Pria Pengambil Hati

17.8K 1.2K 12
                                    

Haruskah aku kamu menjadi kita?
Dan haruskah kita mengukir kisah atas nama berdua?

-Assalamualaikum Ketua Rohis-
La_Tahzan27

-----

Aku hidup dalam sepekan yang rasanya sangat tidak nyaman. Hidup dalam bayangan perjodohan ditambah Bunda berubah menjadi tukang teror.

Seperti saat ini. Kakiku baru saja menginjak lantai rumah. Bunda muncul tiba-tiba sambil mengingatkan mengenai acara makan malam bersama... ahhh kata Bunda keluar jodohku. Entah mengapa Bunda sangat bersemangat. Yang aku tau, aku putri kesayangannya minta driver antar saja tak dibiarkan lalu mengapa sekarang sangat ingin menjodohkan?.

Aku malas menanggapi ucapan Bunda. Setidaknya saat berada diruang keluarga mata aku berbinar karena orang yang selama satu pekanku tunggu kedatangannya datang.

"Ayah...." Jeritku sambil berlari memeluknya.

Ayah berbalik lalu merentangkan tangan menyambutku. Ia tersenyum, matanya menyipit dari balik kaca mata.

"Kenapa?" Tanya Ayah

Aku memasang wajah kesal. Dosa tidak sih?.

"Ayah yang kenapa dari mana saja satu pekan ini?" Tanyaku

"Ayah kan sibuk urus kepindahan ke Malaysia urusan kantor juga banyak sayang"

"Yah...." Rengekku

"Hmm..." Kok hanya dibalas deheman? Ayah pasti tau aku ingin sesuatu.

"Itu loh Yah syarat buat tinggal di sini ngak bisa di tolerir apa?"

Baru kali ini aku rasanya kesal terhadap pria didepanku. Aku menunggu penasaran reaksinya namun Ayah hanya tertawa "Ada yang salah dengan syarat Ayah?"

Kenapa kedua orang tuaku mengatakan perjodohan ini bukan hal yang salah? Aku jadi penasaran siapa pria itu. Pria dengan kejamnya mengambil hati kedua orang tuaku hingga rela putri satu-satunya ini dijodohkan.

"Salah dong, Yah... jodoh itu bukan mainan"

"Kamu mutiara Ayah sejak kapan Ayah bilang kamu mainan?" Tanya Ayah dengan mengangkat alis sebelah "Dia laki-laki baik terima saja tidak bakalan menyesal, Rey" lanjutnya.

Ini yang namanya sesuatu yang sia-sia. Satu pekan menunggu untuk merayu Ayah nyatanya tak mendapatkan pengabulan atas permintaan ku. Ah... jika saja umurku telah lulus S1 minimalnya aku tak masalah mengenai urusan jodoh.

"Dia ganteng loh, Rey. Mirip oppa oppa Korea kalau kata Intan" sambung Bunda meyakinkanku dari arah dapur.

Aku memutar mata jengah. Ah Intan dia sepupuku anak dari Tante Diani. Setiap telfon pasti tak pernah absen menyebut oppa Koreanya yang kata Intan baby face banget.

"Rey yang ngajarin gitu siapa? Itu bukan perlakuan baik ke orang tua" tegur Ayah. Pendidikan moral dan sopan santun sangat di junjung keluargaku.

Kata Ayah pendidikan itu perlu. Banyak orang pandai tapi tak bermoral jadinya sia-sia. Contoh para koruptor mereka semua pandai tapi tak bermoral. Jadi Ayah menekankan bahwa pendidikan moral itu utama.

"Kamu sekolah harus dibarengi moral. Jadi anak pandai yang bermanfaat. Bukan siswi yang mengejar nilai" nasihat Ayah awal aku sekolah.

Kata Ayah nilai itu tak penting. Justru mereka diluar sana banyak mengejar nilai sehingga akidah melenceng. Contohnya menyontek disaat ulangan. Tetapi orang yang memanipulasi ilmu tidak akan pernah bisa.

"Habisnya Ayah sih ngasih syarat aneh" kata ku lalu berlari menaiki undakan tangga menuju kamar. Kalau batin sudah lelah yang lain ikut lelah. Fix, aku butuh tidur.

