Delapan tahun kemudian...
Di ruang keluarga yang luas ini, terlihat anak lelaki yang tengah duduk dengan sebuah buku yang ada dipangkuannya. Anak yang berusia sekitar enam tahun itu, hanya sibuk membaca sebuah buku baru yang beberapa waktu yang lalu dibelikan oleh ayahnya.
"Davin, keluar, yuk?"
Anak lelaki yang disapa Davin itu menatap sekilas kearah gadis cantik yang baru saja duduk disampingnya dengan sebuah es krim yang ada ditangan kanannya. "Enggak." Jawabnya singkat dan datar.
Anak perempuan itu mendengus kesal sambil merebut buku yang tengah dibaca Davin, membuat Davin menatapnya kesal. "Ayolah temenin kakak keluar, keliling sini, kan lumayan kita bisa cari temen baru di sekitar mansion omah." Rengek anak perempuan itu.
"Kakak bisa sendiri kalo mau keluar." Kata Davin sambil meraih bukunya kembali.
"Ada apa ini ribut-ribut?"
Mereka berdua menatap kearah ayahnya yang baru saja datang dan memosisikan duduk diantara kedua anaknya.
"Yah, Davin gak mau nemenin aku keluar." Anak perempuan yang berusia delapan tahun itu mengadu kepada ayahnya sambil menunjuk kearah adiknya yang sekarang seolah tidak mendengar apapun.
Pria tersebut menatap kearah anak lelakinya yang bernama Davinno Renove Ballar. Anak lelaki yang sifatnya dan rupanya menurun darinya. "Kenapa kamu gak mau keluar, Dave?" Tanya Noven sambil mengusap pelan rambut Davin.
"Gak papa, yah, Davin cuma mau baca buku aja." Jawabnya yang membuat Vani, kakaknya itu berdecak pelan.
Noven menggeleng singkat mendengar nada datar yang terucap oleh Davin. Sepertinya ini balasan untuk Noven yang dulu bersikap seperti ini, dingin, dan juga datar.
"Kalian omah cariin dan ternyata ada disini."
Nindy berjalan menghampiri putra dan kedua cucunya yang tengah duduk disatu sofa yang sama. Dirinya juga datang bersama dengan menantunya yang membawa sepiring kue buatan mereka.
Maureen meletakan piring tersebut diatas meja, kemudian ikut duduk di sofa lain yang berhadapan dengan sofa yang diduduki oleh Noven dan dua anaknya. "Itu dimakan kuenya, buatan omah sama bunda." Katanya yang dibalas senyum senang oleh Vani.
"Makasih, omah, bunda." Kata Vani dan segera turun dari atas sofa untuk mengambil roti tersebut, menggantikan es krim yang sudah habis dia makan.
Nindy tersenyum sambil mengangguk singkat untuk membalas ucapan terima kasih dari cucunya itu. Lalu, wanita tersebut menatap kearah Davin yang masih sibuk membaca buku. "Davin hak mau rotinya?" Tanyanya bingung.
Davin menoleh kearah omahnya dengan gelengan singkat. "Nanti aja Davin makan." Katanya yang kemudian kembali fokus membaca.
Walaupun Davin baru berusia enam tahun, namun anak itu memang sudah. Isa membaca bahkan senang membaca-baca buku yang digunakan oleh anak sekolah untuk belajar.
"Ayah sama anak sama aja." Kata Nindy sambil melirik kearah Noven.
Noven menaikan sebelah alisnya setelah mendengar gumaman dari bundanya itu. "Kan anak aku, bun." Katanya singkat.
"Maureen." Panggil Nindy yang membuat Maureen lekas menatapnya. "Gak naik darah ngurusin dua orang yang sikapnya kaya gitu?" Tanyanya.
Noven berdecak kesal, sementara Maureen terkekeh pelan mendengar pertanyaan Nindy itu. "Noven kalo di rumah jarang kaya gitu, kok, kalo Davin emang seringnya gitu." Jawabnya sambil tersenyum.
"Bunda."
Maureen menengok kearah Vani yang baru ssja memanggilnya. "Ada apa, sayang?"
Sebelum menjawab, Vani sempat menjilati jari-jarinya yang masih ada sisa kue yang baru saja habis dia makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUSK TILL DAWN •With You• [SELESAI]
Teen FictionRank #1 in bestfriend (13/03/2019) Rank # 1 in girlfriend (21/02/2019) Rank #1 ini wattpad2018 (30/11/2018) Rank #1 in persahabatan (18/01/2019) Rank #1 in backstreet (30/11/2018) Rank #1 in mine (30/11/2018) Rank #1 in your (30/11/2018) Rank #1 in...