Senja dan Kata Raka

7.3K 639 86
                                    

Saya lupa bahwa yang mengisahkan kebahagiaan belum tentu untuk menetap. Seperti senja yang selalu indah sebelum dirinya pergi.

-Assalamualaikum Ketua Rohis-

-----

Semilir angin sore terus mengepakkan kerudung yang aku kenakan. Angin sangat kencang ditempat ini. Ternyata tempat yang Raka maksud adalah pantai.

Banyak orang berlalu-lalang saat sore hari di sini. Tempatnya bersih dan bagian pinggir halaman pantai telah berjejer para pedangang. Ada pula beberapa pedagang aku lihat lebih memilih menjual dengan cara berkeliling disekitar area pantai.

Tadi Raka sempat memberitahukan fakta baru tentang pantai ini. Katanya, hampir setengah dari tempat wisata ini termasuk halaman yang sedang aku pijak ini adalah hasil dari laut yang ditutup.

Jadi kami berdiri di atas laut yang sudah ditutup oleh batu gunung dan timbunan tanah tidak terkira.

Dan juga di tengah-tengah tempat wisata ini berdiri satu masjid kokoh berwana biru dengan tiga lantai. Tapi yang menarik adalah masjid itu juga berdiri di atas laut. Hingga nama masjid itu lebih dikenal dengan masjid terapung.

Aku pernah melihat masjid itu menjadi salah satu tempat syuting sebuah film dengan judul Assalamualaikum Calon Imam. Sayangnya setelah menonton film baru aku tau mereka mengambil gambar disini, jika tau lebih awal sudah aku suruh Raka dari dulu mengantar saat mereka masih syuting.

"Kamu suka tempatnya?" Suara Raka beradu dengan terpaan angin membuat dia bersuara lebih keras agar terdengar.

Aku yang sejak tadi menikmati pemandangan laut menoleh ke arah Raka.

"Suka. Rasanya benar-benar liburan" kekeh ku membuat Raka mengulas senyum.

Dulu saat tinggal bersama orang tua ku setiap libur semester hanya aku habiskan dirumah. Pernah liburan beberapa kali diluar, tapi itupun tak seutuhnya liburan. Kami hanya ke tempat dimana Ayah biasa mengadakan pertemuan. Tetap saja Ayah ku akan bekerja.

Dia mengelus puncak kepala ku lembut. Mata Raka tertarik saat ia mengulas senyum. Aku terpaku beberapa saat mengkhianati laut dan memilih memandang Raka.

Wajah tegasnya namun menenangkan. Senyum tipisnya namun tulus terukir. Matanya yang serius namun dapat membuat siapa saja yang menatap akan menaruh kepercayaan.

Pemandangan itu yang sedang aku nikmati. Menyimpannya dalam pikiran setiap ekspresi seorang Muh. Raka Farhan. Mungkin saja, yah mungkin, suatu saat aku hanya dapat melihat itu semua dalam kotak bernama kenangan.

Tidak ada yang tau.

"Aku ganteng?" Tanyanya mengundang decakan sebal ku.

Setelah mengatakan itu ia bersandar pada tembok pembatas antara jalanan dan laut sambil bersidekap.

Kepercayaan dirinya yang lama tidak ku dengar kumat kembali.

"Kata orang diluar sana"

"Kamu juga orang, berarti kata kamu juga"

Aku memandang Raka horor. Yah, aku tau dia hanya menggoda ku tapi harusnya dia juga paham aku paling tidak bisa digoda apalagi bersangkutan soal dirinya. Gengsi ku sangat tinggi mengakui dia ganteng secara terang-terangan.

"Jauh-jauh ke sini buat berantem rugi banget, Raka. Mending kita keliling tempat ini" saran ku dan langsung menarik pergelangan tangan Raka agar pria itu berjalan.

Dia menertawakan aku, meski suara tawanya itu kecil tapi tetap saja namanya ketawa.

Aku tidak tau apa yang menghasuti seorang Raka berani memegang tangan ku. Awalnya aku yang menarik pergelangan tangannya. Namun saat sudah aku lepaskan justru ia yang menyatukan telapak tangan kami berdua.

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang