Hari Lima Bulan

10.1K 797 34
                                    

Kini aku paham apa guna nya masa depan ada
Tidak lain untuk membuat aku tau
Apa yang aku lakukan di masa lalu hingga membuat aku berada pada posisi sekarang

Kemudian ini perihal hati
Apakah ia akan menyesal? Atau baik-baik saja?

-Assalamualaikum Ketua Rohis-

-----

Awal di bulan November. Tidak terasa waktu berlalu secepat itu. Pernikahan yang ku jalani karena paksaan, pernikahan yang ku jalani dengan keraguan, atau paling parah ada pada ku katakan dan memberi gelar pada pernikahan ku sendiri bahwa ini adalah pernikahan yang tidak punya masa depan.

Meski begitu waktu tidak pernah ragu. Terus membuat ku menjalani pernikahan ini hingga ada pada titik lima bulan. Waktu yang lama juga, namun terasa cepat. Mungkin karena setiap hari ada dia, pria pembuat warna dalam hubungan ini.

Dia, pria ter-sabar yang pernah ada selain Ayah.

"Kamu itu manja banget, gimana nanti kalau sudah nikah. Suami kamu bisa pusing ini" kekeh pria paruh baya yang aku panggil Ayah.

Rasanya baru kemarin ucapan itu ayah berikan, tapi nyatanya sudah lima bulan lebih ucapan itu ia katakan. Ini bukti, Raka betul pria yang mengikuti jejak rasulullah. Ia mampu menangani istri nya dengan baik. Hal yang begitu aku banggakan. Tetapi kembali hal yang begitu membuat aku pesimis.

Angin tiba-tiba menghempas membuat ada rasa sejuk meski sedikit. Aku memilih berdiri sendiri pada tiang depan kelas. Memandang ke depan melihat hamparan sekolah dari atas. Tapi pikiran ku hanya menelaah pada hamparan kejadian saat kami pergi ke acara car free day. Sudah empat bulan tapi masih saja aku pikir.

Tentang pria yang aku ajukan pertanyaan di waktu terakhir kami menghabiskan hari bersama. Berharap setidaknya ada tanda hilal bahwa aku akan menuai cahaya setelah rembulan tertutup awan, menuai kejelasan setelah kejadian yang selalu berakhir dengan perkataan ambigu. Jauh dalam sana, dalam hati aku menyimpan penasaran yang begitu besar tentang nya.

Tentang kami, tentang aku, tentang dia, mengapa kami ada dalam satu takdir untuk menempuh jalan yang sama. Sebuah jalan sakral, pernikahan.

"Aku kira kamu sudah tau jawaban nya" kalimat pertama yang Raka ucapkan ketika kami larut dalam hening.

Kening ku mengerut, membentuk gelombang berlapis pertanda bingung.

Sebaliknya justru pria di hadapan ku menerbitkan senyum simpul "aku memilih Reyna karena dia adalah Reyna.

Ucap nya mengingatkan ku kejadian ketika untuk pertama kali nya Raka menginap di rumah ku. Saat kami baru saja menikah.

Entah kenapa jawabannya tidak membuat kelegaan. Mengapa hanya sesimpel itu? Aku tidak ingin jawaban Seperi itu.

Aku ingin, sebuah kepastian apakah ia benar menginginkan pernikahan ini atau hanya karena terpaksa seperti aku ketika di awal. Juga pertanyaan mengapa ia tidak pernah menunjukan penolakan saat kami dijodohkan, serta mengapa ia begitu sudah terlihat akrab dengan kehidupan ku, Ayah ku, Bunda ku, dan segala nya padahal kami tidak pernah bertegur sapa selain kejadian menohok perasaan ku sewaktu di kelas sepuluh. Dua tahun lalu.

Ada begitu kejanggalan seakan pernikahan kami hidup dalam sebuah labirin. Aku mencoba mencari jalan keluar, namun ia hanya berdiri kokoh membuat aku bingung persis tembok labirin.

"Aku tidak ingin jawaban itu" kata ku serius.

"kamu tau ada begitu banyak keraguan. Mengapa kamu tidak pernah menolak pernikahan ini, mengapa kamu mau sama aku, kenapa kamu bisa tau kehidupan aku disaat kita tidak pernah kenal lebih dari nama, mengapa kamu yakin bahwa aku jodoh kamu, dan terpenting...." Aku menarik nafas menjeda pembicaraan kami "dari mana kisah ini bermula. Kamu pasti tau, mengingat kamu akrab dengan orang tua aku, kamu pasti tau kenapa kita bisa ada dalam jalan hidup yang sama di detik ini" aku sedang berusaha menahan segala gejolak lelah.

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang