Pangeran Pahlawan

6.6K 537 46
                                    

Tuhan selalu hadirkan kamu tiba-tiba
Tetapi apa Tuhan juga mentakdirkan kamu untuk menghilang tiba-tiba?

-Assalamualaikum Ketua Rohis-
La_Tahzan27

-----

Kali ini jantung ku berdegup kencang bukan karena senyum Raka yang dahsyat kelewatan manis. Tetapi karena buku tugas matematika ku yang ternyata ketinggalan di rumah.

Mungkin sederhana, bagi sebagian orang. Tapi kembali lagi setiap orang mempunyai hal terpenting yang berbeda. Dan menurut aku ketinggalan buku itu sangat mengerikan. Aku sudah susah payah berpikir sampai kepala ku rasanya berdenyut hebat dan sampai Raka pun kenna imbas amarah ku semalam ketika mengerjakan tugas dari Ibu Dian dan pagi ini aku justru melupakannya? Oh tidak. Perjuangan ku apa harus berkahir sia-sia?.

"Kenapa sih, Rey?" Bisik Aina. Gadis itu pasti sudah capek melihat aku gelisah sejak tadi.

"Buku tugas aku ketinggalan" balas ku dengan suara tidak kalah kecil.

Bukannya prihatin gadis di samping ku ini justru menutup mulut menahan tawa. Apa kelakuan Aina ini salah satu contoh alasan untuk meng-kick nama persahabatan?.

"Serius? Baru kali ini aku dengar kamu lupa bawa buku" katanya menganggap aku ini sedang bercanda.

Aku tidak menggubris lagi perkataan Aina. Meski guru berseragam biru di balik meja guru itu mengenal ku dengan baik tapi tetap saja bagi Ibu Dian tidak membawa buku untuk pertama kalinya atau bukan sama saja tidak mengumpulkan tugas. Tidak ada toleransi. .

"Rey" panggil seseorang lagi.

Aku mencari sumber suara dan pemiliknya adalah Gandhi. Pria yang duduk bagian belakang bersama Aldo dan Bagas kini duduk tepat di belakang ku. Entah kapan ia duduk berganti posisi dengan Feri.

"Kenapa?" Tanya ku kepada Gandhi.

"Justru Gandhi yang mau nanya, kamu kenapa?"

Aku langsung memasang wajah sedih ku. Hal ini menambah rasa penasaran Gandhi dan lipatan pada keningnya tanda heran.

"Buku tugas aku ketinggalan" rengek ku. Katakan saja aku ini lebay atau apa. Tapi perasaan sedih itu lahir sendiri dari hati ku dan aku memang terluka.

Gandhi tertawa. Ia mengusap kepala ku singkat.

"Jadi ingat saat kita kelas empat SD. Kamu lupa bawa buku tugas langsung nangis di kelas" katanya mengingatkan aku tentang kejadian bertahun-tahun lalu.

Aku langsung menyentil tangan Gandhi yang ia gunakan mengelus kepala ku. Situasi begini ia malah tertawa dan bernostalgia. Tidak membantu sama sekali.

"Gandhi Pranadipa" sahut Ibu Dian di tengah-tengah obrolan aku dan Gandhi.

Aku segera membalikkan tubuh kembali menghadap ke depan. Kali ini giliran Gandhi yang maju untuk mengumpulkan tugas. Absen di semester dua ini nama Gandhi yang paling akhir justru naik urutan ke nomor delapan. Dan kurang dari sepuluh nama giliran nama aku di sebut. Jantung ku jangan berdetak tambah cepat!

"Gandhi" panggil Ibu Dian lagi.

"Iya, Ibu?"

"Buku tugas kamu mana?"

"Saya lupa, Ibu" jawab Gandhi lugas.

Telinga ku yang mendengar itu langsung membuat aku kembali menatap Gandhi. Pria itu jangan bilang benar-benar mau bernostalgia dengan melakukan hal serupa ketika kami kelas empat dulu.

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang