Misi-misi Gandhi

7.1K 609 70
                                    

Kita pernah ada dalam satu arah yang sama
sebelum akhirnya persimpangan membuat kita sekedar saling mengenal nama

-Assalamualaikum Ketua Rohis-
La_Tahzan27

-----

Senin pagi menjemput. Jika biasanya setelah upacara para siswa diarahkan untuk segera masuk kelas maka sekarang berbeda. Kami tetap akan berkumpul di lapangan setelah berganti pakaian olahraga.

Kelas riuh terbagi menjadi beberapa kubu adalah hal lazim. Aku hanya berdua dengan Aina, duduk pada bangku memerhatikan yang lain melakukan aktivitas.

Mata ku mencari Gandhi yang tak kunjung menampakkan diri setelah ia berganti baju. Aku sudah menceritakan apa yang aku bahas dengan Mama semalam. Melalui telfon ia mengatakan bahwa justru semuanya akan baik-baik saja.

"Kata Raka kita semua harus ke lapangan. Yang teratur jangan mau kalah sama bebek" pengumuman Aldo sesaat ia habis dari luar.

Raka. Seperti biasa, jika semalam kami memiliki masalah esoknya ia memilih bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Mungkin untuk Raka kemarin berbeda dengan hari ini, melanjutkan pembahasan kemarin tidak penting untuk dia. Aku tidak tau, yang aku berusaha mengerti hanya ingin mengikuti apa yang ia lakukan.

Jika baginya berandai baik-baik saja adalah jalan keluar maka aku pun akan demikian.

Semuanya spontan keluar. Tidak ada lagi yang melanjutkan pembahasan apa yang mereka riuh kan. Aku dan Aina menjadi orang terakhir meninggalkan kelas.

Saat sampai pada meja guru dekat pintu gadis sebagai sahabat ku itu berdecak sebal.

"Gila, taunya bagian happy aja giliran bagian angkat air minum ke lapangan lupa" gerutu sebal gadis itu.

Benar juga, aku juga cukup tidak suka tapi sepertinya selama masih bisa aku wakilkan untuk menyelesaikan aku lebih ingin memilih hal tersebut.

"Sudah, angkat saja, Ai" kata ku sambil mengambil satu kardus air.

Aina tidak lagi berkomentar ia pun memilih hal serupa seperti apa yang aku lakukan. Kami jalan beriringan sampai pada koridor kardus pada tangan ku berpindah alih oleh kedatangan Aldo dan Bagas.

"Abang Bagas kan ada harusnya bebeb Aina ngak usah angkat" gombal Bagas yang masih terus berusaha menarik simpati Aina.

Aku ketawa singkat ketika senyum Aina hilang berganti dengusan. Sudah berulang kali aku peringatkan untuk tidak terlalu membenci. Ini pengalaman hidup seorang Reyna yang berusaha aku katakan kepada Aina.

"Bebeb itu yang barusan Aldo bilang, jangan mau kalah sama bebeb" sinisnya lalu pergi meninggalkan aku.

"Bebek Aina, bebek" suara Bagas menjadi suara satu-satunya disepanjang koridor.

Aku tinggal berdua dengan Aldo. Bagas mengejar Aina tanpa tau bahwa ada situasi salah di antara aku dan sang ketua kelas.

"Makasih, Al" hanya itu yang dapat aku katakan.

Setelah berpikir keras yang aku temukan hanya pemikiran untuk bersikap seperti sedia kala. Itu yang sedang aku usahakan, penunturan Aldo tempo hari hanyalah angin berlalu.

"Tidak masalah, ini tugas laki-laki" lalu ia juga beranjak pergi.

Tubuh ku melemas, semua berubah tanpa tau asal mulanya dari mana.

Apa sekarang aku juga akan kehilangan Aldo yang selama ini selalu menghibur? Ini juga salah ku yang gagal membaca sikap pria itu selama ini.

"It's okay, sekarang aku ada" hanya perkataan Gandhi kali ini yang dapat membuat aku merasa lega.

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang