Mata indah Maureen perlahan terbuka, mencoba membiasakan retinanya menerima cahaya yang masuk ke kamarnya.
Ditatapnya pintu balkon yang terbuat dari kaca itu masih tertutup, namun tirai yang menutupinya sudah terbuka.
Pandangannya berpindah ke samping balkon kamarnya, tepatnya kesebuah dinding yang disana terdapat jam dinding. Dan ternyata waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi.
Dengan perlahan, Maureen mencoba merubah posisi yang tadinya berbaring menjadi duduk untuk bersandar ditepi ranjang.
Maureen meringis pelan karena kepalanya terasa pening.
"Bodoh."
Maureen terlonjak kaget mendengar suara itu. Ia langsung bergerak cepat mengalihkan tatapannya menuju pintu kamar, dimana suara itu berasal.
Maureen menajamkan penglihatannya sampai dahinya menggerut ketika ia melihat seorang lelaki yang sedang bersandar di pintu kamar sambil menatapnya datar.
Maureen rasa, ia baru saja berhalusinasi. Ia sampai menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan sosok itu dari pikirannya. "Hanyalan lo gak banget Reen," ujar Maureen lirih.
Lelaki itu berdecak dan melangkah mendekati kasur king size milik Maureen. Maureen yang melihat itu, kembali terkejut.
"Bodoh. Gue bukan hayalan lo!"
Tubuh Maureen menegang. Ternyata memang benar jika Noven yang sekarang sedang berdiri disampingnya. Kehadiran lelaki itu bukan sekedar halusinasinya Maureen.
"Lo ngapain disini?" Maureen yang masih terkejut, mencoba bertanya.
Tatapan Noven semakin datar saja, membuat aura dinginnya benar-benar terasa. "Mau jenguk cewek bodoh," lelaki itu menjawabnya dengan datar.
Dahi Maureen berkerut karena memikirkan ucapan Noven barusan. Beberapa detik kemudian, dia melotot kearah Noven. "Maksud lo, gue?" ia menunjuk dirinya sendiri dengan sorot mata tidak percaya.
"Emang siapa lagi kalo bukan lo?"
"Maksud lo apa?" dari nada bicara Maureen, Maureen tidak terima.
"Sengaja hujan-hujanan sampe sakit kaya gini adalah tindakan bodoh."
Maureen terdiam dengan kedua tangan yang mengepal. Ucapan Noven selalu bisa melukai perasaannya seperti ini, dan Maureen justru hanya bisa diam saja seperti sekarang.
Dan setelah mengingat kejadian kemarin, Maureen menundukkan kepalanya. Sekarang bukan hanya ucapan Noven yang menyakitinya, tapi bayang-bayang apa yang sudah Noven lakukan kemarin juga berhasil menggerogoti hati Maureen tanpa henti.
"Udah sadar kalo tindakan lo itu bodoh?" Noven tersenyum miring.
Maureen tidak bisa diam saja, ia mendongakan kepalanya menatap Noven. "Enggak," jawabnya singkat. "Lo salah kalo nganggep gue kaya gini cuma gara-gara semalam." Maureen meremas selimutnya.
Maureen memalingkan tatapannya dari Noven. "Gue gitu karna elo."
"Maksud lo apa?" Noven bertanya.
Tanpa ingin menjawab pertanyaan tersebut, Maureen langsung bangkit dari atas kasurnya karena ia ingin keluar dari zona tidak menyenangkan antara dirinya, dan Noven ini.
Namun baru saja sedetik Maureen berdiri, kepalanya langsung berdenyut nyeri. Ia meringis pelan karenanya.
"Istirahat!"
Maureen melirik Noven yang berucap satu kata saja dengan nada seperti biasa, datar.
Maureen menurut saja. Ia tidak kuat bahkan hanya untuk berdiri. Jadi tidak ada pilihan lain selain tetap berada disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUSK TILL DAWN •With You• [SELESAI]
Teen FictionRank #1 in bestfriend (13/03/2019) Rank # 1 in girlfriend (21/02/2019) Rank #1 ini wattpad2018 (30/11/2018) Rank #1 in persahabatan (18/01/2019) Rank #1 in backstreet (30/11/2018) Rank #1 in mine (30/11/2018) Rank #1 in your (30/11/2018) Rank #1 in...