Tidak selamanya sesuatu itu bisa kita kendalikan agar berjalan seperti apa yang kita inginkan. Ada kalanya dimana kita tidak bisa melakukan apapun untuk merubah sesuatu menjadi seperti apa yang kita inginkan. Seperti halnya dengan hukum alam yang sama sekali tidak bisa kita ubah dengan cara apapun.
Mengenai hal itu Maureen paham, namun tetap saja ada rasa kecewa dan sedih disaat apa yang dia harapkan mungkin tidak akan pernah terjadi. Dia berharap jika hubungannya dengan Noven akan segera membaik, namun setelah mendengar pertanyaan Gio malam tadi, membuat sebagian harapannya pupus. Maureen takut jika Farhan akan melakukan apa yang disarankan oleh Gio, saran yang akan menjadi pemisah antara Noven dan Maureen. Maureen akui, dia benar-benar tidak ingin kehilangan Noven setelah masa-masa sulit yang dia lewati hanya untuk Noven.
Sekarang waktu sudah menunjukan pukul setengah enam pagi, namun Maureen masih terus bertahan di kamarnya dengan air mata yang sudah mengering dikedua pipinya. Semalaman Maureen memang menangis. Bahkan setelah Noven pergi dari kediaman Maureen, Maureen masih menangis sampai membuatnya ketiduran.
Kini, Maureen masih berbaring diatas tempat tidurnya dengan menghadap kearah balkon kamarnya persis. Maureen menatap kebagian pintu balkonnya yang tidak tertutup oleh tirai, karena semalam Maureen lupa tidak menutup bagian pintu balkon kamarnya dengan tirai.
Diluar sana nampak hujan deras, diikuti dengan suara jatuhnya hujan diatap mansion Acksel ini. Hujan di pagi ini mampu membuat cahaya matahari tidak masuk kedalam kamar Maureen. Hal ini membuat hawa dingin mulai menggerogoti kulit Maureen bagian lengan sampai lehernya yang memang tidak tertutupi oleh selimut.
Ceklek
"Dek."
Maureen hanya diam, tidak berniat membalas panggilan itu maupun merubah posisi tidurnya. Itu adalah suara Gio, dan Maureen sedang tidak ingin berbicara apapun kepada lelaki itu.
"Belum bangun?" Suara Gio masih saja terdengar datar meskipun banyak perhatian yang terkandung didalamnya.
Maureen terus saja diam disaat merasakan sebuah tangan kekar yang mengusap rambutnya.
"Kakak tau kamu udah bangun." Ucap Gio lagi yang tidak mendapat balasan apapun dari Maureen. "Bangun, terus mandi. Hari ini kamu sekolah!" Lanjutnya lagi.
"Kakak bisa keluar sekarang." Ujar Maureen pada akhirnya.
Jujur, Maureen tidak bermaksud bersikap kurang ajar kepada kakaknya, hanya saja Maureen belum bisa mendengar suara Gio ataupun melihat wajahnya untuk sementara waktu karena semakin Maureen membiarkan Gio ada dihadapannya maka akan semakin membuat Maureen merasakan sesak didadanya. Membuat seakan-akan ucapan pedas Gio malam tadi, berputar diotak Maureen.
Gio menghela napasnya pelan dengan dirinya yang duduk ditepi tempat tidur Maureen. "Marah sama kakak?" Tanyanya dengan masih mempertahankan suara datarnya.
"Bukan marah, hanya saja aku gak percaya akan jalan pikiran kakak." Ucap Maureen pelan.
"Apa yang kakak katakan kemarin malam semuanya benar. Dan mungkin keputusan itu yang terbaik untuk kamu."
Tangan Gio yang baru saja hendak mengusap rambut Maureen kini terurungkan setelah dengan tiba-tiba Maureen bangkit dari rerebahan dan gadis itu bergerak agar dapat menatap Gio.
Gio hanya diam saja melihat tatapan ketidaksukaan yang dilayangkan Maureen untuknya. Bahkan Maureen sempat memberikan senyum miringnya tadi.
"Kakak bilang yang terbaik?" Tanya Maureen tidak percaya. "Hal yang bisa membuat aku sedih ternyata itu hal yang baik, iya?" Lanjutnya dengan suara sedikit mengeras. Rasanya hati Maureen terasa begitu sesak mendengar ucapan Gio yang entah kenapa menjadi pedas seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUSK TILL DAWN •With You• [SELESAI]
Teen FictionRank #1 in bestfriend (13/03/2019) Rank # 1 in girlfriend (21/02/2019) Rank #1 ini wattpad2018 (30/11/2018) Rank #1 in persahabatan (18/01/2019) Rank #1 in backstreet (30/11/2018) Rank #1 in mine (30/11/2018) Rank #1 in your (30/11/2018) Rank #1 in...