"Rey jangan lupa dinner diluar sebentar" kembali teriakan Bunda mengingatkan ku.

-----

Momen keluar bareng keluarga itu jadi hal yang selalu aku tunggu. Iya biasanya. Namun sekarang justru aku berharap tak pernah terjadi.

Saat ini aku dan orang tuaku tengah berada dihalaman parkir sebuah restoran. Antara setengah hati aku turun dari mobil. Sudah jelas ini acara dinner yang selalu Bunda teror, kan.

"Rey senyum dong. Cemberut mulu" tegur Bunda. Namun aku tau itu hanya godaan Bunda buktinya sekarang ia tertawa.

"Bunda sama Ayah deh yang masuk makan. Reyna kenyang kok"

"Aneh kamu.. ayo, ganteng kok Bunda jamin" kan Bunda sangat ngotot aku berjodoh dengan pria itu. Namanya saja aku tak tau sanking tak berminatnya aku tentang perjodohan ini.

Tanganku di genggam Bunda. Ayah lebih dulu jalan di depan. Aku hanya menunduk terus tak berani mengangkat kepala. Belum siap mataku melihat siapa pria pengambil hati itu.

"Assalamualaikum, Pak Farhan" salam Ayah. Aku yakin kami sudah sampai ke meja tujuan.

"Waalaikumsalam, Pak Rendra. Silahkan duduk"

Kami bertiga duduk dalam satu meja yang sama. Aku tak tau berapa orang yang sedang hadir dalam acara ini. Mempertahankan posisi menunduk masihku junjung tinggi.

"Ini Reyna yah, Rin? cantik sekali" Puji suara yang sangat nyaman aku dengar. Halus dan penuh sayang.

Bunda menoel pinggangku. Mau tak mau aku menatap kelawan bicara. Bunda tau saja kelemahan putrinya ini sangat sensitif dengan sentuhan bagian pinggang.

"Saya Reyna, Tante" kataku kearah wanita hampir seumuran Bunda. Bedanya dia terlihat lebih kalem dari Bundaku.

Sekarang aku sudah dapat menghitung berapa peserta dalam acara ini. Hanya lima yaitu keluargaku ditambah sepasang suami istri dihadapanku. Aku yakin mereka orang tua pria pujaan Bunda itu.

Keempat para tertua mengobrol santai. Pembahasannya seputar topik nostalgia hingga membuat mereka tertawa lepas. Aku hanya diam sambil mengedarkan pandangan. Aku butuh pencuci mata apapun itu untuk membuat mataku fresh melawan kantuk.

Dari obrolan yang aku simak aku menemukan kesimpulan. Bundaku tersayang ini ternyata bersahabat dengan Tante Rani. Yah, Tante kalem yang menyapaku tadi. Nama mereka pun hampir sama, Rina. Sedangkan suami Tante Rani adalah partner kerja Ayah. Jadi intinya mereka ingin menjodohkan karena ingin hubungan mereka benar-benar tak terpisah. Dengan cara menjadi keluarga. Konyol, kan?.

"Reyna tunggu anak Tante yah?" Kata Tante Rani lengkap wajah menggoda seperti Bunda.

Aku memang mencari pria itu. Namun bukan karena ingin bertemu tapi justru aku berharap pria itu sekalian saja jangan muncul.

Gelak tawa terdengar, mereka menertawakan aku. Mungkin pemikiran mereka aku tak sabar ingin bertemu. Oh ayolah jika saja membunuh tak berdosa aku sudah lenyapkan pria itu yang berani mengambil hati kedua orang tuaku.

"Assalamualaikum..... Maaf aku terlambat" suara halus laki-laki mengambil alih perhatian. Kini semua mata berpusat memandang pria yang muncul berdiri tepat disamping Tante Rani.

"Eh ayo duduk" kata Tante Rani selepas menjawab salam. Bunda sudah menyenggolku. Namun aku tak menggubris kode Bunda. Netraku fokus kearah pria itu. Tolong ini sangat mengagetkan.

"Reyna itu anak Tante Rani" kata Bunda

"Calon jodoh kamu" tambah Tante Rani.

Oh tidak... Ya Allah skenario apa ini? Aku benar-benar tak menyangka pria itu yang akan di jodohkan denganku.

"Raka?" Tanyaku memastikan.

-To Be Continue-

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang