terkejut mendapati perlakuan Noven yang kini tengah memijat tangan Maureen, yaitu antara ibu jari dan jadi telunjuk Maureen. "Nov_"
"Bawa tidur aja Reen, siapa tau baikan nanti!" Noven tahu akan hal ini dari dokter yang memeriksa keadaan Maureen tadi yang memang sempat pingsan.
Maureen menggeleng singkat, dengan rasa nyaman saat Noven memijat tangannya itu. "Aku akan tidur kalo aku memang mengantuk."
Noven tersenyum setelah mendapati perubahan raut wajah Maureen yang tadinya menggambarkan kesakitan kini sudah seperti biasanya lagi. "Apa selama ini kamu kaya gini?"
"Gak, palingan cuma sakit perut biasa sama pegel-pegel tapi gak tau kenapa kali ini bisa sesakit ini."
Noven mengangguk tanpa mengalihkan tatapan dari Maureen sejak tadi, begitupun dengan Maureen.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUSK TILL DAWN •With You• [SELESAI]
Teen FictionRank #1 in bestfriend (13/03/2019) Rank # 1 in girlfriend (21/02/2019) Rank #1 ini wattpad2018 (30/11/2018) Rank #1 in persahabatan (18/01/2019) Rank #1 in backstreet (30/11/2018) Rank #1 in mine (30/11/2018) Rank #1 in your (30/11/2018) Rank #1 in...