Kamu luar biasa dan hal itu yang menjadi jarak di antara kita.
-Assalamualaikum Ketua Rohis-
-----
Kami baru tiba di tempat yang ingin sekali Gandhi membawa ku. Mata ku fokus melihat tempat ini, kesal ku kepada Gandhi dan segala ocehan sejak di mobil tadi karena berani berbuat seperti itu kepada Raka langsung berhenti.
"Gandh, ini yang lakuin siapa?"
"Akulah" katanya sambil menepuk dada bangga.
Mata Gandhi menatap ku. Netranya menusuk netra ku tepat sasaran.
"Ngak juga sih di bantu Aldo dan Bagas" ungkapnya seraya tertawa.
Aku juga ikut tertawa. Aku semakin sadar tak bisa mendapatkan sosok lain seperti Gandhi.
"Terimakasih, Gandhi"
"Bilang dulu Rey, Mariposa sayang Bibble. Kayak waktu kita kecil dulu kalau permintaan kamu sudah aku ikutin"
"Ngak mau ah" kata ku lagi sambil tertawa lepas.
Aku meninggalkan Gandhi dekat pagar masuk. Mata ku meneliti segala sudut halaman rumah ku. Iya, halaman rumah ku sendiri.
Aku pikir akan kemana pria Singapura itu membawa ku, ternyata ia membawa ku kembali ke rumah. Rumah sebelum aku menikah dengan ketua rohis, rumah yang masih aku hirup udaranya enam bulan lalu.
Jika terakhir kali aku ke sini halaman rumah menjadi bersih sekarang semakin bersih lagi. Cat tembok yang mulai kusam tidak lagi aku lihat. Warna biru muda dan putih menjadi interior baru rumah ku. Bukan hanya itu tetapi halaman rumah ku juga mulai kembali di penuhi bunga Peace Lily. Tanaman yang sudah Gandhi singkirkan karena layu kini hadir kembali dalam pot orange berjejer sepanjang tembok dekat pagar dan teras.
"Kamu sering bertanya kemana aku saat liburan kan Rey?" Suara Gandhi terdengar.
Aku menatap Gandhi lalu mengangguk.
"Aku, Aldo, dan Bagas bersihin rumah kamu selamat sepekan ini"
"Loh kamu ngak jadi ke Bogor?" Aku kaget. Bukannya Gandhi akan menghabiskan tahun baru di Bogor?.
Ia menggeleng. "Aku lebih mau tinggal di Jakarta bersihin rumah kamu dari pada ke Bogor"
"Kenapa?"
Ada jeda dalam percakapan kami. Pria dengan baju kaos cokelat di samping ku diam sambil ikut menatap rumah yang sudah dia renovasi.
"Tujuh tahun, Rey. Aku rindu memulai hari dengan melihat senyum kamu depan pintu rumah itu, aku juga rindu menutup malam dengan ucapan selamat malam kamu sebelum menutup pintu itu" ia mulai bercerita, masuk jauh kedalam tujuh tahun yang lalu.
"Sejak SMP aku mulai mengerti kalau kita terpisah jarak. Aku selalu menunggu kapan tiba waktunya kembali ke Jakarta, lalu aku akan ketemu kamu dan memulai hari kembali seperti dulu. Nyatanya saat tiba justru aku tetap tidak bisa memulai hari seperti dulu. Sedih yah, Rey?"
Jangan menatap aku seperti itu Gandhi. Jika yang membuat aku selalu bahagia adalah Gandhi lalu bagaimana aku bisa bahagia jika pria itu sendiri sedih.
"Makannya aku bersihin semua, setidaknya setiap hari aku tidak perlu melihat rumah kamu yang mati. Itu semakin menambah rasa kosong aku" ia melanjutkan.
"Kenapa kamu lupa kalau Reyna tetaplah Reyna. Apa kamu tidak ingat yang aku ucap bahwa tempat kamu tidak bisa di miliki oleh orang lain" kata ku menyakinkan Gandhi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)
Horror"Jodoh itu cerminan diri. laki-laki baik untuk perempuan baik, begitupun sebaliknya" sebuah kutipan yang aku ingat dari ucapan Pak Anwar. Benarkah? Lalu bagaimana ceritanya aku yang untuk label "salehah" ini masih perlu dipertanyakan bisa menikah de...