Kalau kamu yakin sebagai tempat indah, sejauh apapun aku menjelajah pasti akan kembali
-Assalamualaikum Ketua Rohis-
-----
Sederhana tapi menyenangkan. Mungkin ini maksud para pakar quotes yang aku baca hilir mudik kalimatnya. "Bukan tempatnya, tapi dengan siapa kita bersama ditempat itu". Sama dengan aku yang hari ini kedatangan Gandhi dan Aina meski hanya halaman belakang rumah tapi tetap dapat membuat nyaman.
Jarak dua menter dari pintu penghubung menunju taman belakang aku bisa melihat Gandhi langsung berdiri sesaat melihat aku datang. Kami sama-sama tersenyum dari kejauhan, senyum yang mampu mendeskripsikan kami saling bahagia karena bisa bertemu.
Aku berhenti tepat di tengah-tengah bingkai pintu. Senyum ku tidak hilang tapi senyum Gandhi justru hilang.
"Apa kabar, Gandh? Kenapa tidak pernah aktif kalau aku telfon" teror ku langsung menuntut jawaban.
Aku ingat betul, gadis yang Gandhi juluki sebagai Mariposanya sangat khawatir akan kemana Gandhi liburan? Apakah akan kesepian? Tapi justru pria itu tak menampakkan kabar. Seperti di telan bumi pada penghujung bulan Desember.
Wajah Gandhi tak berubah, tak ada ada senyum yang terpancar seperti satu menit lalu. "Gandhi" panggilku.
Mata Gandhi menatap tajam dan itu membuat aku khawatir.
"Bisa ngak lo jaga Reyna dengan baik?" Kalimat pertama Gandhi menusuk telinga ku. Kalimat yang begitu tidak aku duga-duga.
Tatapannya semakin tajam dengan alis menekuk serius. Bahkan ketika aku melirik tangan Gandhi kedua telapak tangan pria itu mengepal.
"Gandh" peringatan ku.
"Diam, Rey. Kamu terluka? Pantas saat aku ajak jalan ke luar kamu lebih pilih dirumah" Gandhi membuang muka, terlihat sekali bahwa ia sangat marah.
"Gue ngak salah ingatkan kalau lo pernah ngomong bahwa akan jaga Reyna? Buktinya mana?" Gandhi semakin serius dan membuat aku takut.
Dengan perasaan was-was aku melirik Raka di samping ku yang sudah di cecar berbagai berkataan dari Gandhi.
Aku sudah tau Gandhi akan marah, tapi aku tidak berpikir bahwa ia dengan berani menyalahkan Raka.
Wajah Raka sama saja, kedua pria di dekat ku sama-sama mengeluarkan ekspresi serius mereka. Jangan ada keributan, jangan buat hari Senin indah ku benar-benar tak lagi indah.
"Saya sangat kaget mengetahui kamu begitu marah ketika tau bahwa Reyna terluka"
"Marah? Banget. Sampai rasanya pengen gue tonjok lo karena tidak jaga Reyna dengan baik"
"Gandh" lagi peringatan ku. Aku memegang bahu kanan Gandhi sembari menggelengkan kepala pertanda jangan melakukan hal aneh. "Ini hanya tertusuk pecahan botol" lanjut ku.
Gandhi menggeleng. "bukan persoalan kamu terkena apa, tapi persoalan dia ngak bisa jaga kamu" kata Gandhi begitu tegas dalam telinga ku.
Aku memandang Gandhi dengan terus tersenyum. Ia pun sama, diam menatap aku lekat dengan terus mempertahakna ekspresi seriusnya. Iya, aku tau. Gandhi, kamu begitu khawatir, sosok pria yang menjaga ku sejak kecil bersama Ayah.
"Aku baik" kata ku sekali lagi memberi tau Gandhi kondisiku. Aku memang baik ku harap pria wajah serius yang sedari tadi menatap ku itu paham.
Gandhi menghembuskan nafas. Ku pikir semuanya selesai, tapi ternyata tidak ketika tatapan intimidasi Gandhi justru mengarah kepada Raka. Adrenalin jantung ku memompa darah begitu hebat, apalagi yang akan Gandhi katakan. Aku takut pemikiran mereka tak akan akur benar-benar nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)
Horror"Jodoh itu cerminan diri. laki-laki baik untuk perempuan baik, begitupun sebaliknya" sebuah kutipan yang aku ingat dari ucapan Pak Anwar. Benarkah? Lalu bagaimana ceritanya aku yang untuk label "salehah" ini masih perlu dipertanyakan bisa menikah de...